Pisang Mas Kirana dan Pisang Agung Semeru Primadona Lumajang

 

 

Oleh: Yousri Nur Raja Agam

GambarYousri Nur RA  MH

KEBIJAKAN Gubernur Jawa Timur, Dr.H.Soekarwo “melawan” produk asing masuk ke Indonesia sungguh luar biasa. Tidak tanggung-tanggung, Soekarwo dengan tegas, berani menolak beberapa komoditas impor masuk melalui Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Di antaranya, buah-buahan dari manacanegara. Ini dilakukan untuk menjaga produk dalam negeri, khususnya buah-buahan dan hortikultura.

Gebrakan Soekarwo ini, mendapat acungan jempol dari masyarakat petani Indonesia. Mereka merasa terlindungi, sehingga produksi pertanian dan hortikultura dapat bersaing di pasaran. Bahkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sampai-sampai menyediakan waktu untuk berkunjung ke Jawa Timur, khusus melihat dari dekat aktivitas produksi buah-buahan dan hortikultura.

DSC03117

Jawa Timur, memang sudah lama menyandang predikat sebagai lumbung pangan nasional. Sebab, berbagai produksi pertanian melimpah dan surplus, sehingga mampu memberikan pasokan untuk wilayah lain di Indonesia. Selain penghasil tanaman pangan, yakni beras, jagung dan kedelai, beberapa wilayah di Jawa Timur juga terkenal sebagai penghasil buah-buahan dan hortikultura.

Kepala Dinas Pertanian Jawa Timur Ir.Wibowo Eko Putro, sebagai pejabat yang mendapat kepercayaan gubernur Jatim, mengaku, mendukung sepenuhnya program yang disampaikan Pakde — begitu sapaan akrab untuk Gubernur Jatim H.Soekarwo.

Pangan utama yang pengadaannya dibebankan kepada wilayah Jatim, adalah tanaman  padi, jagung dan kedelai.  Tahun 2012 lalu, kebutuhan padi secara nasional lebih 69, 05 juta ton gabah kering giling (GKG). Dari jumlah itu, Jatim mampu menyangga hampir 18 persen, yakni 12, 20 juta ton GKG. Kabutuhan nasional untuk jagung pipilan kering 19,38 juta ton, yang dipasok dari Jatim mendekati 33 persen, yaitu 6,3 juta ton. Untuk kedelai, dari 851.577 ton yang dihasilkan dari seluruh Indonesia, Jatim menyumbang 42,51 persen atau 361.986 ton.

Sudah sejak lama, dua wilayah di Jawa Timur, terkenal sebagai penghasil buah-buahan. Kota Batu sebagai penghasil buah apel dan Probolinggo penghasil mangga. Namun, belakangan ini Kabupaten Lumajang menjadi topik pembicaraan yang menarik. Dua jenis tanaman buah pisang menjadi primadona, gara-gara didatangi Presiden SBY dan rombongan. Dampak positif yang dirasakan langsung, memantapkan Kabupaten Lumajang memperoleh predikat atau julukan sebagai “Kota Pisang”.

Presiden SBY bersama rombongan memang sengaja menginap di Lumajang, 31 Juli 2013 lalu. Di kabupaten yang terletak di kaki Gunung Semeru ini, SBY melakukan kunjungan ke Perkebunan Pisang di Desa Kandang Tepus Kecamatan Senduro, 1 Agustus 2013. SBY melihat sang primadona itu dari dekat. Dua primadona itu, adalah Pisang Mas Kirana dan Pisang Agung Semeru. Pisang mas Kirana, bentuknya kecil. Sedangkan Pisang Agung Semeru, ukurannya besar dan bahkan satu tandan hanya ada satu sisir. Ke dua jenis pisang ini, rasanya enak dan manis. Tidak hanya itu, daya tahan ke dua jenis pisang ini cukup lama, di samping tampilannya yang menarik.

Pemerintah Kabupaten Lumajang, memang memberikan perhatian istimewa terhadap Pisang Mas Kirana. Ini ditunjukkan oleh Bupati Lumajang, Dr.H.Sjahrazad Masdar. Bupati yang terpilih kembali untuk masabakti yang kedua ini, mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 188.45/406/427.12/2006 yang menyatakan Pisang Mas Kirana sebagai produk andalan Kabupaten Lumajang. Bahkan sebelumnya, Pisang Mas Kirana sudah ditetapkan oleh Menteri Pertanian melalui SK Nomor: 516/Kpts/SR/120/12/2005, sebagai Varietas Unggulan

Begitu istimewanya Pisang Mas Kirana ini, sampai-sampai 40 Kelompok Tani (Gapoktan) banyak yang beralih menanam Pisang Mas Kirana. Ternyata, daya pikat Pisang Mas Kirana ini tidak terbantahkan. Hasil yang diperoleh petani dari penjualan pisang ini cukup besar, mencapai Rp 1,89 miliar per-bulan. Wilayah pemasarannya, tidak hanya wilayah Jawa Timur, tetapi juga ke Jakarta dan beberapa wilayah lain di Indonesia. Ada 10 perusahaan yang secara rutin memasok dan mendistribusikan pisang yang juga menjadi ikon Kabupaten Lumajang.

Satu hal yang luar biasa, adalah penghargaan khusus yang diberikan oleh Presiden SBY yang menetapkan Pisang Mas Kirana, sebagai pisang yang diperuntukkan sebagai hidangan meja di istana negara, Jakarta.

Pisang Mas Kirana

Memang wilayah Kabupaten Lumajang merupakan daerah subur. Selain berada di kaki gunung tertinggi di Pulau Jawa, Semeru atau Mahameru, Lumajang juga diapit dua gunung berapi lainnya, yaitu gunung Bromo dan gunung Lamongan.

