Mengapa Walikota “Baru” Surabaya
Menolak Jalan Tol Tengah Kota?
Senin, 20-12-2010 13:28:23 oleh: Yousri Nur Raja Agam
Kanal: Layanan Publik
Sungguh aneh! Kota Surabaya yang sedang menuju kota modern, kota metropolitan, dan dipimpin oleh seorang sarjana teknik, ternyata berpola pikir “pendek”. Demikian guman dan celoteh lebih separuh wakil rakyat yang duduk di DPRD Kota Surabaya.
Adalah seorang perempuan bernama Ir.Tri Rismaharini,MT yang baru tiga setengah bulan menduduki jabatan walikota Surabaya, membuat pertikaian masyarakat. Walikota yang seharusnya menjadi penyegar, apalagi seorang ibu yang muslimah, ternyata berhati keras. Pergunjingan panjang tiada henti dan polemik di mediamassa juga menjadi-jadi. Belum lagi, obrolan dan debat kusir di warung kopi.
Risma – begitu walikota perempuan pertama di Surabaya itu akrab disapa – tanpa melihat “ukuran baju” yang dipakainya, seolah-olah sudah menjadi orang kuat. Entah “bisikan” apa yang didengar dari orang-orang di sekitarnya, ia “berani menantang tembok besar”.
Wanita yang sekarang mengenakan jilbab ini dengan gaya “gagah” melawan “kebijakan pemerintah pusat, pemerintah Provinsi Jawa Timur, Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Timur dan Perda Kota Surabaya, serta suara mayoritas rakyat Kota Surabaya yang diwakili DPRD Kota Surabaya”.
Alumnus ITS (Institut Teknologi Sepuluh November) Surabaya ini “mengajak” akademisi dari kampusnya berdemonstrasi menolak persetujuan sidang paripurna DPRD Kota Surabaya tentang persetujuan pembangunan jalan tol di tengah kota Surabaya. Dalam barisan insinyur itu, terlihat mantan Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur Prof.Dr.Ir. Daniel M.Rasjid, pakar permukiman Prof.Dr.Johan Silas dan mantan rektor ITS Prof.Dr.Soegiono.
Namun, belasan akademisi yang mengatasnamakan diri “Masyarakat Surabaya Menggugat” itu kalah dalam argumentasi di kantor DPRD Kota Surabaya. Bahkan, yang cukup memalukan, ucapan dua anggota delegasi, Sulistyanto Santoso dan Isa Anshori dinilai melecehkan dan mencemarkan lembaga DPRD Surabaya. Serta merta, dua orang intelektual ini diusir dari ruang sidang. Mereka digelandang empat petugas keamanan saat demo hari Jumat, 17 Desember 2010 itu.
Pemerintah Pusat
Pembangunan jalan tol di tengah kota Surabaya sudah dicanangkan cukup lama, saat Surabaya dipimpin Walikota Surabaya DR.H.Sunarto Sumoprawiro, tahun 1999. Proyek penanggulangan kemacetan lalulintas di Surabaya itu sebagai hasil studi para ahli dalam dan luar negeri yang peduli Surabaya. Pemerintah Pusat, melalui Kementerian Pekerjaan Umum – dulu Departemen PU – setelah mempertimbangkan berbagai hal sebelum memberi persetujuan pembangunan jalan tol di tengah kota Surabaya.
Wakil Walikota Surabaya, waktu itu Drs.H.Bambang Dwi Hartono,MPd yang mendampingi Cak Narto – panggilan akrab Sunarto Sumoprawiro – dan kemudian menjadi walikota Surabaya tahun 2002 – 2005 dan 2005 – 2010, pada awal tahun 2006 menerima surat persetujuan resmi dari Menteri PU. Surat Keputusan Menteri PU No.369/2005 itu bahkan menetapkan PT.Margaraya Jawa Tol (MJT) sebagai investor pelaksana jalan tol tengah kota Surabaya itu.
Berdasarkan Surat persetujuan Menteri PU No.369/2005 itu, kemudian DPRD Kota Surabaya mengesahkan Perda No.3 tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Surabaya. Perda ini pun sudah mendapat persetujuan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, sebelum disahkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Menteri PU kemudian menyempurnakan SK No.369/2005 dengan mengubahnya dengan Keputusan Menteri (Kepmen) PU No.360 tahun 2008..Namun, pelaksanaan pembangunan tak kunjung dilaksanakan. Dalihnya, investor masih kesulitan dana.
