Ketika Era Reformasi
Mediamassa Menjamur
Oleh: Yousri Nur Raja Agam MH *)

Yousri Nur RA MH
MEMASUKI era Reformasi, tahun 1998, sama dengan ibukota dan kota-kota lain di Indonesia, kota Surabaya juga menangguk banyak kesempatan. Kran demokrasi yang dibuka Presiden BJ Habibie, waktu itu, juga dimanfaatkan oleh mediamassa. Pers benar-benar bagaikan lepas dari belenggu Orde Baru melalui Deppen dan Kopkamtib (Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban).
Kebebasan pers semakin terasa saat Menpen Yunus Yosfiah, memberi kesempatan kepada siapa saja untuk mengajukan permohonan SIUPP untuk menerbitkan suratkabar, majalah dan kantor berita. Bahkan, persyaratan untuk mendirikan stasiun pemancar radio dan televisi swasta juga tidak terlalu ketat.
Setelah pemerintahan beralih kepada Presiden KH.Abdurrahman Wahid, Deppen “dibubarkan” dan pers merasakan kebebasan mutlak tanpa kendali. Akibatnya, mengandung segi positif dan negatif. Siapa saja bisa menerbitkan media cetak tanpa harus berurusan dengan instansi pemerintahan. Tidak ada lagi perizinan. Sehingga, mediamassa tumbuh bak kecambah di musim hujan.
Saat itu, selain muncul mediamassa cetak yang ditangani para wartawan senior yang profesional, tidak sedikit koran dan majalah yang terbit secara amatiran oleh orang-orang yang hanya memanfaatkan kesempatan. Tetapi, bagaimanapun juga, yang profesional lebih lama bertahan dibandingkan dengan yang amatir.
Dalam dunia mediamassa elektronika, radio siaran milik swasta di masa Orde Baru seolah-olah “diharamkan” menyiarkan berita dan hanya boleh merelay dari radio milik pemerintah, yakni RRI (Radio Republik Indonesia). Tetapi, sekarang secara terang-terangan membuka kemasan terselubung dalam bentuk informasi, menjadi siaran berita atau warta berita. Hal yang sama juga berlaku televisi swasta. Kalau sebelumnya hanya boleh menyiarkan berita dengan bergabung ke TVRI (Televisi Republik Indonesia), namun kemudian TV swasta (waktu itu): TPI, RCTI, SCTV dan ANTV mulai menayangkan berita hasil liputan reporter, koresponden dan kontributornya sendiri, di samping menayangkan berita dari mediamassa asing.
Surabaya sebagai kota kedua terbesar setelah ibukota Jakarta, merasakan benar imbas perubahan kebijakan pemerintah pusat itu. Di Kota Pahlawan ini suratkabar dan majalah terbit dengan keanekaragaman model. Dari segi periode terbit, suratkabar harian masih tetap didominasi koran lama, yakni: Jawa Pos, Surya, Memorandum, Radar Surabaya, Bangsa, Duta dan Bhirawa. Sedangkan majalah lama yang tetap bertahan adalah: Jayabaya, Penyebar Semangat, Liberty, Mentari dan Fakta.
Balada Surabaya Post
Harian Surabaya Post yang diambang keruntuhannya, melahirkan beberapa embrio koran baru. Mantan Redaktur Surabaya Post Tatang Istiawan dkk, menerbitkan koran Surabaya Pagi dan beberapa redaktur lainnya. Sjamsul Arifin dkk mendirikan Surabaya News. Mantan wartawan yang berseteru dengan ahliwaris A.Azis dan Ny.Toety Azis yang dikuasakan kepada advokat Trimoelja D.Soerjadi itu memang tidak memanfaatkan gedung Surabaya Post di Jalan Panglima Sudirman dan percetakan di Jalan Sikatan. Harian Surabaya Pagi menyewa ruko di Jalan Kayun dan Surabaya News ruko di Jalan raya Gubeng – namun kemudian pindah ke ruko di dekat gerbang jalan tol Satelit Surabaya, tepatnya di Bukit Darmo Golf Regency Kav.31-32 Surabaya. Manajemen yang dipimpin Abdulrahman Bawazir, akhirnya menyerah. Di akhir tahun 2008 Harian Sore Surabaya Post beralih ke manajemen baru PT.Media Delta Espe di bawah Grup Bakri. Alamatnya pindah ke Jalan mayjen Sungkono 149-151 Surabaya. Komisaris Utamanya: Gesang Budiarso, Dirutnya: Poerwanto dan Pemimpin Umumnya diserahkan kepada Dhimam Abror Djuraid – mantan Pemred Jawa Pos, mantan Pemred Suara Indonesia dan mantan Pemred Surya.