Saat rombongan wartawan dari Kelompok Kerja (Pokja) Wartawan Pemprov Jatim melakukan pengamatan langsung ke wilayah ini, Bupati Lumajang Sjahrazad Masdar sangat antusias menginformasikan keunggulan Lumajang dari segi pertanian. Wilayah seluas 1790,90 km² ini memiliki iklim tropis dan sebagian besar berada pada dataran tinggi,  sehingga cocok untuk mengembangakan pertanian dan perkebunan.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Lumajang, Ir.Paiman, menyatakan, 60 persen dari satu juta lebih penduduk Lumajang bermatapencaharian sebagai petani. Produksi pertanian tanaman pangan utama adalah padi dan jagung. Di samping itu, menyusul kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar. Sedangkan, tanaman buah atau hortikultura, memang didominasi oleh pisang. Kemudian, baru manggis, durian, rambutan, apukat, nangka, jeruk keprok, kentang, kubis, cabe rawit dan bawang daun.

Pisang merupakan tanaman favorit dengan luas lahan mencapai 5.700 hektar yang tersebar di berbagai kecamatan. Lahan subur ini mampu memproduksi sekitar 113.298 ton pisang per tahun. Kendati pisang mas Kirana dan pisang Agung Semeru menjadi buah bibir, bukan berarti tidak ada jenis pisang lain di Lumajang. Sebenarnya  jenis pisang yang ditanam di Lumajang cukup banyak, di antaranya: pisang susu, pisang kepok, pisang Ambon, pisang raja dan pisang agung, serta Pisang Mas Kirana.

Dari berbagai jenis pisang itu, kontribusi terbanyak adalah pisang susu (38,24%). Baru pisang Mas Kirana (29,05%), pisang Agung Semeru (10,85%), pisang kepok (10,27%), pisang raja (7,42% dan pisang Ambon (4,17%). Masyarakat petani pisang di Lumajang bisa

menghasilkan keuangan sekitar Rp 474,925 juta per-minggu atau Rp 22 miliar per-tahun, ujar Sjahrazad Masdar.

Satu hal lagi yang membanggakan rakyat Lumajang, ternyata pisang mas Kirana juga merupakan komoditas ekspor ke mancanegara, di antaranya ke Singapura dan Malaysia. Bahkan, yang lebih membanggakan dan mengejutkan lagi, kabar terbaru dari Gubernur Jawa Timur, Dr.H.Soekarwo, pisang mas Kirana menjadi hidangan untuk peserta KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) Kerjasama Ekononi Asia Pasifik (APEC) di Bali, awal Oktober 2013 ini.

Sigarpun Bulat

Untuk menunjang produktivitas petani pisang, Pemerintah Kabupaten Lumajang mempopularkan sebuah semoboyan berbunyi: “Sigarpun Bulat”.  Dua kata ini merupakan singkatan dari: Aksi gerakan pemupukan organik dan bibit unggul bersertifikat. Yel-yel dan logo “Sigarpun Bulat” ini diresmikan pada 2011 lalu. Dengan selogan itu, masyarakat Lumajang termotivasi dan semakin optimis untuk meraih kesuksesan dalam bidang Pertanian dan Perkebunan.

Ir.Paiman yang bersemangat menjelaskan pola pertanian yang dikembangkannya, mengatakan, dengan penggunaan bibit dan pupuk organik, diharapkan dapat meningkatkan kuantitas dan sekaligus kualitas produksi.

Khusus pisang mas Kirana, ujar Paiman, sudah mendapat Sertifikat “Prima-3” produk buah segar tahun 2009. Buah pisang mas Kirana, aman dikonsumsi, karena penggunaan pestisida dan pupuk buatan masih dalam batas ambang toleransi.

Tidak hanya itu, cara bercocok tanam pisang mas Kirana ini juga sudah mendapat pengakuan internasional, yakni dari Negeri Belanda. Asosiasi Petani Pisang Seroja dari Desa Kandang Tepus, telah mendapat sertifikat Global GAP (Good Agrcultural Practices) dari Control Union Certification dari Belanda.

Keseriusan Pemkab Lumajang membina petani pisang mas Kirana, juga menyangkut administrasi dan pendanaan. Sejak tahun 2009, Bank BNI melakukan kemitraan dengan Poktan (Kelompok Tani) di berbagai desa dan kecamatan. Bank BNI memberikan kredit modal usaha. Salah satu contoh, suatu realisasi yang dilakukan Bank BNI adalah memberikan kredit untuk petani di Kecamatan Senduro, Pasrujambe dan Gucialit. Bank BNI tahun 2013 ini memberi pinjaman lebih dari Rp 1,55 miliar dengan bunga 0,5% per bulan atau 6% per-tahun. Masing-masing petani mendapat pinjaman antara Rp 10 juta sampai Rp 30 juta dengan jangka  waktu tiga tahun.

Pisang Agung di Klakah

Hampir tak terbantahkan, selama ini para pengguna jalan raya dari arah Probolinggo menuju Jember lewat Lumajang, selalu melihat pisang besar dan panjang dijajakan di pinggir jalan. Itulah pasar Klakah, Ranuyoso di Kabupaten Lumajang. Pisang besar dan penjang itulah yang disebut pisang Agung Semeru.

Sebelum pisang mas Kirana “naik daun”, pisang Agung Semeru sejak lama sudah menjadi ikon Kabupaten Lumajang. Pisang ini termasuk jenis buah pisang langka. Bentuknya unik. Selain besar dan panjang, bentuknya melengkung. Panjangnya antara 33 hingga 40 cm, dengan lingkar buah rata-rata19 cm. Tidak itu saja, pisang unik ini mempunyai  daya tahan simpan yang cukup lama. Walaupun warna kulitnya berubah dari kuning menjadi hitam, ternyata buah pisang Agung ini tetap baik dan tidak busuk seperti pisang pada umumnya. Keunikan lain dari pisang Agung ini adalah dari jumlah sisir yang terdapat dalam satu tandan, hanya satu atau dua sisir.

Di balik nama besar dan keunikan pisang Agung Semeru itu, ternyata berdasarkan sigi lapangan yang dilakukan Kementerian Pertanian tahun 2005, keberadaan pisang Agung Semeru yang langka ini terancam punah. Masyarakat tidak lagi begitu antusias menanam pisang Agung. Mereka banyak yang beralih menanam pisang mas Kirana dan pisang susu. Salah satu contoh, dari pengamatan lapangan di Desa Kandang Tepus, Kecamatan Seduro, Kabupaten Lumajang. Juga di beberapa desa tetangga di lereng Gunung Semeru. Daerah yang dulunya dikenal debagai penghasil pisang Agung, belakangan ini banyak yang meninggalkan budidaya pisang Agung. Kebun pisang Agung beralihfungsi menjadi lahan perkebunan pisang mas Kirana.

