XIAMEN SISTER CITY SURABAYA

Berguru ke Negeri China:

Sumber Air Minum Kota Xiamen

Juga dari Sungai Seperti Surabaya

Yousri Nur RA  MH

Laporan: Yousri Nur Raja Agam  MH

PERJALANAN jurnalistik ke negeri China, akhir pekan di Bulan Juni 2012, memang lebih menarik. Penerbangan langsung dari Bandara Juanda Surabaya di Sidoaro ke Hongkong dengan pesawat terbang Cathay Pasific CX 780  memakan waktu 4 jam 45 menit. Setelah mendarat di bekas koloni Inggris, Hongkong, penerbangan berlanjut ke kota Beijing dengan kapal terbang Dragon Air KA 902. Tiga jam 20 menit melangit di atas awan Negeri Tirai Bambu itu, pesawat kami kemudian mendarat di Bandara Beijing.

Di kota, yang penerbangannya  paling sibuk di dunia itu, selusin wartawan Kota Surabaya, melakukan karyawisata pers. Sebagaimana umumnya turis dari mancanegara maupun lokal, melancong ke tembok panjang (great wall) China sangat mengesankan. Begitu pula saat berada di tengah kota Beijing, di sekitar Tiananmen. Banyak gedung kuno dan bersejarah di sekitar lapangan yang dikenal saat terjadi revolusi peralihan rezim Mao Zhedong (Mao Tse Tung) ke penguasa Deng Xiaoping tahun 1990-an.

Nanis Chairani

Kendati bulan akhir Juni itu sudah memasuki musim panas, kami mendapatkan cuaca berbeda. Pagi hari udara berkabut dan gerimis, kemudian hujan turun cukup lebat. Secara otomatis masyarakat Tiongkok mengembangkan payung dan ada yang mengenakan jas hujan. Dalam suasana yang sejuk itu kami menjelajahi kawasan Tiananmen, melihat peninggalan dinasti-dinasti zaman dulu.

Kita dapat menyaksikan kebesaran Tiongkok zaman dulu melalui Monumen Perjuangan Rakyat, Museum Nasional China,  Gedung Memorial Ketua Mao Zedong,  Pertunjukan seni layar lebar di tengah lapangan Tiananmen. daerah yang disebut Kota Terlarang (Forbidden City) dan masih banyak lagi yang lain.

Lepas dari melihat berbagai obyek wisata selama dua hari dua malam di ibukota RRC (Republik Rakyat China) itu, kami terbang ke  Kota Xiamen. Terbang dari Beijing pukul 06.55 waktu setempat dengan pesawat terbang Xiamen Air nomor penerbangan MF 8170, kami mendarat di Bandara Kota Xiamen pukul 09.40. Kota Xiamen adalah  salah satu di antara dua Kota Kembar Surabaya di China, di samping Guangzhow.

Kota Xiamen berada di Provinsi Fujian, China Selatan ini berada di pinggir laut menghadap negara tetangga Taiwan. Konon dari wilayah inilah asal-usul dan leluhur terbanyak para Taipan atau China perantauan yang ada di Indonesia.

Pengelolaan Air Minum

Xiamen sebagai kota kembar atau sister city Surabaya memang sudah lama membina hubungan kerjasama antarpemerintahan. Untuk meningkatkan kerjasama itu, berbagai masalah yang mempunyai banyak persamaan dibahas dalam berbagai perjanjian. Di antaranya masalah pendidikan, budaya, pariwisata,  industri dan kegiatan usaha, serta maritim (kepelabuhanan).

Pelabuhan samudera Kota Xiamen yang cukup besar itu menghadap ke laut lepas berbatasan dengan negara tetangganya Taiwan. Banyak kemiripan, antara Kota Surabaya dengan Kota Xiamen di segi kemaritiman. Sehingga, di samping ada kerjasama antarkota Surabaya dengan Xiamen, juga ada kerjasama antara Surabaya Port (Tanjung Perak) dengan Xiamen Port.

Ada dua sasaran pokok, selusin wartawan yang didampingi Kabag Humas Pemkot Surabaya, Dra.Nanis Chairani,MM ini ke Kota Xiamen. Pertama studibanding pengelolaan Air Minum dan yang kedua penataan cagar Budaya di Kota Xiamen. Memang dua hal itu, cukup menarik untuk dijadikan “guru” bagi kota Surabaya. Tidak dapat disangkal, bahwa pengelolaan air minum untuk warga kota yang dilakukan PDAM Kota Xiamen bersama Xiamen Water Group Co.Ltd layak untuk “ditiru”.

Mr. Wang Quang Ming (baju putih)

Sebelum berangkat ke China, kami yang akan melaksanakan tugas jurnalistik mendapat bekal tentang pengelolaan air minum di Surabaya oleh Direktur Utama PDAM (Perausahaan daerah Air Minum) Kota Surabaya, Drs.H.Ashari Mardiono. Kami memperoleh gambaran umum dan teknis tentang PDAM Surabaya, sejak produksi sampai distribusi.

Banyak persamaan yang mungkin bisa dikaji. Sama dengan Kota Surabaya, hampir 80 persen sumber air minum di Xiamen juga berasal dari air sungai. Kalau di Surabaya, sumbernya dari Kali Surabaya, di Xiamen dari Sungai Jiulong. Apabila di Surabaya ada sumber air yang berasal dari mataair Umbulan dan Pandaan sekitarnya, di Xiamen  juga dari dua titik sumber alam Kin Shi dan Shi Tau di kaki bukit pinggir kota Xiamen.

Memang struktur alam Kota Surabaya ada bedanya dengan Kota Xiamen. Kalau Surabaya seluruhnya berada di dataran rendah, Kota Xiamen juga kota pinggir laut yang berbukit dan gunung. Beda dengan Surabaya, di samping ada jalan dan jembatan melintas sungai, di Xiamen ada jalan yang dibuat dengan terowongan menembus bukit dan gunung.

Sumber air minum untuk PDAM Xiamen sekitar 40 kilometer di luar kota, tetapi masih dalam Provinsi Fujian, Sama dengan Surabaya yang sumber airnya ada di Pasuruan dan Mojokerto, sama-sama Provinsi Jawa Timur. Tetapi, di China daerah setingkat kabupaten-kota tidak punya otonomi seperti di Indonesia. Semua berada dikuasa negara di  bawah pemerintah pusat. Begitu pula dengan air di Sungai Jiulong, pengelolaannya di bawah pemerintah pusat, bukan seperti di Jawa Timur, dikelola oleh swasta PT.Jasa Tirta.

Maskot Kota Xiamen

Kesamaan lain, air dari sungai menjadi air minum di Xiamen juga diolah di instalasi penjernihan air minum (IPAM) seperti di Karang Pilang dan Ngagel. Kalau di Surabaya, air sungai hanya dibendung di dekat IPAM, di Karang Pilang, Gunungsari dan Jagir Wonokromo, lain dengan di Xiamen, di sana air sungai dimasukkan ke gudang air. Istilah gudang air yang diucapkan penerjemah itu sebenarnya sama dengan waduk, telaga, embung atau bozem di Jawa.

Kepala Dinas Tatakota, Pertamanan dan Pengairan Kota Xieman (Chief engineer of Xiamen Municipal Park Bureau) Mr. Wang Quang Ming mengatakan, gudang-gudang air itu antara lain disebutkan gudang air  Ji Mei, Chang Cho dan Hai Chang. Ke tiga gudang air yang berjauhan itu terkoneksi dengan pipa besar. Dengan demikian volume air dari satu gudang air dengan gudang air lainnya dapat dikontrol secara terpadu.

Memang ada dilema. jika musim hujan pemakaian air tidak terlalu banyak, tetapi sumber air melimpah. Sebaliknya di musim panas sumber air sedikit kebutuhan air meningkat. Untuk itulah, pengendalian keburuhan air dikalukan di gudang air itu.

Air yang diolah di IPAM itu, sama juga dengan di Surabaya, menggunakan sistem pengendapan dan kimiawi. Air yang didistribusikan ke rumah-rumah, apartemen, hotel dan tempat-tempat umum dan kegiatan usaha, semuanya sudah teruji kualitasnya.

Menyinggung masalah amannya air selama dalam perjalanan dari hulu ke hilir, ternyata Pemerintah China sudah mengantisipasi.  Pencemaran yang mungkin terjadi akibat adanya kegiatan industri di bagian hulu, selalu diawasi. bahkan daerah yang dilalui sungai untuk kebutuhan air minum mendapat kompensasi dari pemrintah, ujar Wang Quang Ming.

Pemerintah menyediakan dana 100 juta Yuan atau RMB,  sekitar Rp 150 miliar per-tahun untuk perawatan sumber air, termasuk bantuan kepada warga yang berada di DAS (Daerah Aliran  Sungai) Jiulong.

Jumlah penduduk Kota Xiamen yang dilayani oleh PDAM Xiamen mencapai 3,5 juta jiwa. produksi air minum sekitar 1,2 juta ton per-hari, Namun baru sekitar 820 ribu ton per-hari yang dikonsumsi warga. Jadi, produksi air minum di Kota Xiamen, kata Mr.Wang, memang melebihi kebutuhan sekitar 380 ribu ton per-hari.  Kendati demikian, dengan pertumbuhan penduduk yang diperkirakan mencapai 4,5 juta tiga empat tahun ke depan, maka kapasitas produksi kami targetkan 2,3 juta ton per-hari.