Koran Surabaya Pagi tidak bertahan lama, lalu ganti manajemen dan ganti nama menjadi Bussines Surabaya di bawah pimpinan mantan wartawan Surabaya Post Bambang Hariawan. Sedangkan Tatang Istiawan, mendirikan koran Surabaya Sore di Jalan Darmo Baru, kemudian pindah ke Jalan Anjasmoro 56 D. Namun sejak Februari 2005, namanya diubah kembali menjadi Surabaya Pagi dan berkantor di Jalan Gunungsari 11 D Surabaya. Sejak tahun 2006, grup Surabaya Pagi ini melahirkan Harian Sore “Jatim Mandiri” yang juga dipimpin Tatang Istiawan.
Bersamaan dengan terbit kembali Harian Surabaya pagi di Jalan Gunungsari, tahun 2005 itu terbit pula Harian Suara Indonesia beralamat di Jalan Irian Barat 7 Surabaya, dipimpin oleh Dhimam Abror Djurait. Kehadiran Suara Indonesia ini didorong oleh ahli waris “pemilik lama” alm.Soegiono, yakni Edi Rumpoko – tahun 2008 terpilih sebagai Walikota Batu – bersama Haruna Sumitro. Tetapi, koran Suara Indonesia ini, tidak berumur panjang dan kembali “mati” di tahun 2007. Dhimam Abror hijrah ke harian Surya sebelum pindah ke Surabaya Post.
Benar-benar Menjamur
Koran mingguan cukup banyak, terbit dalam ukuran besar dan tabloid. Di antara koran itu, sebagian besar diterbitkan grup Jawa Pos, seperti: Nyata, Gugat, Agrobis, Komputek, X-File, Nurani, Taubat dan lain-lain. Penerbitan yang berdiri sendiri adalah: Jatim Pos, Radar Jatim, Metropolis, Teduh, Sapujagat, Teropong, Bidik, DOR (majalah dan koran), Suara Nasional, Posko, Jalur, Hobi, Mania, Palapa Post, Tanjungperak Post, Indomaritim, Lintas Kota, Wahana, Soerabaia News Week. Timur Pos, majalah Kirana, Suara Publik, Fokus, Investigasi, dan masih banyak lagi yang lain.
Kecuali itu, ada satu grup baru “TOP Media” pimpinan Singgih Sutojo. Grup yang awalnya menerbitkan majalah TOP itu, berkembang dengan beberapa penerbitan majalah dan tabloid yang umumnya menyajikan tulisan dan foto “panas” dan pantas sebagai bacaan orang dewasa. Namun, pada tahun 2006 lalu, berurusan dengan Polda Jatim. Majalah grup TOP Media itu pun tidak terbit lalgi.
Kota Surabaya juga merupakan daerah pemasaran dan distribusi berbagai meediamassa dari kota lain, terutama terbitan ibukota Jakarta. Di sinipun tersebar wartawan dan koresponden mediamassa dari daerah lain yang setiap saat menyampaikan informasi tentang Surabaya dan Jawa Timur ke pusat penerbitannya.
Radio tanpa Kendali
Radio-radio swasta yang tergabung dalam organisasi PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia) di Kota Surabaya juga tumbuh menjamur. Tidak ada lagi frekuensi yang kosong di pesawat radio, terutama pada gelombang FM (Frequency Modulation). Radio dengan gelombang FM memang menjadi favorit dengan jangkauan siaran yang jernih dibandingkan dengan gelombang AM dan MW.
Kehadiran radio-radio swasta di Surabaya mengalahkan peran RRI dan RKPD (Radio Khusus Pemerintah Daerah) Kota Surabaya yang bernama RGS (Radio Gelora Surabaya) dan RKPD Jatim yang sekarang beralih ke FM dengan nama JTFM.
Radio Suara Surabaya (SS) yang dipimpin mantan wartawan Pos Kota, Erol Jonatan, lebih dulu berinisiatif menyiarkan berita. Stasiun radio yang bermarkas di “puncak bukit” Wonokitri ini mengemas berita dengan siaran kelana kota dan menyebarkan reporternya untuk berwawancara dengan narasumber. Tidak ketinggalan, menginformasikan keadaan lalulintas yang dipantau oleh pendengar dan memberi kesempatan kepada pendengar untuk memancarluaskan ke udara secara langsung. Kiat SS ini kemudian diikuti radio SCFM, Rajawali, Merdeka, El Victor, MTB, Mercury, Colour dan lain-lain.