Pemandangan lain juga terlihat di wilayah Kecamatan Senduro dan Kecamatan Pasrujambe. Lahan pengembangan di wilayah ini meliputi 1.323 hektar dengan jumlah populasi tanaman 1,20 juta rumpun. Ada dua varietas tanaman yang dibudidayakan petani di sini, yakni pisang Agung dan pisang Talun. Pisang Talun adalah sejenis pisang Agung, tetapi jumlah sisirnya melebih dua sisir dalam satu tandan.

K.Sulaiman yang menjadi petugas PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) di Dinas Pertanian Lumajang, mengungkapkan data, tahun 2012 lalu, jumlah produksi pisang Agung di Kab Lumajang mencapai 12.041 ton dari 544,49 hektar lahan. Produksi itu berasal dari lima kecamatan, yakni Kecamatan Pasrujambe, Senduro, Gucialit, Candipuro dan Randuagung. Selama ini pisang Agung dimakan setelah matang dan direbus. Bahkan, sekarang ini banyak dijadikan camilan berupa keripik pisang dan dodol. Keripik pisang Agung Semeru dan dodol yang sudah dikemas itu,  menjadi cinderamata khas dari Lumajang.

Salak Pronojiwo

Kecuali pisang mas Kirana dan pisang Agung Semeru, Lumajang juga sedang melakukan uji-coba komoditas buah-buahan baru, yakni buah salak. Awalnya, salak tidak begitu menarik bagi masyarakat Lumajang. Namun ketika ada penduduk merncoba menanam salah di lahannya, ternyata hasilnya bagus. Bahkan bibit salak yang dibawa dari Sleman, Jawa Tengah yang dibudidayakan di Kecamatan Pronojiwo itu rasanya lebih enak dari tempat asalnya.

Salak Pronojiwo ini, sekarang juga disebarkan pembudidayaannya ke 13 kecamatan di Lumajang. Selain di Pronojiwo yang sudah mencapai 481,95 hektar dan Tempursari 101,50 hektar, di 12 kecamatan lainnya masing-masing masih di bawah dua hektar.

Sejak tiga tahun lalu di Kecamatan Pronojiwo sudah 648 hektar lahan yang ditanami salak. Dari lahan tersebut, mampu memproduksi 12 ton salak per-hektarnya per-tahun, Jadi dengan luas lahan yang sudah ada itu, produksi salak Pronojiwo Lumajang mencapai 7.776 ton. Salak Pronojiwo itu, sekarang juga sudah diolah menjadi bahan makanan lain. Ada yang dibuat camilan kering dan minuman berasa salak. (**)

BP Migas Dibubarkan MK karena Bertentangan dengan UUD 1945

BP Migas Dibubarkan MK

Karena Bertentangan dengan UUD

Dihimpun oleh:  Yousri Nur Raja Agam *) **)

 

MAHKAMAH Konstitusi (MK), secara tegas memutuskan membubarkan Badan Pelaksana Minyak dan gas Bumi (BP MIgas) terhitung sejak hari Selasa, tanggal 13 November 2012.

Ketua Majelis Hakim Mahfud MD, saat membacakan putusan pengujian UU Migas di Jakarta,  menyebutkan,  pasal yang mengatur tugas dan fungsi Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) yang diatur dalam UU Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD dan tidak memiliki hukum mengikat.

Jadi, ujar Mahfud MD, fungsi dan tugas Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi dilaksanakan oleh Pemerintah, c.q. Kementerian terkait, sampai diundangkannya Undang-Undang yang baru yang mengatur hal tersebut.  Sebab, seluruh hal yang berkait dengan Badan Pelaksana dalam Penjelasan UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,  jelasnya.

Frasa “dengan Badan Pelaksana” dalam Pasal 11 ayat (1), frasa “melalui Badan Pelaksana” dalam Pasal 20 ayat (3), frasa “berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana dan” dalam Pasal 21 ayat (1), frasa “Badan Pelaksana dan” dalam Pasal 49 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

MK juga menyatakan Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat (3), Pasal 41 ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Pengujian UU Migas ini diajukan oleh 30 tokoh dan 12 organisasi kemasyarakatan (ormas) diantaranya Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Lajnah Siyasiyah Hizbut Tahrir Indonesia, PP Persatuan Umat Islam, PP Syarikat Islam Indonesia, PP Lajnah Tanfidziyah Syarikat Islam, PP Al-Irsyad Al-Islamiyah, PP Persaudaraan Muslim Indonesia, Pimpinan Besar Pemuda Muslimin Indonesia, Al Jami`yatul Washliyah, Solidaritas Juru Parkir, Pedagang Kaki Lima, Pengusaha dan Karyawan (SOJUPEK), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia dan IKADI.

Mereka menilai UU Migas membuka liberalisasi pengelolan migas karena sangat dipengaruhi pihak asing.

MK dalam pertimbangannya mengatakan hubungan antara negara dan sumber daya alam Migas sepanjang dikonstruksi dalam bentuk KKS antara BP Migas selaku Badan Hukum Milik Negara sebagai pihak Pemerintah atau yang mewakili Pemerintah dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap sebagaimana diatur dalam UU Migas adalah

bertentangan dengan prinsip penguasaan negara yang dimaksud oleh konstitusi.

Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva, saat membacakan pertimbangan, mengatakan jika keberadaan BP Migas secara serta merta dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan pada saat yang sama juga dinyatakan tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat, maka pelaksanaan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang sedang berjalan menjadi terganggu atau terhambat karena kehilangan dasar hukum.

“Hal demikian dapat menyebabkan kekacauan dan menimbulkan ketidakpastian hukum yang tidak dikehendaki oleh UUD 1945. Oleh karena itu, Mahkamah harus mempertimbangkan perlunya kepastian hukum organ negara yang melaksanakan fungsi dan tugas BP Migas sampai terbentuknya aturan yang baru,” kata Hamdan.(ant/rr/yra)

BP Migas Dialihkan ke Kementerian ESDM

Pemerintah mengaku akan segera melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang secara hukum membubarkan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi (BP Migas). Selanjutnya BP Migas dialihkan ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Minera (ESDM).

“Saya kira kita sudah paham MK itu bersifat final dan mengikat. Oleh sebab itu nggak ada upaya lain pemerintah untuk segera melaksanakan keputusan tersebut. Dan segera mendraft Perpres untuk mengalihkan ini kepada ESDM untuk melakukan fungsi itu. Fungsi yang selama ini diemban BP Migas agar tidak ada kevakuman dan menimbulkan kebingunan dari para perusahaan perminyakan,” kata Menko Perekonomian Hatta Radjasa sebelum rakor di Kementrian ESDM Jakarta, Selasa (13/11/2012).

Dialihkannya segera BP Migas ke Kementrian ESDM ini menurut Hatta agar tidak menimbulkan pengaruh yang besar pada kegiatan perminyakan di Indonesia.

“Ya kalau tidak ada penggantinya tentu sangat berpengaruh. Oleh sebab itu segera kita harus mengambil langkah-langkah secepatnya di-handle oleh ESDM. Tentu keputusan MK itu merupakann patung hukum, sehinga Perpres nanti mengacu pada Keputusan MK, jadi tidak ada masalah,” kata Hatta saat ditanya pengaruh pembubaran BP Migas terhadap tender migas. (l-6/yra)

Din Syamsuddin Minta  Tanggapan Pemerintah

Din Syamsuddin

KETUA Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa BP Migas tidak berwenang mengelola minyak dan gas dan melimpahkan kepada pemerintah.

“Kami bersyukur akhirnya Mahkamah Konstitusi memberikan jawaban  terhadap permohonan kami, Muhammadiyah dan  sejumlah organisasi kemasyarakatan dan perorangan tentang gugatan terhadap UU migas,” kata Din usai bersidang di MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Selasa (13/11/2012).

Karena itu, Din Syamsuddin yang mewakili para pemohon uji materiil UU Migas ini meminta kepada pemerintah dan DPR untuk segera merespon putusan MK tersebut, dengan mengelola sebaik-baiknya minyak dan gas untuk kepentingan rakyat.

“Sebenarnya amar putusan MK ini harus segera direspon oleh pemerintah termasuk DPR terutama bagi adanya sebuah produk hukum dan perundang-undangan dalam mengelola SDA yang sangat kaya raya ini untuk bisa sesuai dengan amanat UUD 45 sebesar-besar kemakmuran rakyat,” kata Din.

Putusan MK Harus Cepat Direspon

Din Syamsuddin meminta pemerintah dan DPR untuk segera merespon putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pengujian UU Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak Bumi dan Gas (Migas).

“Putusan MK ini harus segera direspon oleh pemerintah termasuk DPR, terutama bagi adanya sebuah produk hukum dan perundang-undangan dalam mengelolaa SDA yang sangat kaya raya ini untuk bisa sesuai dengan amanat UUD 45 untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” kata Din Syamsuddin, usai sidang di MK Jakarta, Selasa.

Din Syamsudin yang merupakan salah satu pemohon pengujian UU Migas ini juga menyatakan bersyukur akhirnya Mahkamah Konstitusi memberikan jawaban terhadap permohonannya.

“Apa pun keputusannya, baik diterima atupun ditolak tentu sikap kami menerima dengan baik karena ini bagian dari sikap taat berkonstitusi,” katanya.

Din Syamsuddin mengatakan Muhammaddiyah akan terus melakukan kajian, pengawalan termasuk menyiapkan pikiran-pikiran alternatif untuk disumbangkan kepada pemerintah dan DPR.

“Untuk diketahui perjuangan untuk menegakkan Konstitusi yang kami sebut jihad Konstitusi ini tidak akan berhenti akan segera kami tindak lanjuti dengan juga mengajukan gugatan terhadap UU lain yang kami yakini merugikan rakyat,” kata Din Syamsuddin. (tn/yra)

BP Migas Bubar Sejak Putusan Dibacakan

KETUA Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) bubar sejak majelis hakim membacakan putusan pengujian UU nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Artinya, BP Migas bubar sejak pukul 11.00 WIB, Selasa, tanggal 13 November 2012. Dengan demikian, seluruh fungsi regulasinya berpindah ke Kementerian ESDM, kata Mahfud, di Jakarta.

Untuk urusan kontrak yang sedang berlangsung dan dibuat dengan BP Migas, kata Mahfud, berlaku sampai habis masa kontraknya. “Atau berlaku sampai diadakan perjanjian baru,” kata Mahfud.

Seperti diketahui, MK memutuskan pasal yang mengatur tugas dan fungsi Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) yang diatur dalam UU nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat.

BP Migas Pantas Dibubarkan

DIREKTUR Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan, Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) memang pantas dibubarkan karena lembaga ini tidak memihak pada kepentingan negara dan rakyat.

“Kita sambut baik (pembubaran BP Migas) karena tidak sesuai konstitusi dan selama ini justru kalau kita lihat, mereka (BP Migas) itu lebih memihak pada asing,” katanya pada wartawan usai menjadi pembicara dalam Seminar Nasional “Kembalikan Kedaulatan Energi Nasional” di Cilacap, Selasa.

Pada seminar yang diselenggarakan Serikat Pekerja Pertamina Patra Wijayakusuma itu, Marwan mengatakan bahwa hal itu terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa pasal yang mengatur tugas dan fungsi BP Migas yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki landasan hukum mengikat.

Terkait kecenderungan BP Migas yang lebih memihak asing, dia mengatakan, hal itu terlihat dari pernyataan-pernyataan Kepala BP Migas tentang Blok Mahakam.

“Misalnya menyatakan Pertamina tidak mampu, Pertamina tidak mau, akan aman kalau dikerjakan asing dan sebagainya,” katanya.

Menurut Marwan, sebetulnya yang selama ini dihembuskan adalah Pertamina sebelum adanya UU Migas berperan sebagai operator dan regulator.