Perusahaan milik Pemerintah Kota Xiamen ini, juga menerima keluhan masyarakat konsumen. Untuk menerima keluhan warga, kami sediakan tujuh loket pelayanan dan pengaduan. Selain itu, juga ada pelayan dan menerima pengaduan secara on line. Pengaduan yang masuk, selalu dipublikasikan melalui website, sehingga dapat diketahui secara terbuka. Pokoknya, kami bekerja dengan sebuah semboyan “Melayani dengan semangat dan sepenuh hati”, kata Wang. (**)

Bandaraya Shah Alam Sister City Kota Surabaya


HM Yousri Nur Raja Agam bin AJB Datuk Raja Labih dengan Dato' Mazalan Md.Noor (Datuk Bandaraya Shah Alam, Selangor, Malaysia)

Oleh: Yousri Nur RA MH *)


TIDAK hanya manusia dan makhluk hidup yang punya saudara. Kota Surabaya juga punya “adik perempuan” – terjemahan langsung dari “siter city”. Dalam hubungan kerjasama antarkota, sister city ini diterjemahkan sebagai “kota kembar”.

Kerjasama antarkota, baik sesama pemerintah kota di dalam satu negara, maupun dengan kota di mencanegara, biasanya disepakati karena adanya kesamaan kepentingan. Bisa berhubungan dengan kesamaan budaya, persamaan kegiatan bisnis, kesamaan dalam letak geografis dan sebagainya.

Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, selama ini sudah menjalin hubungan kerjasama dengan berbagai kota di Indonesia. Namun yang sudah ditetapkan dalam bentuk kerjasama berkelanjutan, diawali dengan Kota Seattle di Amerika Serikat, Kota Kochi di Jepang dan Kota Busan di Korea Selatan. Ke tiga kota di mancanegara itulah yang merupakan “adik perempuan” (sister city) Kota Surabaya di tahun 1990-an.

Masjid di Badaraya Shah Alam, Selangor, Malaysia (Yous-Foto)

Setelah tiga kota yang sudah resmi mengawali ikatan kesepahaman berupa MoU (Memorandum of Understanding), menyusul sembilan kota lain. Penandatangan kesepatakatan “niat” ini dikenal dengan LoI (Letter of Intent) dan joint declaration. Ke sembilan kota itu diresmikan menjadi kota kembar  yang diikat dengan MoU. Peresmian ini berlangsung pada acara Sister City Forum (Forum Kota Kembar) di Surabaya, tanggal 29 hingga 31 Agustus 2005.

Delapan kota itu kemudian diikat dengan MoU, yakni: Kota Kitakyushu (Jepang), Kota Izmir (Turki), Kota Guangzhou, Kota Xiamen, Kota Kunming (Cina), Kota Cebu (Filipina), Kota Rotterdam (Belanda) dan Kota Monterry (Meksiko). Namun tidak seluruh kota-kota di mancanegara itu melanjutkan dengan penandatanganan kesepahaman atau MoU.

Kendati Surabaya sudah mendunia dan berakrab-akrab dengan kota-kota di berbagai penjuru bumi, Kota Surabaya pun sudah menjalin kemesraan dengan tiga kota di dalam negeri. Kerjasama kota setanah air itu, sudah dicanangkan dengan tiga kota, yakni Kota Jogjakarta (DI Jogjakarta), Kota Padang  (Sumetera Barat) dan Kabupaten Gresik (Jawa Timur).

Shah Alam

Jalinan persaudaraan Kota Surabaya yang terbaru adalah dengan Kota Shah Alam di malaysia. Saat ini kemesraan dengan adik perempuannya (sister city) “yang cantik belia” dari Malaysia itu sedang menggebu-gebu. Kota Shah Alam resmi disebut MBSA (Majelis Bandaraya Shah Alam) atau Pemerintah Kota Raya Shah Alam yang terletak di Negara Bagian Selangor, Malaysia.

Berbagai informasi dan alat peraga sebagai pertanda ikatan Kota Kembar Kota Shah Alam dengan Kota Surabaya terletak di aula Kantor Walikota (Majelis Bandaraya) Shah Alam

Boleh dikatakan, kota kembar Surabaya yang masih baru ini benar-benar muda belia. Kota ini benar-benar “baru” dalam arti segalanya untuk sebuah kota. Sebab, kawasan kota ini didirikan di atas bekas lahan perkebunan kelapa sawit. Begitu indahnya kota yang masih baru ini , diibaratkan  “gadis yang cantik belia”.

Betapa tidak, sebab secara resmi berdirinya kawasan permukiman Shah Alam ditandai dengan deklarasi tanggal 7 Desember 1978. Sedangkan statusnya sebagai Kota Raya oleh Pemerintah Negara Persatuan Malaysia baru tanggal 10 Oktober 2000 lalu. Kota Shah Alam ditetapkan menjadi ibukota Negara Bagian Selangor, pindahan dari Kuala Lumpur. Sedangkan Kota Kuala Lumpur menjadi kota otonom sebagai Daerah Khusus, ibukota dari Negara Persatuan Malaysia yang mempunyai sembilan negara bagian.

Di kota Shah Alam yang luasnya 290 kilometer persegi itulah Kerajaan Selangor yang menyandang moto wilayah “Islami” itu dikendalikan. Sehingga tdaklah mengherankan, apabila di berbagai penjuru kota, terlihat masjid-masjid  besar dan indah. Bahkan, pusat administrasi Pemerintahan Persatuan Malaysia di Kota Putrajaya yang juga berada di negara bagian Selangor sangat bernuansa Islami.

Istana Perdana Menteri Malaysia mempunyai kubah seperti masjid Nabawi di Arab Saudi. Berdekatan dengan istana PM Malaysia itu berdiri Masjid Agung Putrajaya. Bukan hanya itu, berbagai kantor pemerintahan pun banyak yang mempunyau atap berkubah seperti masjid. Salah satu di antaranya yang cukup besar adalah Istana Kehakiman (Kementerian Kehakiman) Malaysia.

Guru Berguru

Perlu dipartanyakan, apakah untung-ruginya Surabaya menjalin kerjasama kota kembar dengan Kota Shah Alam di Malaysia itu? Ternyata ada. Bahkan cukup mengasyikkan. Ini terungkap saat rombongan wartawan Surabaya berkunjung ke Malaysia, akhir April 2010 lalu. Sebuah pernyataan tulus disampaikan oleh Walikota atau disebut Datuk Bandar Shah Alam bernama Dato’ Mazalan Md.Noor, bahwa mereka akan berguru kepada Kota Surabaya. Banyak pengalaman dari Kota Surabaya yang sudah berusia 700 tahun lebih itu yang perlu kami jadikan pelajaran, katanya.

Dato' Mazalan Md.Noor diwawancarai para wartawan dari Surabaya di Kota Shah Alam

Timbalan Datuk Bandar atau Wakil Walikota Shah Alam, Mohtar Hani, menambahkan, kota Shah Alam yang belia ini akan belajar kepada buyutnya yang sudah berusia 717 tahun pada tanggal 31 Mei 2010 ini. “Kami ingin tahu bagaimana Kota Surabaya memelihara kota, memelihara budaya, mengatur penduduk yang jumlahnya hampir tiga juta orang itu. Bahkan penduduk Surabaya di siang hari bisa mencapai enam juta orang, karena banyak penduduk sekitar bekerja di Surabaya”, ujarnya.

Kepala Bagian Kerjasama atau Pengarah Korporat Pemerintah Kota Shah Alam, Puan Hj.Asmah Mohd Zin, memaparkan sejarah dan perkembangan Kota Shah Alam dari dulu hingga sekarang. Bahkan rencana jangka menengah dan jangka panjang pun diungkap secara rinci.

Nah, sebagai Kota “baru dan modern”, Kota Shah Alam memang beda dengan kota-kota lama. Kota ini dibangun dengan tekad sebagai kota “tercanggih di dunia”. Kota dengan menggunakan piranti-piranti teknologi mutakhir.

Wartawan Surabaya foto bersama Timbalan Datuk Bandar Bandaraya Shah Alam Dato Mohtar Hani di MBSA

Kota Shah Alam akan menjelma sebagai pusat Hi-Tech yang disebut MSC (Multimedia Super Corridor). Bandaraya Shah Alam nantinya akan sama dengan kota Hi-Tech di San Francisco, Amerika Serikat, kata Direktur MSC, Eu Hong Chew saat wartawan berkunjung ke kantornya.

Sebagaimana kita ketahui, berbagai perusahaan Hi-Tech lahir di Ngarai Silikon (Silicon Valley), yakni julukan untuk kota di kawasan San Francisco. Sebut saja misalnya perusahaan yang menguasai dunia maya, internet, seperti: Google, Yahoo, Apple, Intel, e-Bay, Adobe, Hawlett-Pakkart, Cisco dan masih banyak lagi.

Jadi,  ujar Hong Chew, Shah Alam akan menjadi kota berteknologi tinggi seperti Santa Clara, San Jose, Palo Alto, Sunnyvale dan kota lain yang berada di San Francisco Selatan, Amerika Serikat itu.

Ruang Informasi dan Teknologi (IT) di salah satu rumah susun di kota Shah Alam

Tahapan Shah Alam dan beberapa kota di Selangor menjadi kota berteknologi canggih sudah terlihat. Tampilan mewah dan rapi jalur kota, bangunan, fasilitas dan utilitas, serta infrastruktur  sudah terlihat. Kota Putraja dan Cyberjaya sebagai sebuah kenyataan yang bukan hanya mimpi.

Salah satu contoh yang ada, jika diperhatikan secara seksama adalah perangkat teknologi berupa kamera pengintai yang ada di setiap persimpangan jalan dan tempat tertentu. Kabel-kabel listrik, telepon, saluran air minum dan gas, semuanya berada di bawah tanah. Tidak ada pemandangan yang semrawut seperti kabel lestrik, telepon, dan pipa air minum seperti di Surabaya. Lampu-lampu taman, jembatan dan bangunan serba seni dan artistik.

Sekretaris Kota Surabaya, H.Sukamto Hadi,SH saat melepas keberangkatan rombongan wartawan Pokja Pemkot Surabaya, mengatakan, memang benar walaupun Kota Shah Alam itu masih muda belia, tetapi kita pun layak “berguru” ke sana. Penataan kota dan pengelolaan teknologi informasi yang serbacanggih itu adalah salah satu di antara yang dijadikan nota kesepahaman antara Kota Surabaya dengan Kota Shah Alam. Tidak ada salahnya, kita yang dijuluki “kota tua” ini berlajar dari “kota muda” yang pintar dan cantik itu, katanya.