Televisi
Selain TVRI stasiun Surabaya, televisi swasta pertama di Kota Surabaya, adalah: SCTV (Surya Citra Televisi). TV yang bermarkas di Jalan Raya Darmo Permai, kota Satelit ini memancarluaskan siaran nasional dan internasional dari Kota Surabaya. Dengan alasan manajemen, kemudian SCTV terpaksa memindahkan aktivitasnya ke Jakarta. Kantor dan pemancarnya dipindahkan ke ibukota.
Undang-undang penyiaran kemudian berubah. Kebijakan politik dan situasi di era reformasi membuat pengelola media televisi makin bersemangat. Di Jakarta jumlah pusat penyiaran televisi bertambah. Setelah TVRI, TPI, RCTI, SCTV, ANTV, Indosiar, Latifi, Metro-TV, Trans TV, TV-7, TV Global dan MTV Indonesia, juga muncul siaran TV kabel.
Tidak hanya di ibukota, kebijakan baru sesuai dengan Undang-undang siaran, telah membuka cakrawala baru dengan adanya siaran televisi di daerah. Untuk wilayah Jawa Timur, lahir JTV (Jawapos Televisi) yang merupakan grup Jawa Pos yang bermarkas di gedung “pencakar langit” Graha Pena Jalan A.Yani Surabaya.
Kalau sebelumnya SCTV yang berpusat di Surabaya pindah ke Jakarta, sejak tahun 2004 aktivitas di studio SCTV Surabaya mulai hidup kembali. Di studio yang terletak di Jalan Darmo Permai Timur III itu kembali mengudara para penyiar lokal Surabaya menyampaikan berita-berita Jawa Timur. Hal yang sama juga dilakukan RCTI yang membuka perwakilan di Surabaya. Melalui studio di Jalan Kertajaya Indah, RCTI juga menyiarkan secara langsung berita-berita seputar Jawa Timur.
TV lokal di Surabaya pun bertambah lagi dengan nama SBO (Suroboyo). Ternyata masalah nama TV lokal ini ada ceritanya. Konon, nama-nama kota besar di Indonesia sudah dipatenkan oleh suatu grup perusahaan di Bali. Mereka sudah mematenkan nama Surabaya TV, Jakarta TV, Bandung TV, Makassar TV, Medan TV, Jogya TV dan lain-lain.
Nah, ternyata pengusaha di kota-kota yang namanya sudah dipatenkan itu, “terpaksa” menyerah dan mencari nama lain. Karena Surabaya TV sudah ada pemiliknya, maka anak perusahaan JTV khusus untuk Surabaya Raya mencari nama baru. Jadilah SBO tersebut. Pengusaha Jakarta yang keduluan Jakarta TV (walaupun belum siaran) akhirnya membuat nama baru Jack TV, di Bandung lahir Parahyangan TV.
Masih ada lagi TV baru di Surabaya, Arek TV yang menjadi satu grup dengan TV One (perubahan nama dan manajemen) dari Latifi. Ada pula TV anak, TV-E (Education), TV Kesehatan dan lain-lain yang merupakan TV lokal di Surabaya.
Koran Langit On-Line
Selain Suratkabar, majalah, radio dan televisi, sekarang ada multi media lain yang menggunakan dunia maya. Penerbitan elektronik menggunakan internet yang dikenal dengan dot-com atau dot-net. Ada yang berdiri sendiri, seperti Detik Surabaya.Com (anak perusahaan Detik.Com), Berita Jatim.Com, Suara Surabaya.Net (bagian dari Radio Suara Surabaya) dan masih banyak lagi “koran langit” sebagai koran on-line dari penerbitan suratkabar edisi cetak.
Perkembangan mediamassa dari dari masa ke masa di Kota Surabaya yang kami sajikan ini, memberi gambaran bahwa Kota Pahlawan ikut mewarnai opini yang berkembang di tengah masyarakat. Mediamassa dengan masyarakat persnya berperan memberi dorongan dan semangat kejuangan, pendidikan dan pembangunan. Kecuali itu, kemajuan dan kemundurannya, sekaligus mengungkap dinamika industri mediamassa di kota Budi Pamarinda (Budaya, Pendidikan, Pariwisata, Maritim, Industri dan Perdagangan) Surabaya ini. ***
*) Yousri Nur Raja Agam MH – mantan Wk.Ketua Pwi Jatim
Filed under: KOTA, PENDIDIKAN, PERS & MENIAMASSA, SEJARAH, UMUM | Tagged: BJ Habibie, Deppen, Dot-com, Dot-net, Era reformasi, Internet, Radio, SIUPP, Suratkabar, Televisi, Yunus Yosfiah | 1 Comment »