Pertengahan tahun 2010 ini, PT.MJT berhasil membentuk konsorsium , sehingga masalah pendanaan dapat diatasi. Proyek jalan tol tengah kota Surabaya yang bakal menghabiskan dana Rp 9,2 triliun itu bakal dibiayai perusahaan konsorsium. Dengan tetap menggunakan nama PT.MJT, saham perusahaan dibagi menjadi: PT.Jasa Marga 55 persen, PT DGI 20 persen, PT.PP 20 persen dan PT.Elnusa 5 persen.
Dengan perusahaan konsorsium dan dana segar yang bakal dikucurkan untuk pembangunan jalan tol tengah kota yang sudah lama dirancang itu, PT.MJT menghubungi Pemkot Surabaya dan juga Pemprov Jatim. Pertemuan dengan Pemkot Surabaya dihadiri Walikota Surabaya, Bambang DH yang saat itu berada pada akhir masa jabatannya.
Bambang DH didampingi Plt.Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya Ir.Hendro – sebab saat itu Kepala Bappeko Tri Rismaharini sudah mengundurkan diri, karena mempersiapkan diri menjadi calon walikota Surabaya. Pejabat lain yang juga mendampingi Bambang DH adalah, Asisten I Sekretaris Kota Surabaya bidang Pemerintahan Hadi Siswanto Anwar,SH, Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Ir.Arief Darmansyah, serta staf ahli walikota Dr.Ir.Djamhadi yang juga Ketua Kadinda Kota Surabaya.
Risma Menolak
Nah, begitu Pemerintah Pusat menyatakan pembangunan jalan tol tengah kota di Surabaya tidak lama lagi akan dilaksanakan, walikota “baru” Tri Rismaharini merasa dilangkahi. Ia tersinggung dan “kebakaran jenggot”.
Berulang-ulang Risma menyatakan menolak rencana Pemerintah Pusat untuk membangun jalan tol di tengah kota Surabaya. Gubernur Jawa Timur Dr.H.Soekarwo sebagai kepala pemerintahan yang merupakan kepanjangtangan pemerintah pusat, berada pada posisi “serba salah”. Betapa tidak, sebagai gubernur Pakde Karwo – begitu Soekarwo akrab disapa – harus menjadi pengaman kebijakan pusat. Sedangkan sebagai kepala daerah Jawa Timur, mantan Sekda Jatim ini harus mengayomi para kepala daerah di Jawa Timur.
Risma bersikukuh menolak rencana pembangunan tol tengah kota Surabaya itu. Mantan Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Surabaya itu, mengharapkan yang ditindaklanjuti adalah pembangunan jalan lingkar timur dan lingkar barat Surabaya. Ia melihat, pembangunan tol tengah kota tidak akan memecahkan masalah kemacetan lalu-lintas di Surabaya. Justru, kalau jalan lingkar yang diprioritaskan, maka akan membuat kemacetan tengah kota akan berkurang. Sebab, kemacetan yang terjadi di tengah kota, akibat masih kurangnya jalur jalan raya di pinggir kota.
Dr.Ir.Djamhadi yang menjadi mantan staf ahli walikota Surabaya, menyatakan seharusnya walikota Tri Rismaharini bisa berpikir jernih. Proyek pembangunan jalan tol itu, merupakan pemecahan masalah lalu-lintas jangka panjang di tengah kota.
Mantan Gubernur Jatim HM Basofi Soedirman, juga menyatakan heran, mengapa proyek yang dibiayai dengan uang pemerintah pusat di lahan yang juga milik pemerintah pusat, kok ditolak Walikota Surabaya. Memang, katanya, sewaktu menjadi gubernur Jatim, ia merasakan pembangunan jalan tol tengah kota Surabaya itu perlu.
“Tetapi, kalau sekarang dianggap tidak perlu, saya juga tidak mengerti”, ujar pelantun lagu “Tidak Semua Laki-laki” itu.
Beberapa anggota DPRD Kota Surabaya, yang mayoritas menyetujui jalan tol tengah kota, menyatakan pembangunan jalan tol tengah kota Surabaya sebagai alternatif terbaik menjelang tahun 2025 mendatang. Sementara itu, jalan lingkar timur dan lingkar barat juga tetap dibangun. Surabaya masa depan, harus memperhitungkan jumlah kendaraan dengan ruas jalan yang ada. Artinya, walikota sebagai pengambil kebijakan tidak hanya berpikir jangka pendek. ***.
Filed under: KOTA, PEMERINTAHAN, POLITIK, UMUM | Tagged: DPRD Kota Surabaya, ITS Surabaya, jalan tol, jalan tol tengah kota surabaya, Johan Silas, PT.Margaraya Jawa Tol, Tri Rismaharini, Walikota Surabaya | 19 Comments »