“Itu tidak benar. Pertamina pada saat itu hanya operator, regulatornya itu pemerintah, ESDM (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral) atau dulu namanya Kementerian Pertambangan,” katanya.

Oleh karena itu, kata dia, pembubaran BP Migas sangat positif bagi kepentingan negara dan rakyat.

“Mungkin orang asing itu atau swasta, `nggak` suka. Makanya kita harus lawan terus,” kata mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) periode 2004-2009 itu.

Dengan adanya putusan tersebut, ia berharap tahun depan sudah ada UU Migas yang baru namun harus dikawal dan konsisten dengan konstitusi.

Menurut dia, kuasa pertambangan harus berbentuk badan usaha milik negara (BUMN) dan hal itu berlaku di seluruh dunia. “Kita saja anomali, lalu kita ingin pertahankan, kan aneh,” katanya.

Selain itu, Hasyim Muzadi, Komaruddin Hidayat, Marwan Batubara, Fahmi Idris, Salahuddin Wahid, Laode Ida, Hendri Yosodiningrat, dan AM Fatwa. Mereka menilai UU Migas membuka liberalisasi pengelolan migas karena sangat dipengaruhi pihak asing.(ant/yra)

Dahlan Terkejut MK Bubarkan BP Migas

Dahlan Iskan

MENTERI BUMN Dahlan Iskan mengaku kaget dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membubarkan Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas).

“Saya terkejut MK sebegitu cepatnya membuat keputusan membubarkan BP Migas. Untuk itu kami harus segera berkoordinasi dengan menteri terkait,” kata Dahlan usai Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR, terkait dugaan korupsi di PLN sebesar Rp37,6 triliun, di Gedung MPR/DPR-RI, Jakarta, Selasa.

Menurut Dahlan, dirinya sesungguhnya tidak berhak mengomentari pembubaran BP Migas tersebut, karena merupakan otoritas Kementerian ESDM.

Namun persoalannya BUMN memiliki perusahaan terkait dengan sektor migas seperti Pertamina, PGN dan lainnya.

Pembubaran BP Migas diputuskan melalui surat MK No. 36/PUU-X/2012, dengan begitu tugas dan fungsi BP dilaksanakan sementara oleh Dirjen Migas.

Menurut Dahlan, atas keputusan MK tersebut dirinya akan berkonsultasi dengan pihak-pihak lain terkait, termasuk dengan korporasi BUMN.

“Putusan MK itu final berarti harus dijalankan. Bagaimana melaksanakannya saya harus konsultasi dulu,” tegas Dahlan. (ant/tn/yra)

Catatan:

Ekspor Sempra Hanya Jangka Pendek

Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi menjanjikan kontrak ekspor gas Tangguh eks-Sempra hanya dalam jangka pendek, dan tidak menengah atau pun panjang.

Deputi Perencanaan BP Migas, Widhyawan Prawiraatmadja di Jakarta, Senin mengatakan, gas Sempra akan dialokasikan ke pasar domestik menyesuaikan dengan ketersediaan infrastrukturnya.

“Jadi, nanti akan dialokasikan ke terminal Arun berapa, Jawa Tengah berapa, dan Lampung juga berapa,” katanya.

Menurut dia, BP Migas siap menyediakan gas Sempra untuk gas domestik.

“Berapa pun kebutuhan gas domestik akan kita didahulukan. Keterlaluan BP Migas, kalau ada terminal tapi tidak dipasok LNG-nya,” ujarnya.

Harga gasnya, lanjutnya, akan mengacu pada harga LNG Bontang ke PT Nusantara Regas dengan formula 11 persen dari harga minyak mentah di Indonesia.

Gas Tangguh eks Sempra itu dihasilkan dari “train” satu dan dua kilang Tangguh, Papua Barat.

Untuk Tangguh “train” tiga, Widhyawan mengatakan, pihaknya juga telah mengalokasikan 40 persen dari produksi 3,8 juta ton per tahun ke domestik.

“Pembelinya ke PLN atau lainnya,” ujarnya.

Di tambah, lanjutnya, gas bumi yang akan langsung dialokasikan ke pembangkit listrik dan industri petrokimia di dekat lokasi proyek.

Sebelumnya, diketahui ada rencana mengekspor dalam jangka panjang LNG Tangguh eks-Sempra ke pembeli Jepang yakni Kansai Electric, Kyushu Electric, dan Tepco mulai 2013 hingga 2035 dengan volume bervariasi mulai 16 kargo per tahun per perusahaan.

Rencana ekspor Sempra tersebut merupakan bagian dari sekitar tiga juta ton per tahun gas Sempra yang akan dijual ke pembeli lain.

Sebanyak 12 kargo atau 0,75 juta ton per tahun di antaranya tengah dalam negosiasi antara PT PLN (Persero) dan BP Berau Ltd, sebagai pengelola kilang Tangguh, untuk dipasok ke terminal LNG di Arun, Aceh.

PLN dan BP sebenarnya sudah menyepakati klausul harga LNG-nya.

Namun, pemerintah menilai kesepakatan harga itu terlalu tinggi dan meminta lebih rendah.

Dengan demikian, masih tersisa sekitar dua juta ton per tahun yang bisa dialokasikan ke dalam negeri.

Pemerintah mempunyai program pembangunan infrastruktur berupa terminal dan pipa transmisi gas, namun pengembangannya terkendala pasokan gas.

Terminal LNG terapung di Teluk Jakarta baru mendapatkan pasokan 1,5 juta ton dari kapasitasnya tiga juta ton per tahun.

Sementara, terminal gas di Arun, Aceh juga baru memperoleh kepastian satu juta ton dari kebutuhan tiga juta ton per tahun.

Demikian pula terminal terapung di Jateng dan Lampung yang berkapasitas masing-masing tiga juta ton per tahun, belum ada kepastian pasokan gas sama sekali.

Ketidakjelasan pasokan gas ke terminal tersebut juga menghambat pembangunan pipa transmisi di Jawa dan Arun-Belawan.(ant/yra)

 

 

Hasyim Apresiasi Putusan MK Soal BP Migas

Hasyim Muzadi

SALAH satu penggugat UU Migas, KH Hasyim Muzadi, mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mencabut landasan keberadaan dan kewenangan Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas).

Hasyim di Jakarta, Selasa, mengatakan semangat gugatan terhadap UU No. 22 Tahun 2001 yang antara lain mengatur pengelolaan minyak dan gas bumi oleh BP Migas, sebenarnya untuk mengembalilan kedaulatan negara dalam mengelola minyak dan gas buminya sendiri.

“Karena UU No. 22 Tahun 2001 tidak memungkinkan negara mengolah minyak mentahnya sendiri di dalam negeri, kemudian mengekspornya ke luar negeri,” kata mantan Ketua Umum PBNU itu.

Kenyataan yang terjadi selama ini, kata dia, Indonesia hanya menjual minyak mentah kemudian diolah di luar negeri.

“Selanjutnya Indonesia membeli minyak tersebut yang sesungguhnya minyaknya sendiri dengan harga minyak dunia. Itu pun penjualan dan pembelian melalui perantara,” kata Hasyim.

Menurut dia setiap ada kenaikan harga minyak dunia, Indonesia selalu mengalami kegoncangan.

“Dan karena dahsyatnya kegoncangan itu, di Indonesia berkali-kali harus terjadi aparat yang berhadapan dengan rakyatnya sendiri,” kata Hasyim.

Padahal, lanjutnya, kalau minyak tersebut dikelola sendiri, dan Indonesia kembali menjadi negara pengekpor minyak, justru akan ada keuntungan dari kenaikan harga minyak dunia.

Lebih lanjut Hasyim mengatakan, setelah keputusan MK, pemerintah harus bisa menyelesaikan persoalan tersebut dengan baik.

“Pengelolaan selanjutnya haruslah dapat menangkap semangat kemandirian dan tidak melakukan hal yang sama seperti nuansa UU 22 Tahun 2001 itu, tentu sambil menunggu proses lahirnya UU baru oleh parlemen,” katanya.

Soal ikatan kontrak Indonesia dengan pihak asing, menurutnya, pemerintah mesti bisa menyelesaikan melalui aturan bisnis internasional.

“Sampai di sini kita harus hati-hati karena di DPR bisa bertele-tele. Adakah semangat kemandirian di parlemen kita?,” katanya.

Dikatakannya, menurut penelitian sebagian peneliti ekonomi Universitas Indonesia (UI), tidak kurang dari 20 UU yang menyangkut kebutuhan vital rakyat banyak yang sangat pro asing.

“Misalnya soal tanah, air, dan kandungan bumi lainnya. Seakan penjajahan ekonomi telah disahkan oleh para wakil rakyat kita sendiri,” tandasnya.

Lebih lanjut, pengasuh Pondok Pesantren Al Hikam Malang dan Depok ini mengatakan, Indonesia tidak perlu mengobarkan anti-asing karena globalisasi sudah menghapus eksklusivisme.

“Namun adalah kecerobohan sejarah kalau semuanya diserahkan ke asing. Oleh karenanya, keputusan MK ini harus dikawal sampai dengan lahirnya UU baru yang pro Indonesia. Bukan hanya oleh para pemohon (penggugat) tapi seluruh rakyat Indonesia yang memang tulus pro Indonesia,” katanya. (ant/yra)

Nasib 600 Pegawai BP Migas Pasca Dibubarkan MK

PASCA dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), pemerintah mengalihkan tugas Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) ke Kementerian ESDM lewat unit khusus. Lalu bagaimana nasib pegawainya?

Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, 600 pegawai BP Migas akan langsung pindah ke unit khusus di bawah Kementerian ESDM yang membidangi kegiatan hulu migas. Peralihan ini terjadi langsung setelah Peraturan Presiden (Perpres) dikeluarkan dalam waktu dekat ini. Hatta menyatakan Perpres akan dibuat malam ini juga.

“Khusus yang selama ini proses penganggaran (BP Migas) lewat APBN, dari keuangan negara. Semua pegawai 600. Semua yang ada beralih ke sini (Kementerian ESDM). Ini pegawai dari unit pelaksana kegiatan usaha hulu migas dengan status bukan PNS,” tutur Hatta usai rapat dengan Menteri Keuangan, Menteri ESDM, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Rapat dilakukan di kantor Kementerian ESDM, Selasa (13/11/2012).

Di tempat yang sama, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Abubakar mengatakan, terkait keputusan MK ini, maka fungsi BP Migas akan dipindahkan ke Kementerian ESDM sehingga para investor migas tak perlu khawatir.

“Untuk pegawai yang dipindahkan statusnya bukan PNS dan gajinya sama (tak berubah saat di BP Migas),” tegas Azwar.

Sebelumnya, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menyatakan BP Migas bubar sejak pukul 11.00 WIB karena diputus inkonstitusional. Untuk urusan kontrak kerja BP Migas dengan perusahaan lain tetap berlaku sampai batas waktu yang ditentukan.

Mahfud dalam keputusannya hari ini membacakan, MK membatalkan pasal 1 angka 23 dan pasal 4 ayat 3, pasal 41 ayat 2, pasal 44, pasal 45, pasal 48, pasal 59 huruf a dan pasal 61 dan pasal 63 UU Migas bertentangan dengan UU 1945.

Dalam pasal 1 angka 23 tertulis Badan Pelaksana adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengendalian Kegiatan Usaha Hulu di bidang Minyak dan Gas Bumi.

Sedangkan pasal 4 ayat 3 berbunyi Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan membentuk Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 23.

MK akhirnya membatalkan pasal-pasal tersebut yang menyatakan bahwa pengelolaan migas ini diserahkan ke BP Migas yang merupakan wakil dari pemerintah.

“BP Migas inkonstitusional dan MK berhak memutus sesuatu yang tidak konstitusional,” papar Mahfud.

Dalam masa transisi dengan hilangnya BP Migas, MK memerintahkan Pemerintah dan Kementerian terkait memegang kendali hingga terbentuknya organ baru.

“Segala hak serta kewenangan BP Migas dilaksanakan oleh Pemerintah atau BUMN yang ditetapkan,” ujarnya. (df/yra)

Kantor BP Migas Harus Segera Disegel

PASCA dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi, kantor pusat Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) di Gedung Wisma Mulia, Jl Jend. Gatot Subroto, Jakarta, perlu segera disegel.

Hal ini disampaikan Adhie M Massardi, pemohon sekaligus Ketua Tim Non-Litigasi Uji Materi UU No 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi ke Mahkamah Konstitusi pada 29 Maret 2012 yang telah diputuskan dengan mengabulkan sebagian tuntutan oleh MK.

“Jangan sampai pengalaman buruk saat pembubaraan BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) yang mengelola aset bank bermasalah pada 27 Februari 2004 terulang. Waktu itu, dugaan saya, ada triliunan rupiah aset dan dokumen negara yang raib. Karena prosesnya tidak transparan,” katanya.

“Mengingat BP Migas disinyalir merupakan sarang mafia migas, maka Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus proaktif melakukan audit investigasi. Agar ketika diserahkan kepada kementeriaan ESDM prosesnya terbuka, tidak ada yang ditutup-tutupi atau sebagian dihilangkan,” ujar Adhie yang juga koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) ini.

Seperti kita ketahui, uji materi beberapa pasal dalam UU Migas yang diajukan ke MK oleh Din Syamsuddin (PP Muhammadiyah), KH Hasyim Muzadi (NU), DR Rizal Ramli dan sejumlah ormas keagamaan dan tokoh nasional lainnya, sebagian dikabulkan oleh MK.

Antara lain pasal 11 ayat (1), pasal 20 ayat (3) dan pasal 49, yang menjadi payung hukum keberadaan BP Migas, yang memiliki kewenangan mengelola sumber daya alam (minyal dan gas bumi) serta biaya cost recovery (pengembalian biaya eksplorasi) sekitar USD 15 miliar. Dana ini dikelola secara tidak transparan, dan dinikmati oleh perusahaan-perusahaan asing..(dtc/yra)

Dibubarkan MK, Kepala BP Migas “Menjawab”

KEPALA Badan Pelaksana Minyak dan Gas (BP Migas) R Priyono menyatakan, pembubaran BP Migas bisa berdampak pada kontrak kerja sama antara BP Migas dan perusahaan perminyakan.

Menurutnya, kontrak kerjasama dengan perusahaan perminyakan dan gas tersebut, bisa-bisa tidak diakui, sehingga berpotensi merugikan negara hingga US$ 70 miliar.

“Kami sudah tanda tangan 353 kontrak, jadi ilegal. Kerugiannya sekitar US$ 70 miliar,” kata Priyono usai rapat di Komisi VII DPR di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (13/11).

Hal tersebut dikatakan Priyono ketika dimintai tanggapannya atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyebutkan kelembagaan BP Migas bertentangan dengan UUD 1945.

Priyono mengatakan, pihaknya akan segera melakukan konsolidasi internal untuk membicarakan hal tersebut. Salah satu yang akan dibicarakan adalah, status pegawai BP Migas.

Selain itu, pihaknya juga akan bertemu dengan perusahaan minyak yang memiliki kontrak untuk membicarakan kepastian kontrak yang sudah dilakukan.

Priyono menyatakan, pihaknya adalah pelaksana UU yang dibuat oleh pemerintah dan DPR. Priyono juga bilang, BP Migas merupakan produk dari reformasi.

“Kalau mau kembali (seperti) sebelum reformasi silakan saja. Kami prihatin atas operasi perminyakan. Kami tidak bisa lagi lindungi kepentingan nasional,” pungkasnya. (kpc/yra)

 

BP Migas Tunggu Keputusan Pemerintah

 

BADAN Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) masih menunggu keputusan pemerintah terkait hasil keputusan Mahkamah konstitusi yang membubarkan BP Migas.

“Saya tidak bisa kasih komentar. Kami tunggu keputusan pemerintah. Apakah BP Migas akan berubah bentuk atau bagaimana,” kata Kepala Divisi Humas, Sekuriti dan Formalitas BP Migas, Hadi Prasetyo (l-6/yra)

*) Dihimpun dari berbagai sumber.

 

**) Berita di hari pertama MK memutuskan BP Migas Dibubarkan, karena melanggar UUD 1945.

 

Memindahkan Suphattra Land Thailand ke Surabaya

Bekas LPA Sampah Keputih

Untuk Perkebunan Buah-Buahan

Laporan:  Yousri Nur Raja Agam

Yousri dengan Chatichai Buadit 

KEINGINAN Walikota Surabaya Ir.Tri Rismaharini,MT untuk membangun kawasan “agrowisata” berupa perkebunan buah-buah di dalam Kota Surabaya, kelihatan dapat diwujudkan. Jadi, bukan hal yang mustahil, di kota metropolitan seperti Surabaya ini kegiatan pertanian dan perkebunan. Betapa tidak, sebab hal ini sudah dibuktikan. Hasil panen pertanian di kota Surabaya ini ternyata bisa memenuhi kebutuhan daerah lain.

Kendati demikian, jangan membayangkan kegiatan pertanian dan perkebunan itu berupa lahan sawah dan ladang yang membentang luas seperti di daerah perdesaan di wilayah kabupaten. Namun, bentuknya menyesuaikan dengan keadaan Surabaya sebagai Kota Metropolitan

Diilhami oleh bukti nyata pertanian cabai di Kelurahan Made, Kecamatan Sambikerep, Surabaya Barat yang bisa panen 15 ton per-hektar, tanpa rasa ragu dan canggung, Risma – panggilan walikota Surabaya – berulangkali mengatakan, tidak mustahil bertani dalam kota. Kegiatan pertanian tradisional masih ada di Surabaya Barat. Sebagian lagi di daerah pinggiran kota yang berbatasan dengan Kabupaten Gresik dan Sidoarjo. Kecuali itu, di dalam kota Surabaya juga masih banyak lahan produktif untuk pertanian dalam bentuk urban farming, kata walikota perempuan pertama di Kota Surabaya ini.

Kendaraan untuk meninjau keliling di dalam kawasan perkebunan buah-buahan Suphattra

Sebenarnya, kita sendiri tiap hari melihat aktivitas pertanian itu di dalam kota. Mulai dari kegiatan Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) yang menghijaukan se antero kota, kegiatan para penjual pohon dan tanaman hias di sepanjang jalan kota, begitu pula program yang dikelola oleh Dinas Perikanan, Kelautan, Peternakan, Pertanian dan Kehutanan (DPKPPK) Kota Surabaya.

Apa yang dikatakan walikota yang mantan Kepala DKP Kota Surabaya itu memang bukan tak mungkin. Surabaya masih punya banyak lahan yang produktif untuk kegiatan pertanian dan berkebun dalam kota atau urban farming itu.

Dalam praktiknya urban farming, dapat memanfaatkan lahan tidur dan RTH (Ruang Terbuka Hijau), serta halaman atau tanah di sekitar rumah. Bahkan yang lebih ektrim lagi, berkebun pun bisa dilakukan dengan menggunakan pot-pot, kendati di rumah bertingkat sekali pun.

Tidak salah, para wartawan Surabaya yang kritis dan kreatif bulan lalu melakukan studibanding ke Thailand. Di sana, salah satu obyek kunjungan adalah kawasan perkebunan buah Suphattra Land yang terletak di Tambol Nong La Lok, Amphur Bankai, Rayong, sebuah wilayah yang tidak jauh dari Bangkok, ibukota Thailand. Dari kunjungan itu, terinspirasi kemungkinan mendirikan kawasan perkebunan dalam kota Surabaya.

Mimpi Tri Rismaharini yang ingin menjadikan Surabaya sebagai kota yang hijau dan produktif itu akan segera terwujud. Langkah ke arah sana juga sudah dilaksanakan. Selain menggalakkan pertanian, perikanan dan perkebunan di wilayah pinggir kota, penghijauan dengan pohon produktif berupa buah-buahn juga sangat layak direalisasikan di tengah perumahan yang padat penduduk.

Surabaya punya lahan yang sangat potensial, di antaranya bekas lahan pembuangan akhir (LPA) sampah di Keputih, Sukolilo, Surabaya bagian timur. Saat ini, lahan itu menjadi lahan tidur yang belum dimanfaatkan. Dari hasil penelitian “konon” lahan itu memenuhi syarat dijadikan perkebunan buah-buahan, palawija dan sayur-sayuran seperti di Suphatra Land, Thailand itu.

Sebelum melakukan studibanding ke kawasan perkebunan buah di negara Gajah Putih itu, beberapa masukan sudah diperoleh dari Tri Rismaharini dan pejabat di Dinas PKPPK Kota Surabaya. Kecuali itu, juga dilakukan investigasi dan penghimpunan data dari berbagai sumber. Ternyata, Pemerintah Kota Surabaya sangat serius untuk mewujudkan urban farming itu.

Anggaran Rp 10 Miliar

Keseriusan Pemkot Surabaya yang tidak dapat dipungkiri adalah menyedikan dana berupa anggaran Rp 10 miliar pada APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) tahun 2011 ini. Anggaran itu untuk membantu program urban farming tersebut.

Manfaat bertani, berkebun, beternak dan memelihara ikan di dalam kota, tujuannya adalah untuk mengatasi kesulitan warga dalam mencari nafkah. Sudah banyak petani binaan Dinas PKPPK Surabaya yang menikmatinya. Yang diolah pun bervariasi. Tidak sekadar diberikan penyuluhan cara bercocok tanam atau merawat ternak dan perikanan saja, tetapi merekla juga dibantu permodalan, kata Kepala DPKPPK Surabaya, Ir.Sjamsul Arifin.

Program ini sebenarnya tercetus setelah di Surabaya banyak dilakukan penataan lahan atau penggusuran. Akibat penggusuran dengan memindahkan penduduknya ke pemukiman baru, membuat pemkot harus berpikir. Sebab, perpindahan itu mematikan penghasilan warganya. Dengan cara urban farming itulah rupanya yang dianggap solusi saat ini.

Urban farming sendiri sudah dijalankan sejak 2008. Sejak itu, sudah banyak kelompok tani urban farming yang dibentuk. Dari evaluasi yang dilakukan, masih banyak kegagalan untuk mengembangkannya. Seperti karena terbatasnya lahan, namun tetap dipaksakan untuk mengembangkan urban farming. Diakui memang, akhirnya 30 persen mengalami kegagalan, ujar Kepala Bidang Perikanan dan Kelautan DPKPPK Surabaya, Aris Munandar.

Urban Farming juga memberikan kontribusi penyelamatan lingkungan dengan pengelolaan  sampah dan menciptakan kota yang bersih dengan pelaksaan 3 R (reuse, reduse, recycle) untuk pengelolaan sampah kota. Tidak hanya itu, kegiatan ini juga dapat menghasilkan O2 dan meningkatkan kualitas lingkungan kota, meningkatkan estetika kota dan mengurangi biaya urntuk mendapatkan bahan pangan lebih segar bagi orang kota.

Suphattra Land di Thailand

Sebelum meninggalkan Kota Surabaya, para wartawan yang akan ke Thailand mendapat membekalan pengetahuan sekilas dari Sekkota Surabaya, Sukamto Hadi,SH. Dia mengatakan, di Thailand itu ada suatu kawasan perkebunan yang layak dipelajari sebagai bahan perbandingan. Namanya Suphattra Land, tidak jauh dari ibukota Thailand, bangkok.            Memang benar, hanya sekitar 80 menit perjalanan darat dari Bangkok, hamparan luas perkebunan buah-buahan, palawija dan sayur-mayur ini sudah dapat disaksikan. Di atas lahan sebagian  bekas perkebunan karet, ini tumbuh aneka buah tropis yang tertata rapi.

General manager Suphattra Land, Chotichai Buadit,  yang menyambut kedatangan delegasi khusus dari Surabaya ini, menjelaskan, riwayat berdrinya kawasan perkebunan buah di distrik Rayong sejak tahun 1997. Awalnya, memang akibat jatuhnya harga karet, yang ditentukan pedagang di Singapura. Pemerintah Thailand, