XIAMEN DI CHINA SISTER CITY KOTA SURABAYA

Yousri Nur Raja Agam  MHKOTA XIAMEN DI CHINA

SISTER CITY SURABAYA

 

Oleh: Yousri Nur Raja Agam  MH

 

WALIKOTA Surabaya Bambang DH dan Walikota Xiamen (China) Chen Xiumao, menandatangani nota kesepahaman (MoU) kerja sama sister city (kota kembar)  berlangsung di Surabaya, Jumat, 23 Juni 2008. Penandatanganan kerja sama ini, merupakan tindak lanjut dari upaya penjajakan yang telah dilakukan kedua kota. Letter of Intents` (LoI)  itu terlaksana pada 8 September 2003 di Xiamen

Kerja sama sister city ini menyangkut berbagai bidang, diantaranya perdagangan, pariwisata, pendidikan, dan ilmu pengetahuan serta teknologi (Iptek).

Mendarat di Bandara Xiamen

Delegasi Xiamen yang dipimpin Walikota Chen Xiumao yang juga Wakil Sekretaris Partai CPC dan Ketua Komite CPPCC KOta Xiamen berjumlah delapan orang. Mereka di antaranya Direktur Utama Kantor Urusan Luar Negeri Xiamen Chen Aijing, Wakil Sekretaris CPPCC Xiamen Chen Baoguo, dan Direktur Utama Xiamen Tourism Board Guo Hengming.

Waktu itu Walikota Surabaya Bambang DH didampingi Wakil Walikota Arif Afandi, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Juli Subianto, serta Kepala Dinas Perindustrian, M Taswin.

Pada tahun 2005 lalu, delegasi Xiamen turut hadir dalam event internasional `Surabaya Counterparts Forum`, yang juga dihadiri sejumlah negara dan empat kota dunia yang telah menjalin sister city dengan Surabaya. Sedang delegasi Pemkot Surabaya pada tahun yang sama, menghadiri pameran industri, perdagangan dan investasi di Xiamen.

Surabaya dan Xiamen memiliki sejumlah kesamaan, di antaranya Surabaya punya pelabuhan dan institut teknologi, demikian juga dengan Xiamen. Kesamaan inilah yang bisa terus dikembangkan lebih lanjut. Xiamen merupakan kota kedua di China setelah kota Guang Zhou yang juga sister city Surabaya.

Kantor Pertamanan dan PDAM Xiamen, China

Tahun 2012, Kota Xiamen merupakan tujuan utama kunjungan jurnalistik wartawan Surabaya di China. Ada dua topik yang dijadikan bahan studibanding ke sana. Pertama bidang kepariwisataan dan yang kedua pengelolaan air bersih untuk minum. Khusus di bidang kepariwisataan, topiknya adalah melihat dari dekat pengelolaan benda dan bangunan cagar budaya.

Kendati Kota Xiamen layak menjadi “guru” penataan cagar budaya bagi Kota Surabaya. Kota Xiamen dianggap mempunyai persamaan dengan Kota Surabaya, walaupun dari struktur wilayah daratannya sangat berbeda. Surabaya berada di pinggir laut dengan pelabuhan samudera Tanjung Perak yang berada di dataran rendah. Sedangkan Kota Xiamen merupakan kota pantai, pulau yang berbukit-bukit.

Kota dengan luas wilayah 1.580 kilometer per-segi ini sekarang berpenduduk sekitar 3 juta jiwa — hampir sama dengan Surabaya.  Kawasan yang luasnya dua kali negara Pulau  Singapura itu, ternyata daerah terkecil di Provinsi Fujian atau Hokian. Provinsi ini juga dikenal sebagai tempat para leluhur para Taipan yang menjadi konglomerat di Indonesia. Sebut saja misalnya: Liem Sioe Liong orang top zaman Orde Baru, Liem Seng Tee pendiri pabrik rokok Dji Sam Soe atau Grup Sampoerna, Eka Tjipta Widjaja boss Sinar Mas Group, dan masih banyak lagi yang lain.     Maskot Kota Xiamen, China

Sama dengan Surabaya, masalah pertamanan dan penghijauan di Xiamen tertata rapi. Namun sebuah perbedaan yang sangat mencolok dengan Kota Surabaya adalah sistem penataan lalulintas jalan rayanya. Pejabat Kota Xiamen lebih “berani” mengambil keputusan untuk merangkul investor. Hampir tak ada kemacetan lalulintas di jalan utama. Selain membuat jalan-jalan bebas hambatan yang lebar, juga membuat jalan-jalan layang yang tingginya melebihi pohon pelindung. Artinya, pembuatan jalan layang di sini tidak menggusur taman dan pohon di pinggir jalan yang sudah ada, Justru di bawah jalan layang itu pohon dan taman tertata indah.

Sarana perhubungan dan transportasi di Xiamen cukup lengkap. Ada  beberapa jembatan melintas sungai dan laut antar pulau kecil. Juga ada terowongan yang menerobos badan gunung, bahkan terowongan di bawah laut. Di samping tetap mempertahankan kapal fery yang menyeberangkan penduduk ke pulau lain.          Sarana jalan dan jalan layang di Kota Xiamen, Fujian, China

Pulau Gu Lang Yu — ditulis Gulangyu — adalah satu pulau di depan Kota Xiamen. Hanya delapan menit dengan kapal fery menyeberang ke pulau kecil yang disebut juga Pulau “Jalan Kaki” dan “Pulau Piano”. Pulau kecil ini punya sejarah yang menarik. hampir sama dengan Hongkong dan Macao, pulau ini menjadi kawasan hunian para kolonial dari Eropa. Berbagai peninggalan bangunan kolonial Inggris dan Belanda masih berdiri tagak dan megah di Pulau Gulangyu ini.

Nah, di Gulangyu inilah, kami melakukan studibanding tentang cagar budaya. Bagaimana melestarikan “keangkuhan” benda-benda kuno peninggalan penjajah itu. Sama juga dengan di Kota Surabaya, hampir 90 persen benda dan bangunan cagar budayanya juga peninggalan zaman penjajahan Belanda. Salah satu bangunan kokoh dan antik dengan arsitektur Eropa adalah bekas kantor Konsulat Inggris yang sekarang berubah fungsi menjadi hotel.

Bangunan kolonial di Pulau Gulangyu, Xiamen

Memang, keunikan kawasan Pulau Gulangyu itulah yang menarik. Sehingga menjadi daerah tujuan wisata. Tanpa memilih waktu, hari-hari biasa dan hari libur Gulangyu selalu ramai oleh pelancong dalam negeri, maupun dari mancanegara.

Gulangyu di Xiamen adalah sebuah pulau dari 1,78 kilometer persegi. Apabila kita memasuki daerah perumahan pulau itu, kita akan mulai mendengar gema musik lembut. Gulangyu juga disebut “Pulau Piano” oleh penduduk setempat. Musik piano dari villa dan lingers sepanjang jalan-jalan sempit pulau, banyak seorang musisi terkenal China berasal dari Xiamen.

Tidak hanya bangunan kuno dan antik yang menjadi obyek di Gulangyu, di sini ada sebuah bangunan besar yang dijadikan sekolah musik, bernama Xiamen Music School. Ternyata sejak zaman dulu, di pulau ini ada sebuah bangunan tempat penduduk China belajar musik Barat. Tempat itu, sekarang dijadikan Museum Piano — karena puluhan piano zaman dulu masih terawat rapi di sini — dan  masih bisa difungsikan.      Sekolah Musik, khusus Piano di Pulau Gulangyu, Xiamen, China

Sama juga dengan di Kota Surabaya, perhatian pemerintah kota terhadap cagar budaya di Xiamen juga serius. Mungkin Pemkot Xiamen lebih serius daripada Pemkot Surabaya. Di samping menjaga kelestarian benda peninggalan kolonial dan kerajaan zaman dulu, Pemkot Xiamen juga mengartikan cagar budaya dengan sikap dan keseharian warganya. Cagar budaya tidak semata-mata melestarikan benda mati, seperti gedung, patung dan benda bersejarah. Tetapi, juga melestarikan adat istiadat di kawasan tertentu. Kawasan itu disebut sebagai kawasan cagar budaya.

Tidak hanya itu perhatian yang diberikan oleh Pemerintah, baik pusat maupun kota. Kendati gedung-gedung itu milik perorangan dan swasta, tetapi sejak dinyatakan bangunan atau kawasan itu sebagai cagar budaya, pemerintah menyiapkan pembiayaan dengan anggaran rutin.

Angkutan ini menggunakan accu tanpa motor membawa turis di Pulau Gulangyu          Setiap Mei ada festival musik internasional, dan piano kompetisi dan festival musik juga sering diadakan. Di Huangyan Lu, dalam perjalanan ke Sunlight Rock, ada ruang konser dimana konser klasik secara teratur diadakan pada akhir pekan.    Patung pendiri sekolah musik di Pulau Gulangyu

Dalam bidang seni, di Xiamen ada lukisan cat minyak desa Wushipu. Lukisan minyak desa ini dinobatkan sebagai “kedua dari dasar lukisan minyak dunia industri” . Xiamen memang memiliki keunggulan industri yang kuat di tangan dicat lukisan cat minyak. Kawasan ini memiliki dua basis manufaktur utama, yaitu: Xiamen Wushipu Oil Painting Desa dan Xiamen Haicang Oil Painting Village. Pangsa pasar 80% di pasar Eropa dan Amerika diambil oleh produk ekspor dari Xiamen.

Sebagai basis utama lukisan tangan minyak di China,  desa Xiamen Wushipu Oil Painting memiliki lebih dari 5.000 seniman. Ia memiliki kemampuan untuk memproduksi semua jenis lukisan minyak dengan spesifikasi yang berbeda dan gaya. Dengan dukungan Pemkot  Xiamen, hal itu telah membentuk rantai industri yang kuat.

Kota Xiamen juga merupakan bagian dari sejarah masa lalu China. Dari Kota Xiamen ini sangat mudah menjangkau negara tetangga yang dulu adalah saudara kandungnya, yakni Taiwan. Dari Xiamen ini terpancar nilai budaya dan sejarah China zaman dulu dengan pengaruh kolonial dan budaya Barat. Yang lebih asyik lagi, saat terjadi perpecahan politik antara Partai komunis dengan Partai Nasionalis.

Panorama indah pariwisata di Kota Xiamen, China       Ada catatan sejarah unik di Kota Xiamen. Tahun 1934, pemimpin China Chiang Kai Sek mengusir pendukung komunis yang berada di  wilayah China selatan ke wilayah utara. Mereka melakukan Long March dan akhirnya menetap di Yanan. Perang saudara yang didasari ideologi berbeda itu, akhirnya tahun 1950, Mao Tse Tung mengalahkan Chiang Kai Sek. Rezim komunis menguasai seluruh daratan China dan Chiang Kai Sek mendirikan pemerintahan nasionalis di Taiwan.

Saat inilah, suatu “perceraian” terjadi di Kota Xiamen. Diibaratkan suami-isteri, Pulau Xiamen dan Pulau Jinmen dulu sangat mesra, terpaksa berpisah. Pulau Xiamen dikuasai pemerintahan China dan Jinmen menjadi wilayah Pemerintahan Taiwan atau China Nasionalis.

Kota Pelabuhan

Xiamen juga dikenal sebagai sebuah kota di pantai di China tenggara. Sebagai kota pelabuhan, Xiamen juga mengikat kerjasama kepelabuhanan (sister port) dengan Pelabuhan Tanjung Parak Surabaya. Kota Xiamen menghadap ke Selat Taiwan dan perbatasan dengan Quanzhou di utara dan Zhangzhou di selatan.    Pantai rekreasi di Pulau Kota Xiamen, China

Xiamen punya julukan lain, yakni “kota Amoy” dan kota “gerbang rendah”. Ini mungkin mengacu pada posisinya di mulut Sungai Sembilan Naga. Dialek Hokkian Zhangzhou dari membaca karakter ini sebagai “e-mui”, sumber nama “Amoy”. dialek ini masih dituturkan di barat dan barat daya kota.

Berdasarkan catatan sejarah, selama Dinasti Jin awal, Xiamen menjadi Tong’an Distrik  di 282, sub-entitas Jin’an Prefektur. Selama Dinasti Song (960-1279 M), kota ini dikenal sebagai pelabuhan internasional yang berkelanjutan.

Seorang ilmuwan China dan negarawan Shen Kuo (1031-1095) menghabiskan masa mudanya di sana, sedangkan ayahnya adalah seorang birokrat lokal pada pemerintah staf. Pada 1387, Dinasti Ming menggunakan tempat ini sebagai basis melawan bajak laut, dan merupakan bagian dari Quanzhou.

Saat pemerintahan Koxinga, tahun 1650, Xiamen dijuluki sebagai Siming Island atau “Mengingat Ming”. Namun, kemudian kota ini diubah namanya menjadi Manchu dan tahun 1680  menjadi Xiamen Subprefektur. Setelah Revolusi Xinhai tahun 1912 kembali ke nama Xiamen. Pada tahun 1949, Xiamen menjadi kota provinsi, kemudian ditingkatkan menjadi kota wakil-provinsi.

Tahun 1980, Xiamen menjadi sebuah kawasan Zona Ekonomi Khusus. Xiamen menjadi kota pelabuhan pertama yang digunakan orang Eropa, yaitu Portugis pada tahun 1541. Itu adalah pelabuhan utama China pada abad kesembilan belas untuk mengekspor teh. Akibatnya, Hokkien memiliki pengaruh besar pada terminologi China.

Selama Perang Opium Pertama antara Inggris dan China, Inggris merebut kota dalam Pertempuran Amoy pada tanggal 26 Agustus 1841. Xiamen adalah salah satu dari lima pelabuhan di China yang dibuka berdasarkan Perjanjian Nanking (1842). Sebagai hasilnya, itu adalah titik masuk awal untuk misi Protestan di China.     Jalan raya masuk terowongan menembus bukit di  Kota Xiamen

Pada tahun 1999, skandal korupsi terbesar dalam sejarah China telah ditemukan, yang melibatkan sampai dengan 200 pejabat pemerintah. Lai Changxing diduga telah menjalankan operasi penyelundupan besar, yang dibiayai tim sepak bola di kota itu, studio film, proyek konstruksi terbesar, dan rumah bordil besar disewa kepadanya oleh Biro Keamanan Umum setempat. Menurut Waktu, “penduduk setempat sering bercanda bahwa Xiamen harus mengubah nama menjadi Yuanhua, nama perusahaan Lai.”

Kegiatan ekonomi utama Xiamen meliputi perikanan, galangan kapal, pengolahan makanan, penyamakan, tekstil, manufaktur mesin perkakas, industri kimia, telekomunikasi, dan jasa keuangan. Manfaat kota terutama dari modal investasi dari Hong Kong, Macau dan Taiwan.

Kota lama di Xiamen, seperti Tunjungan di Surabaya

Pada tahun 2008, sebanyak 356 proyek dengan investasi langsung asing telah disetujui di kota Xiamen. Jumlah investasi kontrak asing sebesar US $ 1,89 miliar. Pada tahun 1992, Xiamen menduduki peringkat di antara 10 besar kota China sehubungan dengan kekuatan yang komprehensif dengan PDB meningkat rata-rata lebih dari 20% per tahun. Pada tahun 2008, PDB di Xiamen sebesar 156 miliar Yuan, meningkat 11,1% dibanding tahun sebelumnya.  PDB per kapitanya adalah 62.651 yuan (US $ 9,017). Reformasi ekonomi membawa total volume impor dan ekspor tahun 2008 menjadi US $ 45,4 miliar, sementara ekspornya mencapai US $ 29,4 miliar.

Xiamen juga merupakan tuan rumah China International Fair untuk Investasi dan Perdagangan diadakan setiap tahun pada bulan September awal untuk menarik investasi langsung asing ke daratan Cina.
Zona pemrosesan ekspor Xiamen terletak di bagian selatan Kawasan Haicang. Jaraknya hanya 1,5 km dari Haicang Port Area dan 10 km dari Bandara Gaoqi Internasional, serta 3 km dari Haicang stasiun kereta api.

Haicang terletak sebelah tenggara Pulau Xiamen, di ujung Delta Xiamen-Zhangzhou-Quanzhou Fujian Selatan berbatasan dengan Kota Zhangzhou di barat, Kabupaten Jimei di utara.

Kendaraan dilatang masuk kawasan ini  di siang hari          Kawasan Pengembangan Xinglin Taiwan ini disetujui untuk didirikan pada tanggal 20 Mei 1989 oleh Dewan Negara. Area yang direncanakan adalah 19,36 kilometer persegi dan luas saat ini adalah 12,5 kilometer persegi. Zona ini terletak di Jimei, Xiamen. Industri utama didirikan di zona ini adalah kimia, mesin, tekstil dan elektronik. Zona ini 8 km dari Bandara Internasional Xiamen Gaoqi dan 3 km dari 319 National Highway.

Pada tahun 1992, Xiamen Xiangyu ditetapkan sebagai  Zona Perdagangan Bebas dan disetujui Dewan Negara. Selain itu ada kawasan pengembangan industri  Hi-tech obor. Kawasan ini juga salah satu zona nasional China teknologi tinggi tingkat pembangunan industri.

Saat ini, terdapat 13 kota di Asia yang memiliki penerbangan langsung ke Xiamen. Kota-kota itu adalah Penang, Kuala Lumpur, Manila, Jakarta, Osaka, Nagoya, Tokyo, Seoul, Taibei, Kohiong, Taizhong, Singapura dan Bangkok. Kota-kota di luar daratan China yang memiliki penerbangan langsung ke Xiamen adalah Hong Kong dan Makau yang terletak di selatan provinsi Guangdong border.It juga membuka penerbangan ke Amsterdam 29 Maret 2011.         Disediakan tempat duduk sepanjang jalan yang khusus untuk jalan kaki ini

Sebagai kota kembar (sister city), Kota Surabaya “sangat layak berguru” ke Kota Xiamen di China ini. Di Kota Xiamen, transportasi kota dilayani dengan taksi yang  tersedia dari bandara ke kota. Selain layanan feri ke Pulau Gulangyu, di Xiamen ada empat jembatan utama yang menghubungkan Pulau Xiamen ke daratan China.

Angkutan massa dilayani dengan Xiamen Bus Rapid Transit (BRT). Ini adalah sistem bus dengan jalan ditutup dengan stasiun dan sistem tiket mirip dengan sistem lampu-rel. Sebagian besar dari sistem BRT 115 km jalur bis bebas hambatan. Tidak ada lampu lalu lintas di sepanjang seluruh sistem BRT. Kecepatan maksimum bus dibatasi oleh desain untuk 60 km per jam.

Lima rute BRT saat ini dalam pelayanan, yaitu BRT-1 Route, BRT-2 Route, Route BRT Huandao Avenue, Chenggong Avenue BRT Route, dan Menghubungkan BRT Route. tarif adalah 0.6 RMB per km untuk bus ber-AC. BRT ini dilengkapi dengan 20 layanan shuttle bus yang menghubungkan tempat-tempat ke stasiun BRT. Layanan shuttle bus memiliki tingkat rata 0,5 RMB. Ada beberapa diskon untuk tarif jika pra-bayar e-card yang digunakan.

Rumah susun atau apartemen sebagai rumah warga Kota Xiamen            Taksi merupakan alat transportasi umum yang menjelajahi sebagian besar wilayah kota Xiamen. Dan yang cukup menarik, di kota ini banyak orang naik sepeda. Tidak seperti di kota-kota China yang lain, selain Beijing,  sepeda motor dan moped adalah bentuk utama transportasi. Kendaraan itu tidak diperbolehkan, bahkan  menggunakan klakson mobil juga dilarang.

Xiamen memiliki sistem jaringan transportasi kereta api dan jalan raya dengan seluruh China. Ini telah membentuk hubungan ekonomi dan perdagangan dengan 162 negara dan wilayah di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir, Xiamen  menginvestasikan lebih dari RMB 30 miliar untuk pembangunan infrastruktur.

Ada dua jembatan utama yang menghubungkan pulau Xiamen yang memungkinkan akses mudah ke lalu lintas jalan raya dan transportasi. The Fuzhou-Xiamen dan Zhangzhou-Xiamen Xiamen link jalan raya dengan setiap bagian dari propinsi Fujian dan dengan provinsi Guangdong, Jiangxi dan Zhejiang. Ada juga jasa angkutan kontainer tersedia antara Xiamen dan Shenzhen dan Hong Kong.

Kereta Api di Xiamen terhubung ke semua bagian negara melalui Railway Yingtan-Xiamen, yang terkait dengan jaringan kereta api nasional. Ada layanan penumpang langsung antara Xiamen ke Shanghai, Nanjing, Hefei, Fuzhou, Nanchang dan Yingtan.                   Hotel tempat menginap rombongan wartawan dari Surabaya di Kota Xiamen

Selain Stasiun Kereta Api Xiamen, Xiamen Utara Stasiun Kereta Api, di Gaoqi telah diperpanjang untuk pengangkutan barang impor dan ekspor.  Hal ini juga dihubungkan dengan Fuzhou, Shanghai dan sisanya dari China melalui kereta api berkecepatan tinggi yang dibuka 26 April 2010.

Untuk transportasi udara, ada 62 jalur udara dari Bandara Internasional Xiamen Gaoqi. Penerbangan utama dilaksanakan ke sejumlah tujuan di Asia dan kota domestik yang bisa menangani sebanyak 6.280.000 penumpang dan 201.300 ton kargo.

Kegiatan pelabuhan laut di Xiamen, merupakan salah satu pelabuhan utama di China.  Sejak 1981 itu memiliki peringkat ke-8 di antara pelabuhan utama di China dan peringkat ke-30 di antara 100 pelabuhan top dunia. Pelabuhan laut Xiament terletak di Pulau Xiamen yang berada di mulut Sungai Jiulong — seperti Pelabuhan Tanjung Perak yang terletak di muara Sungai Kalimas.

Ada 81 tempat berlabuh dari tonase besar, menengah atau kecil, termasuk 16 tempat berlabuh dalam air, dimana 6 kontainer beroperasi lebih dari 10.000 ton. 100 000 kapal dermaga tidak bisa langsung di pelabuhan dalam, sedangkan 50 000 kapal tidak bisa menarik untuk bongkar muat.

Saat ini, pelabuhan Xiamen memiliki rute navigasi ke Hong Kong, Jepang, Korea, Kaohsiung dan Singapura. Xiamen baru-baru ini membuka rute laut ke Laut Tengah, Eropa dan Amerika. Pada tahun 2000, throughput kargo di pelabuhan adalah 19.650.000 ton, meningkat 10,82% dibanding tahun sebelumnya, throughput kontainer mencapai 108.460.000 TEUs, naik 27,83% dari tahun sebelumnya.

Di antara barang lainnya ditangani, Xiamen adalah suplai terbesar di dunia dasar untuk bahan tungsten baku. Ini adalah kacamata hitam terbesar di dunia basis manufaktur, mengekspor 120 juta pasang setiap tahun.

Dermaga laut Xiamen, juga merupakan markas besar Army Group 31 dari Tentara Pembebasan Rakyat. Ini adalah, salah satu dari tiga pasukan kelompok yang terdiri dari Nanjing Daerah Militer bertanggung jawab atas pertahanan pantai timur China dan pemulihan Taiwan.

Juga sama dengan Kota Surabaya, Kota Xiamen berulangkali terpilih sebagai kota terbersih di China, dan memiliki banyak atraksi untuk wisatawan. Xiamen dan desa sekitarnya memberikan pemandangan spektakuler dan menyenangkan-pohon pantai berjejer.

Berbelanja, juga merupakan bagian kegiatan kepariwisataan di Xiamen. Kota ini  memiliki berbagai department store. Ada juga supermarket  yang dijalankan oleh Metro dan Wal-Mart. Selain itu ada ShoeMart Shopping Mall yang dimiliki dan dioperasikan oleh Mr Henry Sy seorang pengusaha yang berasal dari Filipina. Ada juga supermarket di kampus universitas dan mereka memiliki layanan pengiriman barang banyak. Di kampus universitas, terdapat banyak toko buku.

Zhongshan Lu adalah kawasan komersial utama di Xiamen. Di sini banyak ruko  yang menjual fashion terbaru, sepatu dan berbagai produk. Sebuah bagian besar dari jalan antara pendaratan feri dan Siming Street,  juga nyaman bagi pejalan kaki. Antara Zhongshan Lu Lu dan Shengping, di Shuixian Lu, ada jalan lama yang terkenal dengan sebutan  Zhenbang Lu.

Xiahe Lu, adalah kantor polisi yang baru didirikan komersial sibuk di Xiamen. Pusat perbelanjaan terletak di sini termasuk Stasiun Kereta Api Dunia Trading Mall, Chengda Mall, Holiday Dunia untuk Perempuan dan Anak

Kampus Universitas Xiamen yang didirikan tahun 1921, termasuk kampus tua di Kota Xiamen, Namun sekarang sudah bermunculan kampus-kampus dan elmabaga pendidikan lainnya di Xiamen. Di antaranya, Jimei University, Lujiang University, Sekolah Kejuruan Oseanografi, Xiamen Nanyang College, Xiamen Performing Arts College, dan Sekolah Kejuruan Perangkat Lunak Xiamen. (*)

Surabaya Water Front City

Pemkot Surabaya Serius Menata Bantaran Sungai

Mengembalikan Jatidiri Surabaya

Sebagai “Water Front City

Oleh: HM Yousri Nur Raja Agam

Ikon Surabaya Patung "Ikan Sura dan Buaya" menghadap Sungai Kalimas

PEMERINTAH Kota Surabaya serius menertibkan bangunan di bantaran atau stren sungai. Bangunan liar yang terletak di stren (bantaran) sungai terus-menerus ditertibkan. Kendati gejolak dan perlawanan timbul sebagai reaksi dari penertiban, Pemkot Surabaya bertekad untuk terus menegakkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Upaya penertiban bantaran sungai itu, merupakan salah satu langkah untuk menjaga kelestarian sungai. Bahkan juga untuk mempertahankan julukan kota Surabaya sebagai Kota Maritim. Kota yang bergelut dengan air di laut dan di sungai secara tertib.

Kehidupan warga kota Surabaya, sejak dahulu kala, berawal dari permukiman di pinggir sungai dan di pantai. Sungai Kalimas yang mengalir dari  Kali Surabaya sebagai anak Sungai Kali Brantas membelah daratan Kota Surabaya. Sungai Kalimas yang menjadi urat nadi Kota Surabaya ini, bermuara di laut Selat Madura.

Di muara Kalimas itulah terletak pelabuhan samudera Tanjung Perak, pusat kegiatan kemaritiman dan pangkalan armada TNI Angkatan Laut. Bahkan aktivitas di sepanjang pantai, menjadi kawasan masyarakat nelayan.

Kota Surabaya, memang merupakan perpaduan darat, laut dan sungai. Kota yang hidup dari keberadaan air. Kota Surabaya pun mengambil dua jenis fauna laut dan sungai sebagai lambangnya, yakni ikan Sura dan Baya (buaya). Sehingga kota Surabaya layak disebut “Water Front City” atau kota yang berhadapan dengan air. .

Dahulu, dalam catatan sejarah, hampir seluruh bangunan di Surabaya menghadap ke sungai Kalimas. Waktu itu, Kalimas berfungsi sebagai sarana lalulintas perairan dari muaranya di Selat Madura, hingga dapat berlayar sampai ke hulu sungai Kali Brantas. Sebagai contoh, Gedung Grahadi, sebagai rumah tinggal gubernur jenderal, serta bangunan lain di sepanjang Kalimas sampai ke Ujung di Tanjung Perak masih terlihat  menghadap sungai. Namun setelah ada jalan raya, sungai Kalimas menjadi bagian belakang bangunan gedung itu sampai sekarang.

Jadi, sejak dulu sebenarnya Surabaya adalah”Water Front City”. Sekarang jatidiri Surabaya itu harus dikembalikan, dengan menata bangunan di sepanjang Kali Surabaya, Kali Jagir Wonokromo dan Kalimas menghadap sungai. Untuk itu, penghalangnya, berupa bangunan liar di bantaran sungai perlu ditertibkan.

Memang tidak mudah untuk mengembalikan kehidupan masyarakat yang tertib di sepanjang bantaran atau tepi sungai dan pantai. Perlu dilakukan pengkajian, perencanaan dan penataan yang terpadu. Selain itu juga perlu ada koordinasi antarinstansi terkait.

Kawasan di timur Jembatan Merah pada tahun 1930-an - benar-benar mewujudkan Surabaya Water Front City

Sungai kalimas dekat Jembatan Merah Surabaya, perlu dibenahi, sehingga dapat mewujudkan Water Front City. (Foto diambil 12 Mei 2010-Yous foto)

Seperti Jembatan Merah di Surabaya, tetapi ini lain, ini di Singapura, dijepret tanggal 19 April 2010 (Yous-foto)

Sungai di Kota Padang, bangunan di sana dihadapkan ke sungai, mempertahankan Padang sebagai Water Front City, foto diambil tanggal 20 Oktober 2009 (Yous-Foto)

Pengairan dan Pematusan

Sungai Kali Brantas di Provinsi Jawa Timur yang mengalir dari hulu ke muara melalui beberapa wilayah kabupaten kota. Sungai ini pernah menjadi sarana transportasi air untuk angkutan kapal dan perahu di masa lampau. Pengaturan dan pengelolaannya oleh Pemerintah Pusat diserahkan kewenangannya kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur. Mengingat salah satu fungsi air sungai adalah untuk kegiatan pertanian, maka pengelolaannya dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU) Pengairan Jawa Timur, kata Ir.H. Mustafa.Kamal Fasya.

Sejak dahulu, Surabaya memang belum sepenuhnya menjadi kota permukiman. Sebagian wilayahnya masih menjadi kawasan pertanian. Sehingga fungsi sungai, di samping sebagai sumber air untuk kehidupan rumahtangga di perkotaan, juga menjadi sumber pengairan bagi pertanian.

Keberadaan anak Sungai Kali Brantas, yakni: Kali Surabaya dan Kalimas yang membentang di tengah kota Surabaya, prinsipnya masih merupakan anak sungai untuk kebutuhan pertanian. Jadi tidak sepenuhnya sebagai saluran pematusan untuk pembuangan air rumahtangga.

Perkembangan zaman, mengubah fungsi dan pemanfaatan air sungai. Di samping untuk pengaiaran pertanian, juga sebagai bahan baku air minum dan kebutuhan industri yang berdiri di  sekitar wilayah sungai. Bahkan tidak jarang, sungai menjadi tempat pembuangan limbah cair dari pabrik.

Semakin beragamnya fungsi dan pemanfaatnan air sungai di Jawa Timur, khususnya Sungai Kali Brantas, maka Pemprov Jatim mendirikan perusahaan pengelola air sungai yang disebut PT.Jasa Tirta. Sedangkan Dinas PU Pengairan berfungsi mengelola badan sungai dan bantarannya.

Bagi daerah perkotaan seperti Kota Surabaya, terasa ada perbedaan fungsi sungai  dengan Pemprov Jatim. Kalau Pemprov Jatim memfungsikan sungai sebagai saluran irigasi untuk pengairan pertanian, bagi kota Surabaya sungai justru berfungsi sebagai saluran pematusan, kata Asisten IV Sekretaris Kota (Sekkota) Surabaya, Ir.H.Tri Siswanto..

Perbedaan fungsi ini menjadi kendala berkaitan dengan kepentingan. Sebab, sebagai saluran irigasi untuk pertanian, permukaan air harus lebih tinggi dari permukaan sawah. Sebaliknya, untuk pematusan, permukaan sungai harus berada di bawah daratan. Baik untuk pembuangan air rumahtangga, maupun untuk penanggulangan banjir di musim hujan,  ujar Tri Siswanto yang juga mantan Kepala BPP (Badan Pengelola dan Penanggulangan) Banjir Kota Surabaya itu. .

Bangunan Liar

Permasalahan yang terjadi di Kota Surabaya, tidak saja perbedaan pandangan antara Pemprov Jatim dengan Pemkot Surabaya.  Selama ini, karena yang mempunyai kewenangan terhadap bantaran sungai adalah Pemprov Jatim, maka Pemkot Surabaya tidak mudah melakukan penertiban bangunan liar di bantaran (stren) sungai yang berada di wilayahnya.

Pemkot Surabaya terus-menerus berupaya melakukan penertiban bangunan liar, yakni bangunan tanpa IMB (Izin Mendirikan Bangunan) di sepanjang bantaran sungai. Namun sering terkendala oleh kewenangan yang juga dimiliki Dinas PU Pengairan Pemprov Jatim. Tidak gampang melakukan koordinasi, kendati tujuannya positif dan sama-sama menegakkan aturan hukum dan perundang-undangan.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya, Ir.Tri Rismaharini,MT menyatakan, landasan hukumnya sudah jelas. Peraturan Menteri PU No.63 Tahun 1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai, sudah dengan tegas menetapkan garis sempadan sungai. Demikian pula dengan aturan terkait, yakni Keputusasn Gubernur Jawa Timur No.143 Tahun 1997 tentang Peruntukan tanah pada Daerah Sempadan Sungai Surabaya.

Jadi, kalau didalami ke dua aturan terkait itu, maka fungsi sungai Kali Surabaya dan Kalimas sudah sangat jelas, kata Risma – panggilan akrab mantan Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Surabaya itu. Sungai dalam kota tidak lagi berfungsi sebagai saluran irigasi semata, tetapi dapat difungsikan sebagai saluran pematusan.. Selain itu, aktivitas di sekitar sungai juga untuk MCK (Mandi-Cuci-Kakus), kegiatan wisata, penyeberangan, olahraga air, penangkapan ikan dan juga pengerukan lumpur dan pelabuhan Kalimas di bagian muara.

Tidak hanya itu, kata Risma, berdasarkan kebijakan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kota Surabaya, sungai di Surabaya juga dikembangkan sebagai pendukung sarana transportasi terpadu. Kalimas untuk transportasi sungai dari utara ke selatan dan Kali Surabaya-Kali Jagir Wonokromo sebagai sarana transportasi sungai dari barat ke timur.

Ternyata, sejak lama, sebagian bantaran sungai kurang mendapat pengawasan. Akibatnya, kaum urban yang datang ke kota Surabaya memanfaatkan lahan kosong di pinggir sungai. Di atas bantaran atau stren sungai Kali Surabaya-Kali Jagir dan Kalimas, berdiri bangunan liar. Masyarakat pendatang itu, bahkan sudah menjadi penghuni stren sejak lama dan di antaranya mendirikan bangunan permanen tanpa IMB (Izin Mendirikan Bangunan). Ini memang merupakan msalah yang dihadapi Pemkot Surabaya..

Pemkot Surabaya saat ini memang serius melakukan penataan dan penertiban bangunan di bantaran sungai Kali Surabaya, Kali Jagir Wonokromo dan Kalimas, ujarnya Risma.

Bangunan Menghadap Sungai

Sungai Kalimas di Jalan Ngagel dan Dinoyo, sebaiknya bangunan ditata menghadap sungai. (Yous-Foto)

Pemkot Surabaya sudah lama merencanakan penataan stren atau bantaran sungai. Tahap demi tahap dilakukan penertiban bangunan liar yang berdiri di bantaran sungai, kata Kasi Perencanaan Pematusan Dinas Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya, Ir.Agus Handoyo. Hingga sekarang pun terus berlangsung. Namun, tetap menghadapi berbagai kendala.

Masyarakat Kota Surabaya perlu diberikan gambaran dan cakrawala pandang tentang keberadaan sungai dan fungsinya dalam struktur perkotaan.

Kota Padang, ibukota Provinsi Sumatera Barat berdasarkan informasi dari Pemerintah Pusat, merupakan salah satu kota di Indonesia yang berhasil melakukan penataan bangunan di tepi sungai. Sesuai dengan informasi itu, kelompok wartawan Pemkot Surabaya melihat langsung penataan bangunan di Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam Kota Padang.

Sungai Kalimas di Ketabang sudah bagus. Seharusnya di wilayah Gentengkali, Jl.Ahmad Jais, Jalan Peneleh sampai Jembatan Merah juga seperti ini. Sayang belum ditata, padahal bangunan liar sudah digusur. (Yous-Foto)

Selama dua hari berada di Kota Padang, memang ada benarnya. Kota Padang, yang keberadaan kotanya hampir sama dengan Surabaya, penataan bangunan di tepi sungai dan pantai memang sudah baik. Kota Padang, benar-benar sudah menjadi “Water Front City”. Kota yang menghadap sungai dan laut. Artinya, di Padang hampir seluruh bangunan menghadap ke arah sungai dan pantai. Berbeda dengan Surabaya, masih banyak bangunan yang membelakangi sungai. Akibatnya, sungai Kalimas dan Kali Surabaya, serta Kali Jagir Wonokromo menjadi kurang terawat, bahkan tidak jarang menjadi tempat pembuangan sampah.

Jadi, saat studibanding yang dilakukan kelompok wartawan Pemkot Surabaya,  tanggal 27 dan 28 April 2009 lalu, terlihat pemandangan yang cukup kontras dengan sungai di Kota Surabaya. Hampir seluruh bantaran sungai, terlindung oleh tanggul yang kokoh. Saluran air terjaga kebersihannya. Jalan inspeksi di kiri dan kanan sungai dapat dilewati kendaraan bermotor. Bangunan gedung, rumah dan kantor menghadap jalan di pinggir sungai.

Tiga sungai besar, yakni sungai Batang Arau, sungai Batang Kuranji dan sungai Bandar Bakali yang membelah Kota Padang, semuanya terawat dengan baik. Sungai yang rata-rata lebar antara 10 hingga 20 meter dengan kedalaman sampai 8 meter itu, terlihat bersih dan dapat dilayari perahu.

Kepala Bappeko Padang, Ir.H.Indra Catri,MSP yang berdampingan dengan Kepala Bagian Humas Kota Surabaya, Drs.Kartika Indrayana, di Balaikota Padang, menjelaskan, air sungai yang mengalir di tengah Kota Padang itu, juga berfungsi sebagai sumber air minum PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) Kota Padang, sama dengan Surabaya. Selain itu juga difungsikan untuk pemeliharaan ikan.

Indra juga menyebutkan, Sungai Bandar Bakali, juga difungsikan sebagai pengendali banjir dalam kota. Sungai itu lebih dikenal sebagai tanggul atau kanal. Masyarakat, kemudian mengenal sungai itu sebagai sungai banjir kanal. Khusus sungai Batang Arau, bagian muaranya dijadikan pelabuhan pelayaran rakyat, seperti di muara Kalimas di Surabaya. Sedangkan pelabuhan samudera seperti Tanjung Perak, di Padang bernama Pelabuhan Teluk Bayur.

.Sebelum berdiri pelabuhan Teluk Bayur, ujar Indra Catri, pelabuhan yang ramai di zaman Belanda adalah pelabuhan Muara. Sisa-sisa peninggalan zaman VOC dan kolonial Belanda itu masih terlihat hingga sekarang. Bangunan lama dan gedung kuno masih tetap dirawat serta dipertahankan keasliannya sebagai bangunan cagar budaya.

Nah, karena keberadaan Kota Padang ini sejak awal adalah kota yang lahir di tepi sungai, penataan bangunan gedung dan rumah-rumah pun sejak awal sudah diarahkan menghadap sungai. Begitu pula bangunan yang berada di pantai, diarahkan menghadap laut. Membangun rumah menghadap sungai dan pantai sudah menjadi tradisi masyarakat Minangkabau.

Indra Catri tidak menyangkal, kadang-kadang juga timbul permasalahan di Kota Padang. Tetapi, permasalahan dapat diselesaikan melalui musyawarah KAN (Kerapatan Anak Nagari). Apabila di tingkat KAN musyawarah belum mencapai mufakat, maka dibawa ke LKAM (Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau) tingkat Kota. Lembaga adat atau lembaga informal itulah yang turut membantu permasalahan kota, katanya.

Kota Padang sejak dulu berjuluk “Water Front City” atau Kota yang menghadap air – yakni sungai atau laut. Itu tetap dipertahankan terus, ujar Indra Catri.

Pemkot Surabaya Serius

Untuk mewujudkan “mimpi” Surabaya kembali menjadi “Water Front City” seperti Kota Padang, maka Pemkot Surabaya serius, tidak main-main. Walikota Surabaya, Drs.H.Bambang Dwi Hartono, MPd dengan berani menghadapi segala bentuk tantangan dan kendala. Setelah berhasil melakukan penertiban di sungai Kalimas bagian hilir, pekan-pekan terakhir ini dicanangkan dan sekaligus dilaksanakan penertiban bangunan liar di bagian hulu.

Penertiban dengan melakukan pembongkaran bangunan liar di sepanjang sungai Kali Jagir Wonokromo, memang tidak mudah. Persoalannya, bangunan di kawasan itu banyak yang berupa bangunan permanen. Tidak hanya sebagai rumah tinggal, tettapi juga berfungsi sebagai tempat usaha.

Pemkot Surabaya, memang tidak semata-mata merubuhkan bangunan liar. Selain terkesan melakukan penggusuran, juga diberi alternatif yang bersifat manusiawi. Warga yang menjadi pemilik dan menghuni bangunan liar di bantaran sungai itu diminta membongkar sendiri bangunannya. Kemudian, mereka diberi kesempatan untuk mendaftar sebagai penghuni Rusunawa (Rumah Susun Sewa) milik Pemkot Surabaya..

Memang, tidak semudah membalik telapak tangan. Kenyataannya, tidak semua warga yang berada di bantaran sungai itu bersedia pindah begitu saja. Di antara mereka ada yang melakukan perlawanan. Bertahan di bangunan liar yang sudah mereka huni selama bertahun-tahun Sehingga, pembongkaran rumah dan bangunan dilakukan secara paksa dengan menggunakan alat berat “buldozer” oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dengan pengamanan aparat kepolisian.***

Monumen Pers Perjuangan di Surabaya

Munumen Pers

Perjuangan Surabaya

Di Jalan Tunjungan 100


(Riwayat LKBN Antara Surabaya)


Oleh: Yousri Nur Raja Agam MH *)


TULISAN “Munumen Pers Perjuangan Surabaya” terpampang di dinding gedung di Jalan Tunjungan nomor 100 Surabaya. Apabila kita dari arah Jalan Basuki Rachmat menuju Jalan Embong Malang, tulisan itu sangat jelas. Tentu akan menjadi tanda tanya masyarakat, terutama generasi muda, apa sebabnya gedung yang terletak di pojok Jalan Tunjungan dan dan juga disebut Jalan Embong Malang No.2 itu ditempeli tulisan Munumen Pers Perjuangan Surabaya.

Padahal, gedung itu dipergunakan untuk kegiatan penjualan arloji merek SEIKO dan ALBA. Memang, dulu gedung itu merupakan tempat bersejarah bagi pers nasional di Surabaya dan Indonesia. Di masa perjuangan kemerdekaan tempat itu mempunyai peran penting. Gedung ini dulu digunakan sebagai pusat kegiatan Kantor Berita Indonesia. Sekaligus markas pers pejuang di tahun 1945. Itulah sebabnya gedung ini dimasukkan ke dalam cagar budaya Kota Surabaya sebagai gedung bersejarah. Gedung ini dinamakan “Munumen Pers Perjuangan Surabaya”.

Sangat disayangkan, monumen ini belum diisi dengan alat peraga dan benda bersejarah, khususnya perangkat yang digunakan wartawan masa perjuangan atau foto-foto hasil liputan wartawan di masa itu. Bahkan, siapa yang mengelola monumen inipun hingga kini belum jelas.

LKBN Antara

Kantor Berita Indonesia (KB Indonesia) ini berdiri secara resmi 1 September 1945 yang didirikan oleh mantan wartawan dan karyawan kantor berita Domei Cabang Surabaya. Sejak jatuhnya pemerintahan balatentara Jepang, kantor berita Domei Cabang Surabaya, bagaikan “kantor tak bertuan”. Karena tidak ada kegiatan, sebagian karyawan membawa peralatan kantor pulang ke rumah masing-masing. Alat-lat itu antara lain pesawat radio, pemancar dan penerima (transmitter dan receiver).

Selain pengiriman dan penerimaan berita melalui perangkat telekomunikasi dan morse, KB Indonesia juga menerbitkan bulletin berita bernama “Siaran Kilat”. Kantor berita ini, merupakan kantor cabang pertama yang melepaskan dirinya dari kantor pusat Domei di Jakarta. Kecuali itu dengan menerbitkan sendiri bulletin berita, para wartawannya menggunakan gedung ini sebagai markas wartawan dan pers pejuang.

Menurut Wiwiek Hidayat, mantan kepala cabang LKBN Antara Surabaya, yang merupakan salah seorang di antara wartawan KB Indonesia itu, sewaktu masih hidup kepada penulis bercerita tentang berbagai aktivitas di gedung itu. Salah satu yang berkesan, kata almarhum Wiwiek Hidayat, adalah kesempatan memotret dan memberitakan peristiwa perobekan bendera merah-putih-biru (bendera Belanda) di atas gedung hotel Orange (yang di zaman Jepang diganti namanya menjadi hotel Yamato). Para wartawan KB Indonesia merupakan saksi mata dan bahkan ada di antaranya menjadi pelaku aksi massa insiden perobekan bendera yang mengawali kisah perjuangan Arek Suroboyo pada tanggal 10 November 1945.

Ada yang berkesan bagi para wartawan pejuang ini, karena untuk kegiatan operasional KB Indonesia itu, modal kerjanya urunan di antara wartawan dan karyawan. Para wartawan yang bergabung pertama kali di KB Indonesia itu adalah: RM Bintarti, Amin Lubis dan Sjamsoel Arifin. Sedangkan yang mengolah pemberitaan di dapur redaksi adalah: Soetomo (Bung Tomo), Wiwiek Hidayat, Fakih Hassan, Mashoed, Ki Soemadji Adji Wongsokoesoemo, Lukitaningsih, Soetojo, Toety Agoestina Askaboel (yang kemudian dikenal sebagai Ny.Toety Azis – Surabaya Post), Abdoel Wahab dan Soekarsono. Di bagian redaksi asing, ada Gadio Atmosantoso, Soedjoko, Rachmat dan Karmadi.

Di bagian telekomunikasi ditangani Hidajat (salah seorang pemberontak di atas kapal ‘Zeven Provincien’), Yacob, Soedarno, Soemarsono, Koesnandar, Soewardi, Hasan Basri, Alimoen, Ali Oerip dan Anwar Idris. Di bagian administrasi ada Mohammad Sin, Soemardjo, Soeidjo, Moeljaningsih dan Giman.

Sebagai kantor berita di negara Indonesia yang sudah resmi merdeka itu, KB Indonesia berperan menyampaikan berita ke dunia internasional. Sumber informasi KB Indonesia ini berasal dari siaran radio dalam dan luar negeri.

Yang menarik, setiap hari kantor ini ramai dikunjungi warga Surabaya, untuk membeca berita yang ditempel di depan gedung ini.

Tanggal 1 Oktober 1945, Arek-arek Surabaya melucuti senjata tentara Jepang dan mengambil alih beberapa kantor yang sebelumnya dikuasai Jepang. Salah satu di antaranya adalah gedung KB Domei di Alun-alun straat 30 (Gedung PT.Pelni di Jalan Pahlawan 112 sekarang). Karena kantor ini mempunyai peralatan yang cukup lengkap, KB Indonesia dipindahkan ke sini. Tetapi, penerbitan bulletin “Siaran Kilat” tetap di Tunjungan 100.

Bung Tomo bersama Jacob berangkat ke Jakarta. Bung Tomo berhasil menemui Presiden Soekarno dan melaporkan tentang aksi arek Surabaya melucuti senjata tentara Jepang. Kesempatan berada di Jakarta itu digunakan pula oleh Jacob, menemui Adam Malik yang juga mendirikan Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara 1 September 1945. Nah, karena KB Indonesia di Surabaya beridri sendiri, maka Jacob minta izin kepada Adam Malik untuk menggabungkan KB Indonesia Surabaya menjadi bagian LKBN Antara. Setelah mendapat persetujuan, resmilah berdiri LKBN Antara Cabang Surabaya.

Akibat peperangan dengan tentara Sekutu dalam peristiwa 10 November 1945, LKBN Antara terpaksa memboyong perangkat kerjanya dan alat komunikasinya ke rumah Wiwiek Hidayat di Mojokerto. Di sini Wiwiek Hidayat bersama RM Bintarti terus melakukan kegiatan LKBN Antara dan wartawan lainnya melakukan kegiatan dalam pengungsian yang terpencar di Sidoarjo, Bojonegoro dan Malang, serta ada pula yang bertahan di Surabaya.

Dalam pengungsian itu pula, beberapa wartawan menerbitkan suratkabar. Soedjono dengan beberapa wartawan tetap menerbitkan Siaran Kilat. Amartiwi dan A.Azis menerbitkan Soeara Rakjat (baca: Suara Rakyat) di Malang, kemudian bekerjasama dengan Moch.Sofwanhadi, koran Soeara Rakjat diboyong ke Surabaya. Dalam kancah pergolakan dalam peristiwa 10 November, koran ini kemudian dipimpin oleh R.Toekoel Soerohadinoto. Selain memberitakan pertempuran, koran ini juga memuat nama-nama pejuang dan arek-arek Surabaya yang gugur.

Akibat pemberitaan Soeara Rakjat yang cukup tajam dan dinilai menghasut rakyat, membuat penguasa dari pihak Inggris melakukan tekanan dan teror terhadap penerbit Soeara Rakjat.

Setelah suasana di Surabaya agak aman, kantor LKBN Antara melakukan kegiatan di rumah Wiwiek Hidayat di Jalan Raya Ketabang (sekarang Jalan Jaksa Agung Suprapto). Menurut Syahrul Bachtiar Hidayat, salah seorang putra almarhum Wiwiek Hidayat, rumah itu dipergunakan sampai tahun 1960-an sebagai kantor LKBN Antara Surabaya. Kemudian, kembali menempati kantor di Jalan Pahlawan 114 dan kemudian pindah ke kantor Gubernur Jatim Jalan Pahlawan 110.

Setelah Wiwiek Hidayat pensiun tahun 1980, pimpinan LKBN Antara Surabaya diganti oleh Atmo Kurdi (1980-1992), kemudian Tukidjan (1992-1999). Pada tahun 1997, dilakukan pembenahan kantor gubernur dan kantor LKBN Antara pindah ke kantor sendiri di Jalan Darmo Baru Barat 58 Surabaya. Sejak tahun 1999, pimpinan LKBN Antara Surabaya dipercayakan kepada Indro Sulistyo yang juga menduduki jabatan Sekretaris PWI Cabang Jawa Timur. Indro mengakhiri tugasnya 20 Oktober 2005, kemudian menjadi pimpinan LKBN Antara di Ambon, Maluku. Jabatan yang ditinggal Indro digantikan oleh Ny.Farocha.

Pada awal 2007, kantor LKBN Antara Surabaya, pindah ke Jalan Kombespol M.Duriat 41 A Surabaya. Setelah tiga tahun mengendalikan Antara Surabaya, rotasi kepemimpinan di Surabaya kembali berputar. Ny.Farocha pada tanggal 1 Agustus 2008 menyerahkan jabatannya kepada Kliwantoro. Masa jabatan Kliwantoro berakhir  17 Maret 2010.

Jabatan Kepala LKBN Antara Jawa Timur dari Kliwantoro berpindah kepada Ahmad Munir. Acara pengukuhan Cak Moner — panggilan akran Ahmad Munir — yang menduduki jabatan Ketua SIWO (Seksi Wartawan Olahraga) PWI Jatim ini dilakukan  Gubernur Jawa Timur Dr.H.Soekarwo, di gedung Bina Loka Komplek Kantor Gubernur Jatim di Jalan Pahlawan 110 Surabaya.***

 

*) Yousri Nur Raja Agam — mantan Wk.Ketua PWI Jatim.

 

 

Bersama Megawati di Shanghai

Yousri di depan bangunan kuno cagar budaya di kota lama Shanghai

Yousri di depan bangunan kuno cagar budaya di kota lama Shanghai

Rumah bergonjong di Shanghai

Bangunan cagar budaya di kota lama Shanghai, China ini menjadi obyek wisata paling ramai di Kota Shanghai.

Atap rumah kuno di taman Yuyuan ini mirip dengan atap rumah gadang Minangkabau di Sumatera Barat yang dikenal dengan atap bergonjongnya. (yous)

<!–[if gte mso 9]> Normal 0 MicrosoftInternetExplorer4 <![endif]–> <!–[endif]–>

Shanghai


Surga Belanja

Catatan perjalanan:

Yousri Nur Raja Agam MH *)

UDARA kota Shanghai di China, masih dingin. Seorang gadis berusia 25 tahun yang mengenakan jaket tebal berjejer di antara para penjemput penumpang yang baru turun dari pesawat terbang China Eastern di bandara Hongqiao, Shanghai. Wanita kulit kuning mata sipit itu mengacung-acungkan papan nama seseorang di depan pintu keluar bandara domestik China itu.

Nama yang diacungkan itu adalah satu-satunya nama yang menggunakan huruf Latin. Beberapa di antara puluhan penjemput lainnya, mengacungkan nama beraksara China.

“Wah, yang menjemput cewek ayu”, kata Fery Is Mirza sembari menunjuk ke arah gadis yang memegang papan nama bertulis “Hadiaman Santoso” itu.

Fery, sertamerta mendekati gadis itu. Tanpa ragu-ragu si gadis menyapa Fery dengan ucapan “selamat datang Bapak Hadiaman Santoso di Shanghai”. Fery dengan senyum menyalami gadis itu. Kemudian Fery mengatakan, nama saya Fery, dan yang itu om Hadiaman Santoso, serta yang satu lagi saudara saya, namanya Yousri. Gadis itu menyambut jabat tangan kami begantian.

“Oh ya, nama saya Megawati, biasa dipanggil Mega”, ujarnya.

Dengan ramah Mega yang menjemput kami yang sudah sepuluh hari bertualang di beberapa kota negara Tirai Bambu itu. Kami sudah berkunjung ke Tiongkok bagian Utara, mulai dari ibukota negara itu, sampai ke Yantai dan Qindau.

Mega mempersilakan naik ke mobil yang sudah menunggu di dekat pintu keluar. Sesampai di luar bandara, gadis itu memperkenalkan seorang perempuan muda di dekat mobil, yang ternyata dia sopir minibus pariwisata yang akan membawa tiga pria asal Indonesia ini. Dengan cekatan, wanita muda itu menutup pintu dorong mobil warna biru tua itu setelah ke tiga penumpangnya naik.

Wanita yang mengemudikan mobil stir kiri ini mengenalkan namanya,Loui. Mobil minibus yang cukup mewah itu meluncur di tengah keramaian kota Shanghai.

Sebagaimana kebiasaan pemandu wisata, gadis yang mengaku bernama Mega itu, langsung berceloteh. “Terlebih dahulu saya ucapkan selamat datang di kota Shanghai”, katanya dengan bahasa Indonesia cukup fasih, walaupun iramanya masih terasa kaku.

“Kamu kok bisa bahasa Indonesia. Apakah kamu pernah di Indonesia?” Tanya Hadiaman. “Oh ya, saya bisa bahasa Indonesia setelah belajar sekitar delapan tahun di Universitas Beijing. Tapi, saya belum pernah ke Indonesia. Mungkin, nanti kalau ada tugas ke sana”, jawab Mega.

“Kita makan dulu di restoran China. Semua halal, tidak ada babi. Saya sudah dapat informasi, kalau tiga tamu yang saya ini adalah Muslim”, katanya tanpa ditanya.

Usai makan, perjalanan dilanjutkan ke beberapa obyek wisata di kota Shanghai. Tidak mau kehilangan informasi, selama dalam perjalanan itu, justru kami banyak bertanya tentang hal-hal yang unik dan aneh. Berbagai pertanyaan mengalir begitu lancar. Silih berganti, di antara kami, Fery dan om Hadiaman betanya dan saling komentar. .

Mega menceritakan tentang masa kecil, masa sekolah, sampai ia menamatkan perguruan tinggi. Megawati adalah nama pemberian dosen bahasa Indonesia-nya sewaktu kuliah di Beijing. Nama asli saya Wang Xielie, lahir di kota Shanghai ini 25 tahun yang lalu, katanya. Karena Wang itu artinya raja atau penguasa, maka nama saya dipanggil Megawati. “Mega kata dosen saya itu artinya awan, tetapi nama saya tidak ada hubungannya dengan awan.

“Nah, kebetulan waktu saya diberi nama itu, presiden Indonesia bernama Megawati. Karena nama keluarga saya Wang yang berarti penguasa, maka diberikanlah nama Megawati kepada saya”, jelasnya.

Menurut Mega, ia juga pernah diberi nama Wigati oleh guru bahasa Indonesia yang memberi kursus sebelumnya. Tetapi, kemudian diganti menjadi Megawati. Nama itu selalu saya pergunakan kalau bertemu orang dari Indonesia,” katanya.

“Oh, kalau begitu, kamu ini masih seusia anak saya”, kata Hadiaman.

 

Wanita Shanghai Manja

Megawati

Megawati

Biasa, pertanyaan sudah menjurus. Termasuk menanyakan, apakah Mega sudah punya pacar atau belum. Mega hanya tersenyum.

Sewaktu pembicaraan menyinggung masalah budaya dan pergaulan masyarakat Shanghai, Mega menjelaskan tentang hal unik dalam kehidupan di kota Shanghai. Di sini, gadis dan wanitanya manja-manja. Laki-laki tidak mudah menjadi suami di sini. Sebab adat atau budaya kota Shanghai yang memanjakan wanita. Seorang suami di Shanghai tidak bisa enak-enak seperti di daerah lain, misalnya menyuruh isteri untuk memasak dan mencuci pakaian. Di Shanghai, justru yang memasak dan mencuci pakaian itu adalah pekerjaan suami. Si isteri serba tahu beres. Kerjanya lebih banyak bersolek dan belanja.

“Tetapi itu masa lalu, zaman sekarang sudah berubah. Ada kesetaraan antara suami dengan isteri. Sama-sama bertanggungjawab dalam membangun keluarga”, katanya.

Contohnya, kata Mega adalah keluarganya sendiri. Megawati mengaku sebagai anak tunggal dari ayahnya yang berprofesi sebagai dokter dan ibunya ahli farmasi (obat-obatan). Kedua orangtuanya sama-sama bekerja di rumahsakit milik Pemerintah China di Kota Shanghai.

Bagi Megawati, profesi sebagai pemandu wisata ini hanyalah sambilan, pekerjaan paruh waktu (part-timer) agen pariwisata (tourist agency) di kota ini. Biasanya kalau ada tamu dari Indonesia, Mega dapat order. Sebab yang bisa berbahasa Indonesia masih sedikit”, ujarnya.

Sedangkan bagi Mega, menjadi pemandu wisata bagi para pendatang dari Indonesia sebagai latihan agar tidak lupa pelajaran bahasa Indonesia yang dipelajarinya hampir satu tahun itu. Bahkan dengan banyak erkenalan dengan orang Indonesia, ia semakin banyak tahun tentang Indonesia. Di samping, perbendaharaan kata-kata dan istilah-istilah yang popular di Indonesia juga terus bertambah.

Mega yang lulusan fakultas sastra dan budaya di Beijing University itu, juga mengetahui banyak tentang sejarah Indonesia dan beberapa negara di Asia. Sehingga banyak hal yang bisa didiskusikan dengannya.

Ia juga banyak tahu tentang budaya leluhur dan agama-agama di dunia. Terutama tentang agama di China, yakni Budha. Saat kepadanya ditanyakan tentang Khong Hu Chu, secara tegas mega menyatakan, bahwa Khong Hu Chu bukan merupakan agama. Khong Hu Chu adalah ajaran filsafat. Sebab, Khong Hu Chu tidak pernah mengajarkan masalah dunia yang berhubungan dengan kehidupan akhirat, jelasnya.

Ketika ditanya, agamanya, dengan santai dia menjawab, di China orang bebas. Boleh beragama, boleh tidak jawabnya. “Nah, agamamu apa?” desak Fery. “Bebas, saya tidak pernah belajar agama”, jawabnya enteng.

 

Pengaruh Televisi

Menyinggung kehidupan anak muda dan remaja di kota Shanghai, Mega mengatakan, sejak era keterbukaan di China tahun 1990-an, suasananya cukup bebas. Masyarakat kota Shanghai sudah terbuka cakrawala pandangnya, setelah berbagai saluran televisi dunia tanpa batas menyiarkan berbagai acara. Begitu juga dengan kemudahan mengakses internet. Dunia ini tidak lagi tertutup seperti masa lalu, ujarnya.

Shanghai juga dijuluki sebagai “kota budaya”. Di kota ini memang berbagai macam peninggalan budaya lama masih utuh dan terpelihara. Kawasan cagar budaya terawat dengan rapi. Situs-situs budaya masa lalu dijadikan obyek wisata di samping tetap menjadi pusat bisnis dan pemerintahan.

Shanghai memang kota besar di China masa lalu. Dulu disebut sebagai kota terbesar kedua setelah Beijing atau dulu dikenal dengan sebutan Peking ibukota RRT (Republik Rakyat Tiongkok). Kendati sebagai kota ke dua setelah Beijing, penduduk kota Shanghai hampir 19 juta orang, jauh melebihi jumlah penduduk Beijing yang tahun 2007 ini berjumlah 15 juta jiwa.

Shanghai kini sedang berubah dan meluaskan wilayahnya timur, ke seberang sungai Huangpu. Wilayah seberang ini dulu merupakan kawasan pedesaan dengan berbagai kegiatan rakyat secara tradisional. Disamping usaha kerajinan, di sana ada pabrik-pabrik kecil dan sebagian hamparan persawahan. Tetapi, kini wilayah yang disebut distrik Pudong itu sudah menjadi sebuah “kota baru”.

Menara televisi, menjulang tinggi di antara gedung-gedung bertingkat di Shanghai

Menara televisi, menjulang tinggi di antara gedung-gedung bertingkat di Shanghai

Di wilayah Pudong ini terdapat bangunan-bangunan modern masa kini dan masa yang akan datang. Di kawasan seberang sungai Huangpu itu bertengger gedung-gedung pencakar langit yang mampu mengalahkan bangunan termodern di dunia. Jalan-jalan raya baru dirancang lebar-lebar seperti jalan tol. Setiap jalan dua jalur dan masing-masing jalur ada empat sampai lima lajur.

Sekarang ada dua jalan utama menuju Pudong yang dihubungkan dengan tiga jembatan besar dan panjang melintas sungai Huangpu, yakni jembatan Ningguo dan jembatan Zhongshan. Selain itu, ada pula jalan besar berupa terowongan yang melewati bawah sungai dari Jalan Yanan di barat menuju Jalan Lujiazui di timur. Jembatan di atas sungai dan terowongan melewati bawah sungai Huangpu ini akan terus bertambah, sesuai dengan rancangan pembangunan kota.

Kota Shanghai merupakan kota terpadat di China. Luas wilayah kota Shanghai mencapai 6.350 kilimeter per-segi, kata Megawati.

Selesai melakukan perjalanan ke berbagai obyek wisata di Shanghai, kami diantar ke hotel New Century grup Best Western di Li Yang Road, Shanghai. Di hotel bintang lima ini tamunya kebanyakan dari Eropa, Israel, Jepang, Malaysia dan Korea.

 

Surga Belanja

Megawati bercerita banyak tentang kota kelahirannya ini. Sebenarnya, Shanghai lebih dikenal sebagai kota perekonomian dibandingkan dengan kota budaya. Bahkan, dunia mengenal Shanghai sebagai “surga untuk belanja”. Di Shanghai segala macam produk yang dibutuhkan manusia tersedia seluruhnya. Mulai dari kualitas terbaik, hingga yang rendah. Tidak hanya itu, di Shanghai juga banyak barang bermerk terkenal. Tetapi, harus waspada,ujar Mega, karena hampir semua merek terkenal itu juga ada palsu.

Kalau tidak awas, sulit membedakan barang asli dengan yang palsu. Bentuknya sangat mirip. Namun dari harganya yang miring dan dapat ditawar, memberikan isyarat kalau barang itu adalah palsu. Sebab, barang dengan merek terkenal dan asli, harganya mahal dan hampir tidak pernah dijual dengan tawar-menawar.

Barang-barang bermerek itu, hampir untuk seluruh jenis produk. Ada tas, koper, jam, arloji, sepatu, bahan-bahan jaket, tekstil, pakaian, kacamata, pulpen dan sebagainya. Barang-barang elektronika juga banyak yang palsu dengan berbagai mereka. Di antaranya ada televisi, radio dan handphone Perhiasan, batu permata, batu giok dan mutiaraa, serta jenis lainnya pun ada yang palsu.

Kendati dijual dan ditawarkan secara terbuka dan terang-terangan, kelihatannya pemerintahan di China, “tutup mata” atas kreativitas industri dan bisnis barang jiplakan itu.

 

Wilayah Baru

Yang menarik, kendati di kota Shanghai sejak lama sudah dikenal ada bandar udara (bandara) bernama Hongqiao di wilayah barat, kini justru yang ramai adalah bandara baru Pudong di wilayah timur. Hampir semua penerbangan internasional, kini menggunakan bandara Pudong.

Memang, bandara Pudong Shanghai tidak sesibuk bandara Beijing. Di Beijing, walaupun sudah ada dua landasan pacu, namun pergerakan pesawat terbang yang tinggal landas dan mendarat, interval waktunya sangat singkat. Hampir tiap lima menit, ada saja dua pesawat terbang yang bersamaan mendarat dan dua lagi yang hampir bersamaan tinggal landas dari dua landasan pacu itu.

Kawasan Shanghai timur, memang beda dengan kota lama di Shanghai barat. Kalau di Shanghai barat, dikenal dengan pusat-pusat perbelanjaan dengan bangunan berarsitektur Eropa, di timur arsitekturnya benar-benar modern. Hampir seluruhnya dalam bentuk pencakar langit dan berbalut kaca.

Untuk menuju bandara Pudong, pemerintah kota Shanghai menyediakan fasilitas angkutan cepat berupa kereta api ekspres. Anda tahu kecepatannya? Saat kami mencoba naik KA ekspres itu dari stasiun kota Shanghai timur ke Pudong yang berjarak 40 kilometer, hanya ditempuh 7 menit. Kecepatannya, mencapai 431 kilometer per-jam.

Tidak hanya naik keretaapi ekstracepat yang disebut Shanghai Transrapid yang saya rasakan bersama dua teman, H.Hadiaman Santoso mantan wartawan Harian Surya dan Ferry Is Mirza mantan wartawan Jawa Pos di Shanghai. Kami juga naik ke menara pencakar langit yang juga sebagai pemancar televisi Shanghai di pinggir sungai Huangpu. Dari tingkat tertinggi terlihat kota Shanghai dan bangunan-bangunan pencakar langit lainnya.

Sama dengan merasakan naik kereta api berkecepatan maksimal 431 kilometer per-jam, naik ke puncak gedung menara TV Shanghai itu juga dijadikan obyek wisata yang ramai dikunjungi turis dari mancanegara.

Di seberang gedung menara televisi itu, ada Jin Mao Tower dan sedang dibangun pula gedung pencakar langit 101 lantai yang bakal tertinggi di dunia, Shanghai World Financial Center.Kecuali itu, bangunan tinggi 30 hingga 80 lantai sudah tidak terhitung.

 

Kota Lama

Yousri, Ferry dan Hadiaman di depan museum kota lama Shanghai

Yousri, Ferry dan Hadiaman di depan museum kota lama Shanghai

Di kawasan barat kota Shanghai, bangunan model di Surabaya, juga masih banyak, baik gedung perkantoran, hotel, pertokoan, maupun rumah-rumah penduduk model ruko lama seperti di kawasan Kembang Jepun.

Beberapa kawasan permukiman lama, sudah banyak yang digusur, dibangun apartemen, plaza dan mal. Hotel kuno terkenal yang masih bertahan di antaranya: Hotel Ruijin, Hotel Fujiang dan Hotel Dongfeng. Di samping itu ratusan hotel bintang lima hingga penginapan murah pun banyak di Shanghai.

Di wilayah ini masih tersisa situs budaya lama yang diyakini sebagai “Cikal-bakal Kota Shanghai” yang disebut kota lama. Kota lama ini diperkirakan berusia lebih 700 tahun, letaknya di tenggara pusat kota Shanghai sekarang. Lahan seluas 200 hektar dikepung oleh dinding pembatas itu berada di dua sisi jalan raya Renming dan jalan Zhonghua.

Umumnya, para pemandu wisata menyebut kawasan kota tua ini Taman Yuyuan (Yuyuan Garden). Di dalam kota tua yang bangunan atapnya khas, bergonjong mirip model rumah Minangkabau di Sumatera Barat. Selain itu terdapat pula berbagai bangunan gedung, rumah, kantor, perpustakaan, tempat persembahyangan Budha, taman, candi dan sebagainya yang mempunyai cerita-cerita menarik. Di kawasan ini terdapat peninggalan dari dinasti Yuan, Ming, Qing sampai periode republik sekarang ini.

Rumah-rumah di Shanghai sekarang ini umumnya dibangun berupa apartemen, seperti di kota-kota lain di China. Nantinya, di seluruh kota, rumah-rumah dibangun berbentuk apartemen dengan membebaskan seluruh bangunan yang rendah. Seluruh warga kota “wajib” tinggal di apartemen yang disediakan pemerintah. Tiap keluarga mendapat fasilitas tiga kamar tidur, satu ruang tamu dan satu dapur, serta kamarmandi yang dilengkapi kakus (wc), kata Mega yang mengaku menempati lantai 30 di apartemen orangtuanya..

Selain banyak apartemen seperti sekarang ini, di Shanghai ada apartemen terkenal Changde Apartment di Jalan Changde. Inilah apartemen termewah di kota Shanghai. Tetapi dengan pembangunan yang pesat di distrik Pudong, sekarang bangunan pencakar langit itu sudah mengalahkan popularitas Changde.

Pemerintah kota Shanghai masih mempertahankan khasnya, sebagai kota produsen film-film China. Berbagai studio dan teater film terus melebarkan sayapnya untuk menguasai layar-layar lebar bioskop maupun televisi. Sebut saja studio filem terkenal di Shanghai, seperti Star Film, Kun Lun Film, Lian Hua Film, Nanking Theatre, Cathai Theatre, Lyceum Theatre dan Grand Theatre. ***

 

*) Yousri Nur Raja Agam MH – pengembara yang berdomisili di Surabaya.

Foto Surabaya Masa Lalu

Di bawah ini saya tampil beberapa koleksi Foto Surabaya masa lalu. Sebagai warga kota Surabaya atau yang pernah ke Surabaya, mungkin ada yang tahu sejarah dan riwayat masing-masing gedung yang sudah dinyatakan sebagai cagar budaya ini, saya tunggu komentar dan kelengkapannya. Maaf, dari berbagai buku yang saya cari di perpustakaan, keterangan tentang gedung-gedung ini tidak lengkap. Terimakasih (Yousri NRA)