Banyak hal yang bisa diperoleh dari Kota Shah Alam sebagai kota kembar Surabaya. Tidak hanya penataan kota berteknologi, tetapi juga penataaan bangunan, rumah , tempat usaha, sarana dan prasarana yang terpadu.

Memang, ujar Datuk Mohtar Hani, warga kota Shah Alam tergolong “tidak ada yang miskin”. Sebab, standar hidup warga kota dua kali lipat di atas rata-rata warga Malaysia pada umumnya. Pemerintah Kota Shah Alam dan negara bagian Selangor menetapkan standar penghasilan minimal 1.500 ringgit Malaysia per-orang. Padahal untuk wilayah negara Persatuan Malaysia yang terdiri sembilan negara bagian masih RM 750 atau 750 ringgit Malaysia. Kecuali itu, Pemerintah Kota bertanggungjawab atas kesehatan dan pendidikan warga kotanya. Salah satu sumber dana yang cukup bagus adalah dari Zakat yang dikelola oleh Amil yang berada di bawah pemerintah.

Rumah Susun

Puspasari staf Humas MBSA berpose di depan Kondominium atau rumah susun di Bandaraya Shah Alam

Di Kota Shah Alam, tidak ada gelandangan dan pengemis. Seluruh penduduk mempunyai rumah yang disediakan oleh Pemerintah Kota Shah Alam dan raja Kerajaan Selangor. Penataan rumah-rumah penduduk sudah diantisipasi sejak awal. Selain rumah-rumah biasa bagi yang berpendapatan tinggi, bagi awam – sebutan untuk masyarakat umum – disedikan rumah susun dengan berbagai tipe.

Ada yang disebut kondominium – rumah flat seperti apartemen mewah –  dan ada yang sedehana. Namun sesederhana rumah keluarga di rumah susun itu, satu unit keluarga menempati tiga ruangan. Masing-masing satu kamar untuk kepala keluarga, untuk anak, ruang tamu dan satu kamar pembantu dengan dapurnya. Di samping ada tangga, juga dilengakapi dengan lift. Di setiap blok rumah susun di bagian bawah ada tempat parkir mobil dan sepedamotor, Di samping itu, tersedia toko kebutuhan tumahtangga dan dilengkapi pula dengan ruangan wartel dan warnet.

Suasana di sekitar rumah susun atau kondominium itu sangat asri dengan pertamanan dan lingkungan dengan fasilitas saluran pematusan, listrik, air, gas, telepon dan tempat berolahraga yang tertata rapi.

Berdasarkan keterangan yang diperoleh, ternyata di Kota Shah Alam ini jumlah gedung sekolah mulai tingkat pendidikan anak usia dini, Play Group, TK, SD, sekolah menengah sampai perguruan tinggi cukup banyak. Bahkan melebihi dari jumlah kebutuhan warga Kota Shah Alam sendiri. Dengan demikian, maka tidak sedikit warga dari daerah lain, bahkan mancanegara menuntut ilmu di kota Shah Alam, Selangor ini. Walaupun pada umumnya warga memiliki kendaraan pribadi, tetapi murid dan siswa  berangkat dan pulang sekolah menggunakan bus sekolah yang disedikan pemerintah  secara gratis

Nah! Kota Surabaya, mempunyai kesamaan kepentingan dengan kota Shah Alam ini. Ada hal-hal yang positif bisa dilakukan dalam hubungan antarkota. Bahkan, Shah Alam berfungsi sebagai pintu gerbang informasi tentang Kota Surabaya. Dari kota Shah Alam yang banyak dikunjungi wisatawan mancanegara itu, mereka mengenal dan tahu tentang Kota Surabaya Apalagi dengan adanya penerbangan langsung dari Kuala Lumpur ke Bandara Juanda, merupakan satu jembatan udara  yang menguntungkan ke dua kota kembar ini.

Dalam hal pelayanan, Datuk Bandar Shah Alam, Dato Mazalan Md.Noor, sejak  tahun lalu mencanangkan kampanye “senyum dan salam” yang wajib hukumnya untuk seluruh “kakitangan” (sebutan untuk pegawai) Kota Shah Alam. Kampanye senyum dan salam ini merupakan kesinambungan dari kampanye “budaya kerja cemerlang” sebelumnya.

Sebenarnya, masih banyak dan panjang cerita dan pengamatan yang dilakukan di negara jiran ini. Namun keterbatasan ruangan ini, terpaksa mengakri laporan ini. ***

Foto-foto di Malaysia (Kuala Lumpur, Shah Alam dan Putrajaya):

Rombongan sampai di Kuala Lumpur

Yousri saat berada di dalam gedung Menara Petronas, Kuala Lumpur

Kota Kuala Lumpur dilihat dari Menara Petronas (Foto Yousri)

Monorel alat transportasi kota Kuala Lumpur (Foto: Yousri)

Yousri saat berada di stasiun Monorel Kuala Lumpur

Bus Pariwisata (Pesiaran) yang membawa rombongan kami dari Singapura, Kula Lumpur, Shah Alam, Putrajaya dan Bandara Sepang (Foto:Yousri)

Kantor Walikota atau Dato Bandar Bandaraya Shah Alam, Malaysia

Gedung "Plaza Perangsang" -- apa artinya? -- yang terletak di samping kantor Majlis Bandaraya Shah Alam (Foto: Yousri)

22 wartawan Surabaya foto bersama dengan pejabat kantor Majlis Bandaraya Shah Alam

Rumah susun di Bandaraya Shah Alam

Rumah susun (kondominium) untuk warga kota Shah Alam (Foto: Yousri)

Lahan Pembuangan Sampah Sementara di pinggir Kota Shah Alam -- kalau di Surabaya ini masih laku dirombeng -- tapi di sini langsung dibuang, tidak ada pemulung (Foto: Yousri)

Kantor Perdana Menteri Malaysia di Kota (baru) Putrajaya (Foto:Yousri)

Mau punya rumah? Di Malaysia ada kantor yang akan mengurusi pinjaman membangun perumahan. Mau? Mari ke Putrajaya. (Foto Yousri)

Kantor Kastam (Imigrasi) Malaysia, di Kota Putrajaya (Foto Yousri)

Masjid Jami' Putrajaya menjadi tempat wisata, wanita Muslim atau Non Muslim "wajib" menggunakan busana tertutup. Yang tidak berjilbab, disediakan -- sewa -- oleh takmir masjid busana warna merah muda (Foto: Yousri)

Batik Produksi Malaysia di salah satu toko di Putrajaya (Foto: Yousri)

Seorang ibu sedang membatik di Putrajaya, Malaysia (Foto:Yousri)

*) Yousri Nur Raja Agam MH adalah wartawan Surabaya yang berkunjung ke Bandaraya Shah Alam, Selangor, Malaysia tanggal 20-21 April 2010.

Mata Sipit Membelalakkan Mata Dunia

Dunia

Kini Berinvestasi

Ke Negeri China

Laporan: Yousri Nur Raja Agam

Budaya masyarakat China kini, hidup di rumah susun (flat)

Budaya masyarakat China kini, hidup di rumah susun (flat)

KEMAJUAN yang dicapai pemerintahan China setelah berakhirnya rezim Mao Tse Tung (Mao Zedong) dan beralih ke era Deng Xiaoping, kini benar-benar membelalakkan mata dunia. China tidak lagi menjadi negeri “di balik tirai” yang dikelilingi tembok tinggi yang angkuh. Kini, China yang komunis itu sudah membuka gerbangnya lebar-lebar dan menjadi negara sosialis kapitalis.

Memang, julukan itulah yang tepat disandang negara Tiongkok itu sekarang. China tidak lagi menjadi kawasan tertutup bagi investasi dari luar. Justru kini, dunia sedang berlomba-lomba menancapkan paku bumi investasinya di negeri China itu. Tidak sedikit tenglang yang pulang ke negeri leluhurnya. Mereka membawa kekayaan yang diperoleh di perantauan setelah menjadi konglomerat.

Tidak hanya itu, hampir seluruh negara maju di dunia ini kini pun membangun pabrik, industri, pusat-pusat perdagangan, gedung-gedung pencakar langit dan berbagai properti lainnya di sana. Inilah perubahan zaman yang dilakukan China semenjak pemerintahan RRT (Republik Rakyat Tiongkok) dikuasai Deng Xiaoping awal tahun 1980-an.

Ketika saya bersama rekan H.Hadiman Santoso mantan wartawan Harian Surya dan Fery Is Mirza mantan wartawan Harian Jawa Pos, berkunjung ke beberapa kota di China, di akhir musim dingin, Maret 2007 lalu, banyak cerita dan kenyataan yang kami saksikan. Begitu banyak pengalaman sebagai bekal yang saya peroleh untuk penulisan. Rasanya, tidak akan habis untuk dituangkan secara bersambung sampai kapan pun..

Salah satu yang menonjol sekarang ini, adalah kegiatan pembangunan industri di wilayah China daratan itu. Sekarang, hampir seluruh negara “kaya” di dunia sudah menapakkan kakinya di China. Industri apa saja ada di sini. Tidak hanya mobil-mobil Jepang yang menggerayangi jalan-jalan tol di dalam dan luar kota di China. Hampir seluruh merek mobil buatan Amerika dan Eropa, juga Korea ada di China. Pabriknya dibangun di China.

Motor China

Kendati sepedamotor “diharamkan” di kota Beijing dan beberapa kota besar lainnya di China, karena asap knalpotnya dianggap pencemar lingkungan dan penyebab kecelakaan lalulintas terbesar, tetapi China memproduksi sepedamotor secara besar-besaran untuk ekspor. Salah satu negara pengimpor mochin (motor China) terbesar adalah Indonesia.

Hampir seluruh kegiatan industri berkembang dengan pesat di kawasan-kawasan industri yang berbasis di kota-kota kabupaten. Otonomi daerah benar-benar terlihat dari pertumbuhan pembangunan. Satu wilayah berlomba dengan wilayah lain untuk menarik investasi dari luar negeri secara langsung. Pemerintah daerah setempat membuat Perda (Peraturan Daerah) yang memberi kemudahan dan keringan – termasuk pajak. Sehingga, tidaklah mengherankan kalau investor asing berebut menukarkan uang dolar, euro, pound sterling,, franc, gulden, mark, yen, riyal, peso, bath, ringgit dan juga rupiah ke mata uang yuan. Di sana para industriawan mengolah segalanya menjadi produk untuk kebutuhan 1,6 miliar penduduk China dan sebagian besar lagi diekspor ke berbagai negara.

Pabrik dan kawasan industri tersebar di seluruh wilayah China

Pabrik dan kawasan industri tersebar di seluruh wilayah China

Indonesia, adalah salah satu negara pengimpor terbesar barang buatan China. Hampir seluruh barang elektronik, mainan anak-anak, obat-obatan, makanan dan minuman, serta kebutuhan rumahtangga dibuat di sini. Dan yang menarik, harga jual barang-barang China sangat murah. Akibatnya, barang buatan dalam negeri di berbagai negara “hancur” akibat murahnya barang-barang buatan China.

Nah, mengapa barang-barang China bisa dijual dengan murah? Ternyata rahasianya terletak pada kemudahan berinvestasi. Para investor yang menanamkan modalnya di  China tidak pernah merasa dipersulit oleh birokrasi dan perizinan.

Salah satu yang juga menguntungkan di Tiongkok dan berbeda dengan di negara kita adalah kepemilikan tanah. Di sana, tanah merupakan milik negara dan dikuasai sepenuhnya leh negara. Sehingga untuk kepentingan pembangunan, hampir tidak ada permasalahan hambatan akibat ganti rugi. Walaupun demikian, hak-hak raklyat yang tergusur sangat diperhatikan, sehingga di sana tidak ada istilah ganti rugi, tetapi sebaliknya, ganti untung.

Bukan tidak ada kasus dalam pembebasan tanah. Tahun 2006 lalu, berdasarkan data, sebanyak 3.593 orang dihukum akibat terlibat dalam 130 ribu kasus pembebasan tanah secara ilegal. Kasus pembebasan tanah secara ilegal terjadi akibat kebutuhan tanah untuk lahan industri. Tidak sedikit pejabat, dengan dalih pembangunan kawasan industri untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melakukan perampasan tanah yang dikuasai rakyat secara ilegal.

Berbagai anekdot muncul di sana berkaitan dengan kemudahan berinvestasi. Sebagai contoh, kata Dahlan Iskan – komisaris Jawa Pos Group yang juga berinvestasi di China – untuk menarik investor, ada kepala daerah yang mengeluarkan keputusan yang dianggap nyeleneh. Misalnya, bahwa untuk para investor bangsa asing, apabila mengendarai mobil dalam mabuk, kemudian menabrak, dia dibebaskan dari hukum.

Anekdot dan juge seperti itu muncul, sebagai gambaran perlombaaan antar satu wilayah dengan wilayah lainnya menarik investor asing menanamkan modalnya di sana.

Transportasi

Kemudahan berinvestasi di China, juga ditunjang sepenuhnya oleh pemerintahan pusat dengan membangun infrastruktur berupa jalan-jalan raya yang lebar, lurus dan lancar. Transportasi seluruh wilayah antar desa, kecamatan, kabupaten, kota dan provinsi sudah terhubung dengan jalan raya seperti jalan tol, dengan dua jalur dan masing-masing jalur terdiri tiga sampai lima lajur.

Naik bus umum antarkota bagaikan naik bus pariwisata dengan terminal yang ditata rapi seperti bandara di Indonesia

Naik bus umum antarkota bagaikan naik bus pariwisata dengan terminal yang ditata rapi seperti bandara di Indonesia

Hubungan antarkota, juga ditingkatkan dengan pembangunan bandara (bandar udara) baik tingkat regional, maupun berstandar internasional. Untuk daerah timur, di samping bandara juga pembenahan pelabuhan laut. Bahkan, hampir tiap provinsi di China mempunyai maskapai penerbangan.

Bandara Beijing, ibukota RRT, merupakan bandara tersibuk di China. Hampir tiap lima menit melalui dua landasan pacu, silih berganti pesawat terbang yang tinggal landas dan mendarat. Di samping penerbagangan lokal, juga penerbangan internasional.

Saat menunggu keberangkatan ke kota Yantai, saya duduk di anjungan bandara Beijing. Dari badan pesawat yang meluncur di pelatara parkir bandara, hampir seluruh nama penerbangan dari berbagai negara saya lihat. Saya catat satu persatu. Di samping Garuda Indonesia, ada TWA (Trans World Air Lines) dan Pan Am dari Amerika, Brithis Airways (Inggris), Royal Brunai (Brunai Darussalam), Alitalia (Itali), SAS (Scandinavia Airline System), Aeroflot (Rusia), Qantas (Australia), KAL (Korean Air Lines), JAL (Japan Air Lines),  Philipine Airlines (Filipina), Thai (Thailand), SIA (Singapura), MAS (Malaysia), Israel-AL (Israel), Airpac (Fiji), PIA (Pakistan), UTA (Francis), Arabic (Arab), Eqips (Mesir) dan tentu ada yang lain.

Penerbangan lokal antarprovinsi, di antaranya terlihat maskapai penerbangan China Eastern, China Western, China Northern, Shanghai Air, Shandong Air, Hainan dan yang terbesar adalah Air China.

Reformasi Birokrasi

Di samping penyedian fasilitas dan kemudahan, pemerintah China juga sedang gencar-gencarnya melakukan reformasi di birokrasi. Kebetulan saat kami berada di China, sedang berlangsung kongres tahunan parlemen Tiongkok di Tiananmen, Beijing. Salah satu keputusan kongres yang disampaikan oleh PM (Perdana Menteri) Tiongkok, Wen Jiabao, adalah tekad untuk memberantas korupsi.

Pada siaran televisi, yang disebarluaskan ke seluruh negara, Wen Jiabao, mengakui, penyakit korupsi masih mengakar di tubuh birokrasi.  Ini, katanya, karena sistem top down (dari atas ke bawah) yang digunakan dalam politik Tiongkok selama ini.

PM Tiongkok ini tidak segan-segan mengakui, bahwa korupsi menjadi penyakit yang serius di negaranya. Tidak jarang, korupsi itu juga melibatkan pejabat tinggi di negaranya. Terjadinya korupsi, akibat terpusatnya kekuasaan pada salah satu pihak tanpa pengawasan.

Untuk itulah, ujar Wen, pada penutupan kongres tahunan itu, ia menegaskan ditingkatkannya reformasi di bidang birokrasi. Ia juga akan memangkas hal-hal yang berhubungan dengan pemeriksaan dan persetujuan yang berbelit-belit.

Menurut PM yang berkuasa sejak tahun 2003 itu, kalangan pemerintahan yang berwenang memeriksa dan memberi persetujuan, rentan dengan korupsi dan berkolusi dengan pengusaha.

Secara jujur pula, Wen mengakui, sepanjang tahun 2006 lalu, tidak kurang dari 100 ribu kader PKC (Partai Komunis China) yang berkuasa dihukum akibat korupsi. Salah satu kasus terbesar adalah yang melibatkan ketua PKC Shanghai, Cheng Liangyu bersama 20 pejabat dan pengusaha dengan kerugian negara 32,2 juta yuan lebih atau sekitar Rp 36,4 miliar.

Tetapi, secara berangsur-angsur otonomi diserahkan ke daerah bawah. Dengan demikian, pemerintahan daerah dapat menarik investasi lebih banyak lagi demikia kemajuan rakyat Tiongkok, katanya.

Dan ada yang perlu dicatat dari hasil kongres tahunan  parlemen Tiongkok itu, yakni untuk pertamakali adanya “pengakuan hak atas properti pribadi”. Dengan keputusan itu, tidak mudah lagi bagi pejabat melakukan pengambilalihan tanah warga secara paksa.

Mudah-mudahan tulisan yang saya laporkan ini ada yang dapat diambil hikmahnya.

——–

40 % Warga China

Belum Bisa Berbahasa

Mandarin

Ternyata dari 1,6 miliar jiwa penduduk yang menghuni daratan Tiongkok atau China, baru sekitar 60 persen yang bisa berbahasa Mandarin. Kendati bahasa Mandirin sudah dicanangkan menjadi bahasa nasional China, dari data yang diperoleh sebanyak 640 juta jiwa warga RRC (Republik Rakyat China)belum bisa berbahasa Mandarin. Mereka masih menggunakan bahasa lokal atau bahasa daerah. Akbatnya, apabila warga China dari provinsi yang satu ke provinsi yang lain banyak yang tidak bisa berkomunikasi dengan baik.

INDONESIA memang jauh lebih baik dianding negara RRC, dalam berkomunikasi antar sesama warganegaranya. Betapa tidak, sejak Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, di Indonesia sudah ada kesepakatan mempunyai bahasa persatuan, yakni Bahasa Indonesia.

China, yang selama ini kita kenal mempunyai bahasa China, ternyata bukan bahasa persatuan. China yang ada di Indonesia ini masih menggunakan bahasa daerah asalnya. Ada yang berasal Kanton menggunakan bahasa Kanton, ada yang menggnakan bahasa Fujian, bahasa Hakka, bahasa Zhung, bahasa Wu dan bahasa-bahasa daerah asal lainnya.

Sedangkan bahasa Mandarin yang selama ini kita anggap sebagai bahasa nasional RRC, ternyata belum sepenuhnya dimengerti oleh penduduk daratan China. Justru, bahasa mandarin lebih memasyarakat di Taiwan, kepulauan Formosa.

Waktu pemerintahan Mao Tse Tung atau Mao Zedong, sudah ada upaya menjadikan bahasa Mandarin sebagai bahasa kesatuan. Tetapi, beberapa daerah di China masih betahan dengan bahasa daerahnya.

Sewaktu berada di China, awal Maret 2007 lalu, saya melakukan pelacakan tentang penggunaan bahasa Mandarin di China. Ternyata, menurut  pemandu yang mendampingi saya di beberapa provinsi yang saya kunjungi, belum semua provinsi menggunakan bahasa Mandarin.

Memang bahasa Mandarin termasuk bahasa yang paling banyak digunakan warga China. Berdasar data yang diperoleh di perpustakaan, diperkirakan sudah ada 960 juta dari 1,6 miliar warga RRC yang bisa berbahasa Mandarin. Sisanya masih menggunakan bahasa lokal atau daerah.

Ada 10 bahasa daerah di China, yakni bahasa Kanton yang dipergunakan sebaga bahasa sehari-haril oleh tidak kurang 200 juta orang, bahasa Hakka (100 juta), bahasa Wu (60 juta), bahasa Min (50 juta), bahasa Zhung (20 juta), bahasa Uighur (19 juta), bahasa Yi (16 juta) bahasa Tong (2 juta) dan bahasa Buyi (2 juta). Selain itu, masih ada yang menggunakan bahasa Inggris China di Hongkong.

Tembok China

Ada yang menarik dalam perjalanan saya di China. Di negeri Tirai Bambu itu, sejarah tercatat dengan rapi. Kehidupan 3000 tahun sebelum masehi (SM) sudah dicatat. Dinyatakan waktu itu sudah ada desa dan perkampungan di lembah Sungai Kuning, China.

Secara jelas pula diungkap bahwa Tahun 1523-1027 SM, dinasti Shang sebagai dinasti pertama di China mengatur pemerintahan dan rakyat. Peradaban waktu itu, sudah ada kelas-kelas petani, kelas tukang, kelas pendeta, kelas bangsawan dan raja yang merangkap sebagai pendeta.

Tahun 1027-256 SM, kekuasaan berpindah kepada dinasti Chou. Pada zaman ini hidup ahli filsafat Konfusius, Lao Tse dan Men Tse. Ajarannya berkembang di China tahun 551-479 SM. Sewaktu dinasti Chin memerintah dan mempersatukan China tahun 221-207 SM, kaisar Chin memulai pembangunan tembok besar (great wall) di pegunungan China.

Ketika dinasti Han memerintah tahun 202 SM – 220 M, agama Budha mulai dikenal. Suasana dalam masa damai yang panjang. Kegiatan politik secara bertahap melakukan perluasan pengaruh dan wilayah. Saat ini pula budaya dan kesenian mulai berkembang. Tetapi, tahun 317-589, China terpecah menjadi dua bagian: Utara dan Selatan yang masing-masing dipimpin oleh dinasti.

Tahun 585-608, pembangunan tembok China dilanjutkan untuk menghadang serangan Turki dan Mongol dari Asia Tengah. Tahun 618-906, dinasti Tang melakukan perang besar-besar ke negara tetangga. Pasukan China menguasai Korea, menyerang ke  Mongolia, Nepal, Tibet dan Turkistan. Ini merupakan zaman keemasan China pada zaman itu.

Keadaan berubah, tahun 960-1279, China berada di bawah kekuasaan dinasti Sung. Saat ini merupakan masa jaya pendidikan dan kesenian. Apalagi ketika tahun 1271, Marcopolo dari Venesia dengan kapal laut berkunjung ke China, hubungan luar negri mulai berkembang.

Sampai di Indonesia

Kegiatan pelayaran dan hubungan luar negeri benar-benar pesat. Bahkan tahun 1279-1368, saat kekuasaan di China beralih ke dinasti Yuan (bangsa Mongol) kegiatan armada laut makin kuat. Saat inilah kekuasaan tertinggi berada di bawah Khublai Khan, cucu dari Jenghis Khan. Sampai-sampai mereka mengadakan hubngan dengan kerajaan-kerajaan di Indonesia.

Dalam catatan sejaran bangsa Indonesia, di zaman inilah berdiri kerajaan Majapahit, setelah pasukan Raden Wijaya berhasil mengusir armada tentara Tar-tar yang dikirim Khublai Khan

Tahun 1368-1644, dinasti Ming berhasil mengambilalih kekuasaan dan mengusui bangsa Mongol dari China. Saat itu, dinasti Yi (1342-1410) di Korea menyatakan tetap setia kepada China.

Petualangan bangsa Eropa semakin banyak mancari tempat-tempat baru. Begitu pula dengan ke China. Tahun 1557, bangsa Portogis menduduki Makao dan berdagang dengan China.

Tahun 1644-1712, dinasti Ching dari bangsa Manchu dari Siberia mengambilalih kekuasaan di China. Tahun 1735-1796, kaisar Chien Lung (dinasti Ching) memerintah dengan wilayah China yang semakin luas. Tahun 1751 China  menyerbu Tibet.

Sejarah China mencatat, tahun 1848-1865, terjadi pemberontakan Taiping yang mengancam posisi pemerintahan China. Dinasti Ching semakin tertekan dan lemah. Kemudia tahun 1894-1895, terjadi peperangan dengan Jepang. Tentara Jepang berhasil merebut Pascadora dan Pulau Formosa (Taiwan) dari China.

Ada hal yang menarik. Tahun 1898-1900, terjadi pemberontakan oleh bangsa Boer di China. Perkumpulan rahasia jago Kungfu China berusaha mengusir orang asing dari daratan China. Namun mereka kalah oleh keuatan gabungan Inggris, Rusia, Jerman dan Amerika Serikat. Kemudian tahun 1899, China dipaksa menggunakan “politik pintu terbuka”, dengan demikian semua bangsa mempunyai hak berdagang di China.

Revolusi China

Perkembangan China terus berlalu. Tahun 1911, terjadi revolusi di China di bawah piminan Sun Yat Sen. Akhirnya kaisar Manchu turun takhta.

Tahun 1912, berdiri Republik China dengan presiden pertama Sun Yat Sen.

Tahun 1917, terjadi perang saudara di China. Koumintang sebagai partai nasionalis pimpinan Sun Yat Sen membentuk pusat pemerintahan di Kanton dan berperang menghadapi pemberontak yang barada di wilayah utara.            Tahun 1921, berdiri Partai Komunis China (PKC) yang secara resmi menyatakan bersekutu dengan Koumintang.

Chiang Kai Sek, tahun 1926 memimpin tentara Koumintang dan menaklukkan daerah utara. Namun setelah kemenangan itu, Koumintang pecah dengan PKC. Sehingga pada tahun 1927, Chiang Kai Sek mengusir Komunis dari Shanghai dan membunuh banyak pemimpin PKC. Sejak saat itu terjadi perang saudara antara pengikut Koumintang lawan PKC.

Setahun kemudian, tahun 1928, Chiang Kai Sek membentuk pemerintahan nasionalis di Nanking dan mendapat pengakuan internasional.

Sedangkan tahun 1931, Mao Tse Tung terpilih sebagai Ketua RRC (Republik Rakyat China).

Tahun 1934, Chiang Kai Sek mengusir pendukung komunis yang berada di wilayah selatan ke wilayah utara, sehingga mereka melakukan Long March dan akhirnya menetap di Yanan

Perang saudara yang didasari ideologi berbeda itu, akhirnya tahun 1950, Mao Tse Tung mengalahkan Chiang Kai Sek. Rezim komunis menguasai seluruh daratan China dan Chiang Kai Sek mendirikan pemerintahan nasionalis di Taiwan.

Sejahar China berubah lagi. Tahun 1963, China menyatakan permusuhan dengan Uni Sovyet. Tahun 1964, China meledakkan bom nuklir ciptaannya untuk pertama kali. Berikutnya tahun 1967, China melakukan percobaan bom Hydrogen untuk pertama kali.

Tahun 1976, Mao Tse Tung (Mao Zedong) wafat. Kemudian pemerintahan China beralih kepada Deng Xiaoping. Di masa pemerintahan Deng Xiaoping inilah, tahun 1984, China menerima pengembalian Hongkong dari Inggris. ***.

Berkelana ke Negeri China

Si Mata Sipit

Membelalakkan

Mata Dunia

Menjelajahi tembok raksasa atau great wall

Menjelajahi tembok raksasa atau great wall

Laporan:

Yousri Nur Raja Agam

LUAR BIASA China. Kini China memang luar biasa! Tidak seperti cerita masa lalu dalam dunia persilatan dan khungfu. Kini China yang dikenal juga sebagai negara Tiongkok itu memang sedang bangkit. Negara dengan penduduk terbesar di dunia ini benar-benar sedang membuat kejutan. Manusia mata sipit yang menghuni hampir separuh daratan Asia itu sedang membelalakkan mata manusia di se antero jagat raya ini.

Dunia pun kini tercengang. Tidak menyangka kalau negara Komunis yang dulu dikenal miskin itu sedang mencanangkan diri, bahwa Tahun 2010, tidak ada lagi warganya yang miskin. Seluruh penduduk Cina yang berjumlah 1,6 miliar jiwa lebih itu “harus” hidup layak. Tidak ada lagi yang tidak punya rumah, menjadi penganggur dan apalagi tidak bisa makan. Semua kebutuhan pokok masyarakat Tionghoa dipenuhi.

Sejak kepala pemerintahan China berada dalam genggaman tangan Deng Xiaoping tahun 1990-an, negara berlambang naga itu sedang menggelinjang, sehingga benar-benar menggoyang dunia.

China tidak lagi menjadi wilayah tertutup yang ditakuti orang asing. Deng Xiaoping membuka gerbang negerinya lebar-lebar. Membuka investasi dan mengundang para investor untuk “menjajah” negaranya dengan dolar, yen dan euro. Membangun industri dan pabrik-pabrik besar tanpa batas.

Kini, RRT (Republik Rakyat Tiongkok) tidak mungkin lagi disebut sebagai negara komunis terbesar di dunia setelah ambruknya negara Uni Sovyet. Tiongkok atau negeri China boleh disebut sebagai negara “Sosialis Kapitalis Modern”.

Hanya dalam waktu 17 tahun, negeri ini sudah berubah total. Menjadi kawasan dunia sangat modern yang mampu meninggalkan kemodernan dunia barat, Eropa dan Amerika.

“Maaf saya tidak berbohong. Ini sungguh kenyataan. Bukan karena saya baru saja berlanglang buana dan berpetualang di beberapa kota, desa, gunung, lembah, sungai dan pantai di negara tirai bambu itu. Tidak hanya kota yang dibangun. Desa yang dulu kumuh dan menjijikkan, kini menjadi cantik dan indah.”

Saya bersama dua sahabat, H.Hadiaman Santoso mantan wartawan Harian Surya dan Ferry Is Mirza mantan wartawan Jawa Pos bertandang ke China, belum lama ini Dari Surabaya, via Jakarta dan Singapura, kami langsung terbang ke ibukota China, Beijing yang dulu disebut Peking.

Hujan salju menyambut kedatangan kami. Udara di bandara Beijing menunjukkan angka minus 7 derjat Celcius. Gedung, jalan dan pohon-pohon yang rontok tertutup salju. Hanya pohon cemara yang masih berdaun, tetapi di atasnya diselimuti oleh salju.

Tommy Wong, menyambut kedatangan kami. Pemandu wisata yang fasih berbahasa Indonesia ini langsung membawa kami bertamasya ke Forbidden City (kota terlarang). Kami turun di depan lapangan Tiananmen yang berhadapan dengan gedung pusat pemerintahan China. Saat itu pengamanan di jalan-jalan raya cukup ketat. Banyak polisi yang mengenakan pakaian tebal dan jas hujan berjaga-jaga di pinggir jalan. Termasuk jalan yang kami lewati menuju kota terlarang.

Kota terlarang adalah obyek wisata paling ramai dikunjungi wisatawan mancanegara di kota Beijing. Kawasan kota terlarang yang luasnya mencapai 25 kilometer per-segi adalah peninggalan raja-raja China sejak dinasti Yuan, Ming, Qing dan seterusnya. Di dalamnya, terdapat berbagai peninggalan masa lalu. Di samping gedung istana, perumahan – termasuk rumah 200 selir raja – taman dan kolam renang, kantor, perpustakaan, ruang sidang dan taman, terdapat berbagai fasilitas pemerintahan lainnya.

Saat berada di Beijing

Saat berada Kota Terlarang, Beijing

Salju masih menutupi atap-atap bangunan dan jalan di dalam kota terlarang itu. Untunglah kami sudah mengenakan sarung tangan dan tutup kepala sebagai pengusir dingin saat itu.

Hampir semua pelosok jalan di kota Beijing kami telusuri. Naluri wartawan memang serba aneh, sehingga yang kami caripun yang tidak umum didatangi orang. Kamipun mengikuti paket yang biasanya disuguhi kepada wisatawan seperti ke rumah promosi teh oleh Dr.Tea dan pengobatan tradisional China, berupa akupuntur dan pijat refleksi. Juga mengunjungi pusat produksi dan penjualan batu giok, mengunjungi taman-taman tua peninggalan kerajaan China masa lalu, tembok China yang disebut Greet Wall dan sebagainya.

Yang tidak kami lewatkan selama berada di Kota Beijing adalah mengunjungi berbagai proyek raksasa menghadapi Olypiade 2008. Stadion-stadion raksasa, baik lapangan terbuka maupun tertutup untuk berbagai cabang olah raga sedang dipersiapkan di Beijing. Suasana menyambut Olympiade Beijing 2008 terasa di mana-mana. Sejak menginjakkan kaki di bandara, sampai ke tengah kota, demam Olympiade sudah tercipta.

Sebenarnya, banyak sekali yang dapat diceritakan tentang China. Namun, tentu tidak bisa hanya dengan satu dua halaman koran. Tiga empat buku pun rasanya mampu menyulap berbagai yang dialami itu. Kendati demikian, sedikit cuplikan dapat memberi gambaran kepada kita tentang China masa kini dan yang akan datang.

JALAN TOL

Ternyata, salah satu kunci keberhasilan pembangunan di China sekarang ini adalah membangun infrastruktur secara besar-besaran. Jalan raya penghubung antardaerah dijadikan prioritas utama. Jalan-jalan raya antarkecamatan dan antarkabupaten, serta antarprovinsi dibangun lebih dahulu. Tidak ada lagi daerah terpencil, apalagi terisolasi dan tertinggal, terutama di belahan timur.. Itulah perwujudan modernisasi yang dilakukan Deng Xiaoping yang diteruskan pemerintahan sekarang.

Yantai, sebuah kota kecil, kota kecamatan yang saya kunjungi bersama Hadiaman Santoso dan Ferry Is Mirza adalah salah satu contoh. Dulu sebelum tahun 1990, Yantai adalah “desa” yang terletak di pinggir pantai Teluk Korea. Di sini hidup kaum nelayan tradisional yang miskin. Mereka melaut tiap hari untuk mencari ganjal perut dan menghidupi keluarga.

Kami bertiga dijamu CEO Jawa Pos H.Dahlan Iskan di Kota Yantai, Tiongkok bagian Utara yang berbatasan dengan Laut Korea

Kami bertiga dijamu CEO Jawa Pos H.Dahlan Iskan di Kota Yantai, Tiongkok bagian Utara yang berbatasan dengan Laut Korea

Tidak jarang, nelayan di desa-desa sekitar Yantai ini hanyut dan terseret angin ke negara tetangganya, Korea Utara atau Korea Selatan, bahkan ke negara Sakura, Jepang.. Tidak sedikit pula di anara mereka menjadi bulan-bulanan Angkatan Laut dua negara Ginseng yang berseteru sepanjang masa itu.

Sekarang semua itu sudah menjadi cerita usang. Kini tidak ada lagi nelayan tradisional di Yantai. Mereka kini sudah kaya. Punya kapal dan alat penangkap ikan modern. Mereka tidak lagi menjual ikan dengan menjajakannya di pasar-pasar becek. Ikan-ikan hasil tangkapan mereka kini langsung dikirim ke restoran-restoran, supermarket dan ke pabrik-pabrik pengalengan ikan.

Kami memang sengaja datang ke kota Yantai. Saat kami berada di Beijing, kami diminta oleh tokoh pers kita, H.Dahlan Iskan, untuk berkunjung ke sana. Kebetulan Dahlan Iskan sedang berada di kota industri itu. Kami tidak langsung bertemu Dahlan Iskan ketika menginjakkan kaki di bandara Yantai. Kami disambut Mr.Robert, staf Dahlan Iskan di sana. Menurut Robert, pagi itu Dahlan sedang mengadakan pertemuan dengan direktur PLN (Perusahaan Listrik Negara) di sana.

Setelah kami berada di lantai 15 hotel Youyi, tempat kami bertiga menginap, kami bertemu dengan Dahlan Iskan. Ternyata benar, Dahlan usai mengadakan pertemuan dengan pengelola pusat listrik di provinsi Shangdong yang beribukota Qingdao itu. Kabarnya, Dahlan sedang membina hubungan bisnis untuk pembangunan PLTU (Pembangkit Listrik tenaga Uap) di sana. Sekaligus membangun PLTU di Kalimatan Timur (Kaltim) Indonesia.

Tidak hanya itu, dari beberapa sumber yang mengetahui tentang sepakterjang Dahlan di negara China itu, juga mengatakan bahwa Dahlan mempuyai berbagai bisnis, selain PLTU. Dia juga punya usaha pengalengan buah-buahan. Wilayah Yantai dan sekitarnya memang dikenal sebagai penghasil buah apel dan pir terbaik di China. Namun nanas tidak bisa tumbuh di sana. Nah, Dahlan sekarang punya perkebunan nanas di Kalimantan Barat. Nanas itu dikirim ke pabriknya di yantai untuk dikemas dan kemudian dipasarkan di China, serta untuk di ekspor.

Memang, penduduk Yantai dulu di samping nelayan adalah petani apel dan pir. Sekarang mereka kebanyakan sudah beralih profesi menjadi tenaga kerja perusahaan asing sebagai buruh pabrik.

Yantai yang pada tahun 1980-an tidak tercantum dalam peta, sekarang sudah berubah total. Desa ini sudah menjadi kota besar. Mempunyai walikota sendiri. Menjadi kota industri. Jalan-jalan dalam kota ini lebar-lebar. Rata-rata dari dua jalur jalan berpapasan, masing-masing jalur mempunyai tiga sampai lima lajur.

Kendati Yantai dulu hanya desa yang menjadi ibukota kecamatan, tetapi di sini ada bandara (bandar udara), pangkalan kapal terbang Angkatan Udara China. Berbagai jenis pesawat terbang pemburu dan penangkis serangan udara berjejer menghadap pantai di kota yang berbukit itu. Di bandara Yantai ini pula, salah satu pusat pengendalian pertahanan udara dan laut Pemerintah China.

Jalan raya penghubung dengan desa, kecamatan, kota dan kabupaten tetangga semua jalan tol yang lebar, lurus dan mulus.

Bayangkan, dengan kecepatan stabil antara 80 kilometer per-jam hingga 120 kilometer per-jam, bus umum yang saya naiki dari Yantai ke Qingdao, hanya ditempuh dalam waktu kurang dari empat jam.

Kota Qingdao yang juga terletak menghadap Laut Korea, sekarang sedang dipersiapkan menjadi arena pertandingan cabang olahraga (cabor) air Olypiade 2008. Di kota Qingdao ini sekarang sedang dibangun stadion olahraga untuk lomba dayung, selancar angin, ski, renang, loncat indah, polo air dan menyelam. ***

Yantai yang merupakan kota kabupaten baru di Provinsi Shangdong. Jaraknya dari ibukota provinsi yang bernama Qingdao sekitar 550 kilometer. Wilayah penghasil buah apel dan pir di China bagian timur laut ini, kini benar-benar bersolek. Kota ini dipersiapkan untuk 50 sampai 100 tahun ke depan. Di sini, tidak ada lagi rumah dan bangunan satu atau dua lantai. Semua serba bertingkat dan mencakar langit. Penduduk yang berjumlah sekitar 600 ribu jiwa menempati flat-flat dengan ketinggian rata-rata 20 lantai. Rumah susun itu disediakan oleh pemerintah kota dengan fasilitas tiap keluarga punya tiga kamar tidur, satu ruang tamu, satu dapur, satu kamar mandi dengan wc.

Tarian indah yang dibawakan para gadis-gadis China untuk para wisatawan

Tarian indah yang dibawakan para gadis-gadis China untuk para wisatawan

Bersama Megawati di Shanghai

Yousri di depan bangunan kuno cagar budaya di kota lama Shanghai

Yousri di depan bangunan kuno cagar budaya di kota lama Shanghai

Rumah bergonjong di Shanghai

Bangunan cagar budaya di kota lama Shanghai, China ini menjadi obyek wisata paling ramai di Kota Shanghai.

Atap rumah kuno di taman Yuyuan ini mirip dengan atap rumah gadang Minangkabau di Sumatera Barat yang dikenal dengan atap bergonjongnya. (yous)

<!–[if gte mso 9]> Normal 0 MicrosoftInternetExplorer4 <![endif]–> <!–[endif]–>

Shanghai


Surga Belanja

Catatan perjalanan:

Yousri Nur Raja Agam MH *)

UDARA kota Shanghai di China, masih dingin. Seorang gadis berusia 25 tahun yang mengenakan jaket tebal berjejer di antara para penjemput penumpang yang baru turun dari pesawat terbang China Eastern di bandara Hongqiao, Shanghai. Wanita kulit kuning mata sipit itu mengacung-acungkan papan nama seseorang di depan pintu keluar bandara domestik China itu.

Nama yang diacungkan itu adalah satu-satunya nama yang menggunakan huruf Latin. Beberapa di antara puluhan penjemput lainnya, mengacungkan nama beraksara China.

“Wah, yang menjemput cewek ayu”, kata Fery Is Mirza sembari menunjuk ke arah gadis yang memegang papan nama bertulis “Hadiaman Santoso” itu.

Fery, sertamerta mendekati gadis itu. Tanpa ragu-ragu si gadis menyapa Fery dengan ucapan “selamat datang Bapak Hadiaman Santoso di Shanghai”. Fery dengan senyum menyalami gadis itu. Kemudian Fery mengatakan, nama saya Fery, dan yang itu om Hadiaman Santoso, serta yang satu lagi saudara saya, namanya Yousri. Gadis itu menyambut jabat tangan kami begantian.

“Oh ya, nama saya Megawati, biasa dipanggil Mega”, ujarnya.

Dengan ramah Mega yang menjemput kami yang sudah sepuluh hari bertualang di beberapa kota negara Tirai Bambu itu. Kami sudah berkunjung ke Tiongkok bagian Utara, mulai dari ibukota negara itu, sampai ke Yantai dan Qindau.

Mega mempersilakan naik ke mobil yang sudah menunggu di dekat pintu keluar. Sesampai di luar bandara, gadis itu memperkenalkan seorang perempuan muda di dekat mobil, yang ternyata dia sopir minibus pariwisata yang akan membawa tiga pria asal Indonesia ini. Dengan cekatan, wanita muda itu menutup pintu dorong mobil warna biru tua itu setelah ke tiga penumpangnya naik.

Wanita yang mengemudikan mobil stir kiri ini mengenalkan namanya,Loui. Mobil minibus yang cukup mewah itu meluncur di tengah keramaian kota Shanghai.

Sebagaimana kebiasaan pemandu wisata, gadis yang mengaku bernama Mega itu, langsung berceloteh. “Terlebih dahulu saya ucapkan selamat datang di kota Shanghai”, katanya dengan bahasa Indonesia cukup fasih, walaupun iramanya masih terasa kaku.

“Kamu kok bisa bahasa Indonesia. Apakah kamu pernah di Indonesia?” Tanya Hadiaman. “Oh ya, saya bisa bahasa Indonesia setelah belajar sekitar delapan tahun di Universitas Beijing. Tapi, saya belum pernah ke Indonesia. Mungkin, nanti kalau ada tugas ke sana”, jawab Mega.

“Kita makan dulu di restoran China. Semua halal, tidak ada babi. Saya sudah dapat informasi, kalau tiga tamu yang saya ini adalah Muslim”, katanya tanpa ditanya.

Usai makan, perjalanan dilanjutkan ke beberapa obyek wisata di kota Shanghai. Tidak mau kehilangan informasi, selama dalam perjalanan itu, justru kami banyak bertanya tentang hal-hal yang unik dan aneh. Berbagai pertanyaan mengalir begitu lancar. Silih berganti, di antara kami, Fery dan om Hadiaman betanya dan saling komentar. .

Mega menceritakan tentang masa kecil, masa sekolah, sampai ia menamatkan perguruan tinggi. Megawati adalah nama pemberian dosen bahasa Indonesia-nya sewaktu kuliah di Beijing. Nama asli saya Wang Xielie, lahir di kota Shanghai ini 25 tahun yang lalu, katanya. Karena Wang itu artinya raja atau penguasa, maka nama saya dipanggil Megawati. “Mega kata dosen saya itu artinya awan, tetapi nama saya tidak ada hubungannya dengan awan.

“Nah, kebetulan waktu saya diberi nama itu, presiden Indonesia bernama Megawati. Karena nama keluarga saya Wang yang berarti penguasa, maka diberikanlah nama Megawati kepada saya”, jelasnya.

Menurut Mega, ia juga pernah diberi nama Wigati oleh guru bahasa Indonesia yang memberi kursus sebelumnya. Tetapi, kemudian diganti menjadi Megawati. Nama itu selalu saya pergunakan kalau bertemu orang dari Indonesia,” katanya.

“Oh, kalau begitu, kamu ini masih seusia anak saya”, kata Hadiaman.

 

Wanita Shanghai Manja

Megawati

Megawati

Biasa, pertanyaan sudah menjurus. Termasuk menanyakan, apakah Mega sudah punya pacar atau belum. Mega hanya tersenyum.

Sewaktu pembicaraan menyinggung masalah budaya dan pergaulan masyarakat Shanghai, Mega menjelaskan tentang hal unik dalam kehidupan di kota Shanghai. Di sini, gadis dan wanitanya manja-manja. Laki-laki tidak mudah menjadi suami di sini. Sebab adat atau budaya kota Shanghai yang memanjakan wanita. Seorang suami di Shanghai tidak bisa enak-enak seperti di daerah lain, misalnya menyuruh isteri untuk memasak dan mencuci pakaian. Di Shanghai, justru yang memasak dan mencuci pakaian itu adalah pekerjaan suami. Si isteri serba tahu beres. Kerjanya lebih banyak bersolek dan belanja.

“Tetapi itu masa lalu, zaman sekarang sudah berubah. Ada kesetaraan antara suami dengan isteri. Sama-sama bertanggungjawab dalam membangun keluarga”, katanya.

Contohnya, kata Mega adalah keluarganya sendiri. Megawati mengaku sebagai anak tunggal dari ayahnya yang berprofesi sebagai dokter dan ibunya ahli farmasi (obat-obatan). Kedua orangtuanya sama-sama bekerja di rumahsakit milik Pemerintah China di Kota Shanghai.

Bagi Megawati, profesi sebagai pemandu wisata ini hanyalah sambilan, pekerjaan paruh waktu (part-timer) agen pariwisata (tourist agency) di kota ini. Biasanya kalau ada tamu dari Indonesia, Mega dapat order. Sebab yang bisa berbahasa Indonesia masih sedikit”, ujarnya.

Sedangkan bagi Mega, menjadi pemandu wisata bagi para pendatang dari Indonesia sebagai latihan agar tidak lupa pelajaran bahasa Indonesia yang dipelajarinya hampir satu tahun itu. Bahkan dengan banyak erkenalan dengan orang Indonesia, ia semakin banyak tahun tentang Indonesia. Di samping, perbendaharaan kata-kata dan istilah-istilah yang popular di Indonesia juga terus bertambah.

Mega yang lulusan fakultas sastra dan budaya di Beijing University itu, juga mengetahui banyak tentang sejarah Indonesia dan beberapa negara di Asia. Sehingga banyak hal yang bisa didiskusikan dengannya.

Ia juga banyak tahu tentang budaya leluhur dan agama-agama di dunia. Terutama tentang agama di China, yakni Budha. Saat kepadanya ditanyakan tentang Khong Hu Chu, secara tegas mega menyatakan, bahwa Khong Hu Chu bukan merupakan agama. Khong Hu Chu adalah ajaran filsafat. Sebab, Khong Hu Chu tidak pernah mengajarkan masalah dunia yang berhubungan dengan kehidupan akhirat, jelasnya.

Ketika ditanya, agamanya, dengan santai dia menjawab, di China orang bebas. Boleh beragama, boleh tidak jawabnya. “Nah, agamamu apa?” desak Fery. “Bebas, saya tidak pernah belajar agama”, jawabnya enteng.

 

Pengaruh Televisi

Menyinggung kehidupan anak muda dan remaja di kota Shanghai, Mega mengatakan, sejak era keterbukaan di China tahun 1990-an, suasananya cukup bebas. Masyarakat kota Shanghai sudah terbuka cakrawala pandangnya, setelah berbagai saluran televisi dunia tanpa batas menyiarkan berbagai acara. Begitu juga dengan kemudahan mengakses internet. Dunia ini tidak lagi tertutup seperti masa lalu, ujarnya.

Shanghai juga dijuluki sebagai “kota budaya”. Di kota ini memang berbagai macam peninggalan budaya lama masih utuh dan terpelihara. Kawasan cagar budaya terawat dengan rapi. Situs-situs budaya masa lalu dijadikan obyek wisata di samping tetap menjadi pusat bisnis dan pemerintahan.

Shanghai memang kota besar di China masa lalu. Dulu disebut sebagai kota terbesar kedua setelah Beijing atau dulu dikenal dengan sebutan Peking ibukota RRT (Republik Rakyat Tiongkok). Kendati sebagai kota ke dua setelah Beijing, penduduk kota Shanghai hampir 19 juta orang, jauh melebihi jumlah penduduk Beijing yang tahun 2007 ini berjumlah 15 juta jiwa.

Shanghai kini sedang berubah dan meluaskan wilayahnya timur, ke seberang sungai Huangpu. Wilayah seberang ini dulu merupakan kawasan pedesaan dengan berbagai kegiatan rakyat secara tradisional. Disamping usaha kerajinan, di sana ada pabrik-pabrik kecil dan sebagian hamparan persawahan. Tetapi, kini wilayah yang disebut distrik Pudong itu sudah menjadi sebuah “kota baru”.

Menara televisi, menjulang tinggi di antara gedung-gedung bertingkat di Shanghai

Menara televisi, menjulang tinggi di antara gedung-gedung bertingkat di Shanghai

Di wilayah Pudong ini terdapat bangunan-bangunan modern masa kini dan masa yang akan datang. Di kawasan seberang sungai Huangpu itu bertengger gedung-gedung pencakar langit yang mampu mengalahkan bangunan termodern di dunia. Jalan-jalan raya baru dirancang lebar-lebar seperti jalan tol. Setiap jalan dua jalur dan masing-masing jalur ada empat sampai lima lajur.

Sekarang ada dua jalan utama menuju Pudong yang dihubungkan dengan tiga jembatan besar dan panjang melintas sungai Huangpu, yakni jembatan Ningguo dan jembatan Zhongshan. Selain itu, ada pula jalan besar berupa terowongan yang melewati bawah sungai dari Jalan Yanan di barat menuju Jalan Lujiazui di timur. Jembatan di atas sungai dan terowongan melewati bawah sungai Huangpu ini akan terus bertambah, sesuai dengan rancangan pembangunan kota.

Kota Shanghai merupakan kota terpadat di China. Luas wilayah kota Shanghai mencapai 6.350 kilimeter per-segi, kata Megawati.

Selesai melakukan perjalanan ke berbagai obyek wisata di Shanghai, kami diantar ke hotel New Century grup Best Western di Li Yang Road, Shanghai. Di hotel bintang lima ini tamunya kebanyakan dari Eropa, Israel, Jepang, Malaysia dan Korea.

 

Surga Belanja

Megawati bercerita banyak tentang kota kelahirannya ini. Sebenarnya, Shanghai lebih dikenal sebagai kota perekonomian dibandingkan dengan kota budaya. Bahkan, dunia mengenal Shanghai sebagai “surga untuk belanja”. Di Shanghai segala macam produk yang dibutuhkan manusia tersedia seluruhnya. Mulai dari kualitas terbaik, hingga yang rendah. Tidak hanya itu, di Shanghai juga banyak barang bermerk terkenal. Tetapi, harus waspada,ujar Mega, karena hampir semua merek terkenal itu juga ada palsu.

Kalau tidak awas, sulit membedakan barang asli dengan yang palsu. Bentuknya sangat mirip. Namun dari harganya yang miring dan dapat ditawar, memberikan isyarat kalau barang itu adalah palsu. Sebab, barang dengan merek terkenal dan asli, harganya mahal dan hampir tidak pernah dijual dengan tawar-menawar.

Barang-barang bermerek itu, hampir untuk seluruh jenis produk. Ada tas, koper, jam, arloji, sepatu, bahan-bahan jaket, tekstil, pakaian, kacamata, pulpen dan sebagainya. Barang-barang elektronika juga banyak yang palsu dengan berbagai mereka. Di antaranya ada televisi, radio dan handphone Perhiasan, batu permata, batu giok dan mutiaraa, serta jenis lainnya pun ada yang palsu.

Kendati dijual dan ditawarkan secara terbuka dan terang-terangan, kelihatannya pemerintahan di China, “tutup mata” atas kreativitas industri dan bisnis barang jiplakan itu.

 

Wilayah Baru

Yang menarik, kendati di kota Shanghai sejak lama sudah dikenal ada bandar udara (bandara) bernama Hongqiao di wilayah barat, kini justru yang ramai adalah bandara baru Pudong di wilayah timur. Hampir semua penerbangan internasional, kini menggunakan bandara Pudong.

Memang, bandara Pudong Shanghai tidak sesibuk bandara Beijing. Di Beijing, walaupun sudah ada dua landasan pacu, namun pergerakan pesawat terbang yang tinggal landas dan mendarat, interval waktunya sangat singkat. Hampir tiap lima menit, ada saja dua pesawat terbang yang bersamaan mendarat dan dua lagi yang hampir bersamaan tinggal landas dari dua landasan pacu itu.

Kawasan Shanghai timur, memang beda dengan kota lama di Shanghai barat. Kalau di Shanghai barat, dikenal dengan pusat-pusat perbelanjaan dengan bangunan berarsitektur Eropa, di timur arsitekturnya benar-benar modern. Hampir seluruhnya dalam bentuk pencakar langit dan berbalut kaca.

Untuk menuju bandara Pudong, pemerintah kota Shanghai menyediakan fasilitas angkutan cepat berupa kereta api ekspres. Anda tahu kecepatannya? Saat kami mencoba naik KA ekspres itu dari stasiun kota Shanghai timur ke Pudong yang berjarak 40 kilometer, hanya ditempuh 7 menit. Kecepatannya, mencapai 431 kilometer per-jam.

Tidak hanya naik keretaapi ekstracepat yang disebut Shanghai Transrapid yang saya rasakan bersama dua teman, H.Hadiaman Santoso mantan wartawan Harian Surya dan Ferry Is Mirza mantan wartawan Jawa Pos di Shanghai. Kami juga naik ke menara pencakar langit yang juga sebagai pemancar televisi Shanghai di pinggir sungai Huangpu. Dari tingkat tertinggi terlihat kota Shanghai dan bangunan-bangunan pencakar langit lainnya.

Sama dengan merasakan naik kereta api berkecepatan maksimal 431 kilometer per-jam, naik ke puncak gedung menara TV Shanghai itu juga dijadikan obyek wisata yang ramai dikunjungi turis dari mancanegara.

Di seberang gedung menara televisi itu, ada Jin Mao Tower dan sedang dibangun pula gedung pencakar langit 101 lantai yang bakal tertinggi di dunia, Shanghai World Financial Center.Kecuali itu, bangunan tinggi 30 hingga 80 lantai sudah tidak terhitung.

 

Kota Lama

Yousri, Ferry dan Hadiaman di depan museum kota lama Shanghai

Yousri, Ferry dan Hadiaman di depan museum kota lama Shanghai

Di kawasan barat kota Shanghai, bangunan model di Surabaya, juga masih banyak, baik gedung perkantoran, hotel, pertokoan, maupun rumah-rumah penduduk model ruko lama seperti di kawasan Kembang Jepun.

Beberapa kawasan permukiman lama, sudah banyak yang digusur, dibangun apartemen, plaza dan mal. Hotel kuno terkenal yang masih bertahan di antaranya: Hotel Ruijin, Hotel Fujiang dan Hotel Dongfeng. Di samping itu ratusan hotel bintang lima hingga penginapan murah pun banyak di Shanghai.

Di wilayah ini masih tersisa situs budaya lama yang diyakini sebagai “Cikal-bakal Kota Shanghai” yang disebut kota lama. Kota lama ini diperkirakan berusia lebih 700 tahun, letaknya di tenggara pusat kota Shanghai sekarang. Lahan seluas 200 hektar dikepung oleh dinding pembatas itu berada di dua sisi jalan raya Renming dan jalan Zhonghua.

Umumnya, para pemandu wisata menyebut kawasan kota tua ini Taman Yuyuan (Yuyuan Garden). Di dalam kota tua yang bangunan atapnya khas, bergonjong mirip model rumah Minangkabau di Sumatera Barat. Selain itu terdapat pula berbagai bangunan gedung, rumah, kantor, perpustakaan, tempat persembahyangan Budha, taman, candi dan sebagainya yang mempunyai cerita-cerita menarik. Di kawasan ini terdapat peninggalan dari dinasti Yuan, Ming, Qing sampai periode republik sekarang ini.

Rumah-rumah di Shanghai sekarang ini umumnya dibangun berupa apartemen, seperti di kota-kota lain di China. Nantinya, di seluruh kota, rumah-rumah dibangun berbentuk apartemen dengan membebaskan seluruh bangunan yang rendah. Seluruh warga kota “wajib” tinggal di apartemen yang disediakan pemerintah. Tiap keluarga mendapat fasilitas tiga kamar tidur, satu ruang tamu dan satu dapur, serta kamarmandi yang dilengkapi kakus (wc), kata Mega yang mengaku menempati lantai 30 di apartemen orangtuanya..

Selain banyak apartemen seperti sekarang ini, di Shanghai ada apartemen terkenal Changde Apartment di Jalan Changde. Inilah apartemen termewah di kota Shanghai. Tetapi dengan pembangunan yang pesat di distrik Pudong, sekarang bangunan pencakar langit itu sudah mengalahkan popularitas Changde.

Pemerintah kota Shanghai masih mempertahankan khasnya, sebagai kota produsen film-film China. Berbagai studio dan teater film terus melebarkan sayapnya untuk menguasai layar-layar lebar bioskop maupun televisi. Sebut saja studio filem terkenal di Shanghai, seperti Star Film, Kun Lun Film, Lian Hua Film, Nanking Theatre, Cathai Theatre, Lyceum Theatre dan Grand Theatre. ***

 

*) Yousri Nur Raja Agam MH – pengembara yang berdomisili di Surabaya.