Munumen Pers
Perjuangan Surabaya
Di Jalan Tunjungan 100
(Riwayat LKBN Antara Surabaya)
Oleh: Yousri Nur Raja Agam MH *)
TULISAN “Munumen Pers Perjuangan Surabaya” terpampang di dinding gedung di Jalan Tunjungan nomor 100 Surabaya. Apabila kita dari arah Jalan Basuki Rachmat menuju Jalan Embong Malang, tulisan itu sangat jelas. Tentu akan menjadi tanda tanya masyarakat, terutama generasi muda, apa sebabnya gedung yang terletak di pojok Jalan Tunjungan dan dan juga disebut Jalan Embong Malang No.2 itu ditempeli tulisan Munumen Pers Perjuangan Surabaya.
Padahal, gedung itu dipergunakan untuk kegiatan penjualan arloji merek SEIKO dan ALBA. Memang, dulu gedung itu merupakan tempat bersejarah bagi pers nasional di Surabaya dan Indonesia. Di masa perjuangan kemerdekaan tempat itu mempunyai peran penting. Gedung ini dulu digunakan sebagai pusat kegiatan Kantor Berita Indonesia. Sekaligus markas pers pejuang di tahun 1945. Itulah sebabnya gedung ini dimasukkan ke dalam cagar budaya Kota Surabaya sebagai gedung bersejarah. Gedung ini dinamakan “Munumen Pers Perjuangan Surabaya”.
Sangat disayangkan, monumen ini belum diisi dengan alat peraga dan benda bersejarah, khususnya perangkat yang digunakan wartawan masa perjuangan atau foto-foto hasil liputan wartawan di masa itu. Bahkan, siapa yang mengelola monumen inipun hingga kini belum jelas.
LKBN Antara
Kantor Berita Indonesia (KB Indonesia) ini berdiri secara resmi 1 September 1945 yang didirikan oleh mantan wartawan dan karyawan kantor berita Domei Cabang Surabaya. Sejak jatuhnya pemerintahan balatentara Jepang, kantor berita Domei Cabang Surabaya, bagaikan “kantor tak bertuan”. Karena tidak ada kegiatan, sebagian karyawan membawa peralatan kantor pulang ke rumah masing-masing. Alat-lat itu antara lain pesawat radio, pemancar dan penerima (transmitter dan receiver).
Selain pengiriman dan penerimaan berita melalui perangkat telekomunikasi dan morse, KB Indonesia juga menerbitkan bulletin berita bernama “Siaran Kilat”. Kantor berita ini, merupakan kantor cabang pertama yang melepaskan dirinya dari kantor pusat Domei di Jakarta. Kecuali itu dengan menerbitkan sendiri bulletin berita, para wartawannya menggunakan gedung ini sebagai markas wartawan dan pers pejuang.
Menurut Wiwiek Hidayat, mantan kepala cabang LKBN Antara Surabaya, yang merupakan salah seorang di antara wartawan KB Indonesia itu, sewaktu masih hidup kepada penulis bercerita tentang berbagai aktivitas di gedung itu. Salah satu yang berkesan, kata almarhum Wiwiek Hidayat, adalah kesempatan memotret dan memberitakan peristiwa perobekan bendera merah-putih-biru (bendera Belanda) di atas gedung hotel Orange (yang di zaman Jepang diganti namanya menjadi hotel Yamato). Para wartawan KB Indonesia merupakan saksi mata dan bahkan ada di antaranya menjadi pelaku aksi massa insiden perobekan bendera yang mengawali kisah perjuangan Arek Suroboyo pada tanggal 10 November 1945.
Ada yang berkesan bagi para wartawan pejuang ini, karena untuk kegiatan operasional KB Indonesia itu, modal kerjanya urunan di antara wartawan dan karyawan. Para wartawan yang bergabung pertama kali di KB Indonesia itu adalah: RM Bintarti, Amin Lubis dan Sjamsoel Arifin. Sedangkan yang mengolah pemberitaan di dapur redaksi adalah: Soetomo (Bung Tomo), Wiwiek Hidayat, Fakih Hassan, Mashoed, Ki Soemadji Adji Wongsokoesoemo, Lukitaningsih, Soetojo, Toety Agoestina Askaboel (yang kemudian dikenal sebagai Ny.Toety Azis – Surabaya Post), Abdoel Wahab dan Soekarsono. Di bagian redaksi asing, ada Gadio Atmosantoso, Soedjoko, Rachmat dan Karmadi.
Di bagian telekomunikasi ditangani Hidajat (salah seorang pemberontak di atas kapal ‘Zeven Provincien’), Yacob, Soedarno, Soemarsono, Koesnandar, Soewardi, Hasan Basri, Alimoen, Ali Oerip dan Anwar Idris. Di bagian administrasi ada Mohammad Sin, Soemardjo, Soeidjo, Moeljaningsih dan Giman.
Sebagai kantor berita di negara Indonesia yang sudah resmi merdeka itu, KB Indonesia berperan menyampaikan berita ke dunia internasional. Sumber informasi KB Indonesia ini berasal dari siaran radio dalam dan luar negeri.
Yang menarik, setiap hari kantor ini ramai dikunjungi warga Surabaya, untuk membeca berita yang ditempel di depan gedung ini.
Tanggal 1 Oktober 1945, Arek-arek Surabaya melucuti senjata tentara Jepang dan mengambil alih beberapa kantor yang sebelumnya dikuasai Jepang. Salah satu di antaranya adalah gedung KB Domei di Alun-alun straat 30 (Gedung PT.Pelni di Jalan Pahlawan 112 sekarang). Karena kantor ini mempunyai peralatan yang cukup lengkap, KB Indonesia dipindahkan ke sini. Tetapi, penerbitan bulletin “Siaran Kilat” tetap di Tunjungan 100.
