Filed under: Budaya, KOTA, Lingkungan Hidup, PARIWISATA, PEMERINTAHAN, UMUM | Tagged: Bangkok, Bangkok Post, banjir, Bob Tobing, Chao Phraya, Gubernur Bangkok, Honda, karung pasir jadi bendungan, KBRI, Kedutaan Besar RI Bangkok, Mekong, Nanies Chairani, Noeleen Heyzer, Perdana Menteri Thailand, Phornphon Dencha, Posko Banjir KBRI Bangkok, River City, Suargana Pringganu, Sukhumbhand Paribatra, Thailand, Toyota, tug-tug, wartawan Surabaya, Yingkluck, Yingkluck Shinawatra, Yousri Nur Raja Agam | Leave a comment »
BANJIR RUTIN ANCAM SURABAYA
Awas! Banjir Rutin
Mengancam Surabaya
Oleh: Yousri Nur RA MH *)
HAMPIR pasti ancaman banjir selalu datang tiap musim hujan di Kota Surbaya. Banjir, memang membuat Pemkot Surabaya kewalahan. Betapa tidak, sebab banjir yang datang itu ikut merusak tatanan kota. Untuk itulah, bulan Agustus 2001, Pemkot Surabaya dengan persetujuan DPRD Kota surabaya membentuk dinas yang khusus menangani masalah banjir, yakni Dinas Penanggulangan dan Pengendalian Banjir – biasa disingkat DPP Banjir Kota Surabaya.
Namun keberadaan dinas ini tidak berumur panjang. Ketika dilakukan perampingan dinas dari 22 menjadi 15 dinas akhir tahun 2005, DPP Banjir “dibubarkan”. Urusan pengelolaan dan pengendalian banjir dilimpahkan ke Dinas Binamarga dan Pematusan.
Memang, secara teoritis, Surabaya mustahil bebas dari banjir atau genangan air di musim hujan. Ini disebabkan topografi Surabaya yang berada di dataran rendah. Letak kota ini sangat rendah, boleh dikatakan berada di bibir pantai, yakni 0 hingga 50 centimeter di atas permukaan laut. Tahun ini, curah hujan rata-rata 110 mm, Bulan Februari diperkirakan mencapai 231 mm.
Yang menarik dan selalu menjadi perhatian, dari 163 kelurahan di 31 kecamatan di Surabaya, ada 34 kelurahan yang rawan banjir. Wilayah ini selalu menjadi langganan banjir tiap tahun. Kedalaman banjir atau genangan air mencapai 70 cm hingga 1 meter di tempat tertentu dengan lama genangan sekitar enam jam. Secara keseluruhan, apabila hujan lebat, genangan air bisa mencapai 5.000 hektar atau 15 persen dari luas Kota Surabaya yang luasnya 32 ribu hektar lebih.
Oleh karena itu, kewaspadaan dilakukan sejak dini. Di saat musim kemarau ini, Dinas PP Banjir melakukan aksi pengerukan aliran sungai, kata mantan Kepala DPP Banjir yang pertama, Ir.Tri Siswanto,MM yang kemudian menduduki jabatan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya, lalu Asisten IV Sekkota Surabaya, ketika ditemui di kantornya. Dalam perencanaan dan pelaksanaannya, konsentrasi menghadapi banjir mendatang diaarahkan ke wilayah Surabaya Timur dan Surabaya Utara. Di wilayah timur dilakukan pengerukan sungai Kalidami dan pemasangan pompa di Kalijudan. Pengerukan aliran sungai juga ditingkatkan di wilayah utara yang menuju ke bozem atau waduk Morokrembangan, sebelum airnya dialirkan ke laut.
Untuk menanggulangi banjir, juga ditingkatkan perawatan pompa-pompa yang ada di 68 unit yang terdapat di 21 rumah pompa di berbagai daerah genangan air di Surabaya. Pompa-pompa itu diharapkan dapat menanggulangi dan mengendalikan banjir dalam kota. Di samping itu, upaya Pemkot Surabaya mendapatkan bantuan dari Negeri Belanda berupa hibah 200 ribu Euro atau sekitar Rp 1,73 miliar dalam muhibah yang dipimpin Sekkota Ir.H.Alisjahbana,MA (waktu itu) akhir tahun 2002 perlu segera diwujudkan.
Sistem drainase yang ada sekarang di Surabaya, memang masih merupakan gabungan antara sungai dengan saluran terbuka. Beberapa di antaranya yang ada di pinggir jalan tertutup beton. Saluran urung-urung atau istilah lain disebut “saluran maling” banyak yang tersumbat, sehingga bila hujan air tidak mengalir dan melimpah ke jalan. Seperti saluran peninggalan Balanda yang ditemukan Louis AM Verhagen, berkat adanya blue print yang dibawanya dari Museum Denhag. Selain mengganggu kelancaran lalulintas, juga menggenangi permukiman penduduk. Keadaan ini diperburuk oleh budaya dan kebiasaan warga kota yang sering membuang sampah ke sungai atau saluran.
Rumah-rumah pompa yang ada sekarang ini, sudah ada sejak lama. Namun di antaranya ada yang baru, yang didatangkan dari Korea sebanyak 21 unit. Pompa yang dibeli dengan bantuan Bank Dunia itu dipasang di rumah pompa Dinoyo, Darmokali dan Bratang. Dari evaluasi yang dilakukan, ternyata daya sedot pompa-pompa baru itu cukup bagus. Dari 34 kelurahan yang rawan banjir di Surabaya, dalam dua tahun terakhir ini luas genangannya sudah mulai mengecil.
Ir.Angraheni,MSc dari ITS (Institut Teknologi Sepuluh Nopember) Surabaya yang menjadi konsultan banjir Pemkot Surabaya, menyatakan, blakangan ini keadaan banjir di Surabaya sudah dapat dikendalikan. Ia mengharapkan agar kita terus meningkatkan perhatian untuk mencegah terjadinya banjir rutin tahunan.
Rawan Banjir
Namun, dari kajian yang disampaikan untuk menanggulangi banjir di Surabaya ini cukup banyak. Berbagai alternatif atau pilihan harus dilakukan secara selektif. Untuk menyikapi banjir diperlukan dua pendekatan, yakni secara internal dan eksternal. Dari sisi internal, diketahui bahwa banjir itu disebabkan oleh aliran air yang terhambat memasuki saluran pematusan, sehingga menimbulkan genangan. Sedangkan proses eksternal, misalnya ditimbulkan oleh meluapnya aliran Sungai Kali Brantas sebagai induk Kali Surabaya dan Kali Mas.
Upaya yang dilakukan DPP Banjir Kota Surabaya, kala itu, kelihatannya sudah mampu mempersempit genangan air di beberapa daerah rawan banjir. Daerah rawan banjir yang terdata di Kota Surabaya, adalah kelurahan-kelurahan: Gundih, Gayungan, Ketintang, Menanggal, Kupang Krajan, Wonokromo, Wiyung, Babadan, Tandes, Genting, Pakal, Lidah Kulon, Made, Simomolyo, Sukolilo, Semolowaru, Mulyorejo, Kalijudan, Sutorejo, Kalisari, Ploso, Pacarkembang, Gading, Kalirungkut, Rungkut Kidul, Baruk, Penjaringansari, Medokan Ayu, Tenggilis Mejoyo, Prapen, Kutisari, Panjangjiwo, Airlangga dan Mojo.
Rincian sepuluh kawasan yang genangan airnya cukup luas, adalah: Mulyorejo (286 Ha), Kedurus (238 Ha), Kandangan (237 Ha), Medokan Semampir (227 Ha), Gunungsari (185 Ha), Rungkut Harapan (167 Ha), Simomulyo (166 Ha), Kalijudan (154 Ha), Rungkut Industri (123 Ha) dan Tenggilis Mejoyo (110 Ha). Secara keseluruhan, daerah genangan air di Surabaya bila hujan lebat mencapai 5.000 Ha.
Banjir Kiriman
Ramalan cuaca selalu disampaikan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) tentang keadaan banjir di Surabaya.. Selain hujan lebat, angin kencang dengan kecepatan di atas 40 kilometer per-jam juga perlu diwaspadai.
BMG Maritim Tanjung Perak Surabaya, tiada henti menginformasikan curah hujan di Surabaya. Awan CB (Columonimbus) masih mendekam di dataran tinggi sekitar kota Surabaya. Tanda awan CB ini terlihat adanya asap dengan warna hitam pekat.
Agar bencana banjir dapat dikurangi, tahun lalu Pemkot Surabaya melakukan berbagai proyek penanggulangan dan pengendalian banjir. Di antaranya, pembuatan saluran gorong-gorong atau box culvert di Jalan Jenderal Ahmad Yani dan Jalan Raya Industri Rungkut. Proyek itu menghabiskan biaya Rp 1,15 miliar lebih. Saluran ini akan melancarkan aliran air dari kawasan Jalan Ketintang menuju Kalimir, terus ke kali Jagir, hingga akhirnya ke laut.
Jadi, dengan adanya berbagai upaya penanggulangan dan pengendalian banjir dalam kota itu, niscaya genangan air di Kota Surabaya akan berkurang. Para ahli menyebut, memang melihat kenyataan yang ada dewasa ini, mustahil Surabaya terbebas dari banjir.
Mungkin nasib Kota Surabaya ini sama dengan Ibukota Jakarta. Kalau di Jakarta banjir terjadi akibat meluapnya kali Ciliwung yang disebabkan oleh hujan terus-menerus di Bogor. Sehingga ada istilah di Jakarta, bahwa banjir yang terjadi itu sebagai “banjir kiriman” dari Bogor.
Anggapan seperti di Jakarta itu juga diadopsi oleh pejabat di Surabaya. Mantan walikota Surabaya, H.Sunarto Sumoprawiro alias Cak Narto, pernah berargumentasi demikian. “Tidak selamanya banjir di Surabaya itu sebagai akibat hujan lebat. Tetapi, tidak jarang banjir itu terjadi sebagai “banjir kiriman” dari wilayah hulu sungai Kali Brantas, yakni: Mojokerto, Lamongan dan Gresik.
Anggapan yang demikian itu ada benarnya, kata Drs.H.Bambang DH yang menggantikan Cak Narto. Sebab kalau hujan di daerah hulu Sungai kali Brantas, seperti di Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Nganjuk, Jombang dan Mojokerto, pasti air akan meluap sampai ke Kali Surabaya yang menuju Kalimas Surabaya dan Kali Porong yang menuju Sidoarjo.
Genangan air dan banjir tahunan ini tentu tidak dapat dihindari. Maka upaya perbaikan saluran dan bozem terus ditingkatkan. Selain itu, pintu laut yang merupakan bangunan tanggul yang mengatur aliran air ke laut dan menahan pasang laut naik ke darat, juga terus ditingkatkan fungsinya.
Alternatif lain yang juga harus menjadi prioritas Pemkot Surabaya menanggulangi banjir, adalah membangun waduk-waduk penampungan air di dekat muara sungai. Sekurang-kurangnya dalam waktu sepuluh tahun ke depan Surabaya perlu membuat lima waduk yang berfungsi sebagai pengendali banjir.
Menurut dosen Teknik Sipil ITS, Dr.Ir.Pieter LF Bentura, penyebab utama banjir di Surabaya adalah akibat banyaknya saluran yang tersumbat. Tetapi, katanya, dengan kesungguhan yang diperlihatkan DPP Banjir yang sekarang dialihkan ke Dinas Binamarga dan Pematusan Kota Surabaya, mudah-mudahan banjir di Surabaya bisa diatasi.
Bagaimanapun juga, memang banyak saluran bawah tanah peninggalan Belanda yang tersumbat dan buntu sama. Bahkan mungkin ada yang belum diketahui dan belum ditemukan. Sebab belum lama ini ditemukan ada saluran di sekitar Jalan Darmo. Tidak hanya itu, untuk kawasan tengah kota di sekitar Tunjungan, ada saluran besar di bawah Jalan Embong Malang. Walaupun sudah pernah dibersihkan dan digelontor, lama kelamaan endapan lumpur dan sampahnya juga bertambah, sehingga menghambat kelancara air menuju rumah pompa di Jalan Simpang Dukuh Surabaya.
Berdasarkan kenyataan yang ada, Surabaya baru belum bisa bebas banjir. Memag da yang membuat perkiraan, sepuluh hingga dua puluh tahun lagi. Itupun, kalau saluran pematusan yang ada di perumahan-perumahan penduduk dibenahi. ***
*) Yousri Nur RA MH – Ketua Yayasan Peduli Surabaya
Filed under: KOTA, Lingkungan Hidup, PEMERINTAHAN | Tagged: banjir, banjir kiriman, genangan, pompa air, Surabaya | 2 Comments »