Bung Tomo bersama Jacob berangkat ke Jakarta. Bung Tomo berhasil menemui Presiden Soekarno dan melaporkan tentang aksi arek Surabaya melucuti senjata tentara Jepang. Kesempatan berada di Jakarta itu digunakan pula oleh Jacob, menemui Adam Malik yang juga mendirikan Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara 1 September 1945. Nah, karena KB Indonesia di Surabaya beridri sendiri, maka Jacob minta izin kepada Adam Malik untuk menggabungkan KB Indonesia Surabaya menjadi bagian LKBN Antara. Setelah mendapat persetujuan, resmilah berdiri LKBN Antara Cabang Surabaya.
Akibat peperangan dengan tentara Sekutu dalam peristiwa 10 November 1945, LKBN Antara terpaksa memboyong perangkat kerjanya dan alat komunikasinya ke rumah Wiwiek Hidayat di Mojokerto. Di sini Wiwiek Hidayat bersama RM Bintarti terus melakukan kegiatan LKBN Antara dan wartawan lainnya melakukan kegiatan dalam pengungsian yang terpencar di Sidoarjo, Bojonegoro dan Malang, serta ada pula yang bertahan di Surabaya.
Dalam pengungsian itu pula, beberapa wartawan menerbitkan suratkabar. Soedjono dengan beberapa wartawan tetap menerbitkan Siaran Kilat. Amartiwi dan A.Azis menerbitkan Soeara Rakjat (baca: Suara Rakyat) di Malang, kemudian bekerjasama dengan Moch.Sofwanhadi, koran Soeara Rakjat diboyong ke Surabaya. Dalam kancah pergolakan dalam peristiwa 10 November, koran ini kemudian dipimpin oleh R.Toekoel Soerohadinoto. Selain memberitakan pertempuran, koran ini juga memuat nama-nama pejuang dan arek-arek Surabaya yang gugur.
Akibat pemberitaan Soeara Rakjat yang cukup tajam dan dinilai menghasut rakyat, membuat penguasa dari pihak Inggris melakukan tekanan dan teror terhadap penerbit Soeara Rakjat.
Setelah suasana di Surabaya agak aman, kantor LKBN Antara melakukan kegiatan di rumah Wiwiek Hidayat di Jalan Raya Ketabang (sekarang Jalan Jaksa Agung Suprapto). Menurut Syahrul Bachtiar Hidayat, salah seorang putra almarhum Wiwiek Hidayat, rumah itu dipergunakan sampai tahun 1960-an sebagai kantor LKBN Antara Surabaya. Kemudian, kembali menempati kantor di Jalan Pahlawan 114 dan kemudian pindah ke kantor Gubernur Jatim Jalan Pahlawan 110.
Setelah Wiwiek Hidayat pensiun tahun 1980, pimpinan LKBN Antara Surabaya diganti oleh Atmo Kurdi (1980-1992), kemudian Tukidjan (1992-1999). Pada tahun 1997, dilakukan pembenahan kantor gubernur dan kantor LKBN Antara pindah ke kantor sendiri di Jalan Darmo Baru Barat 58 Surabaya. Sejak tahun 1999, pimpinan LKBN Antara Surabaya dipercayakan kepada Indro Sulistyo yang juga menduduki jabatan Sekretaris PWI Cabang Jawa Timur. Indro mengakhiri tugasnya 20 Oktober 2005, kemudian menjadi pimpinan LKBN Antara di Ambon, Maluku. Jabatan yang ditinggal Indro digantikan oleh Ny.Farocha.
Pada awal 2007, kantor LKBN Antara Surabaya, pindah ke Jalan Kombespol M.Duriat 41 A Surabaya. Setelah tiga tahun mengendalikan Antara Surabaya, rotasi kepemimpinan di Surabaya kembali berputar. Ny.Farocha pada tanggal 1 Agustus 2008 menyerahkan jabatannya kepada Kliwantoro. Masa jabatan Kliwantoro berakhir 17 Maret 2010.
Jabatan Kepala LKBN Antara Jawa Timur dari Kliwantoro berpindah kepada Ahmad Munir. Acara pengukuhan Cak Moner — panggilan akran Ahmad Munir — yang menduduki jabatan Ketua SIWO (Seksi Wartawan Olahraga) PWI Jatim ini dilakukan Gubernur Jawa Timur Dr.H.Soekarwo, di gedung Bina Loka Komplek Kantor Gubernur Jatim di Jalan Pahlawan 110 Surabaya.***
*) Yousri Nur Raja Agam — mantan Wk.Ketua PWI Jatim.
Filed under: Budaya, KOTA, PENDIDIKAN, PERS & MENIAMASSA, SEJARAH | Tagged: 10 November 1945, Abdoel Wahab, Ahmad Munir, ALBA, Atmo Kurdi, Bung Tomo, Cagar Budaya, Domei, Embong Malang, Fakih Hasan, Farocha, Gadio Atmosantoso, Hotel Yamato, Indro Sulistyo, Insiden Bendera, Kantor Berita Indonesia, Ki Soemadji Adjiwongsokoesoemo. Lukitaningsih, Kliwantoro, LKBN Antara, Mashoed, Moeljaningsih, Monumen Pers, Monumen Pers Perjuangan, Museum Pers, SEIKO, Soedjoko, Soekarsono, Soetojo. Toety Agoestina Askaboel, Toety Azis, Tukidjan, Tunjungan Surabaya, Wiwiek Hidayat, Zeven Provincien | 7 Comments »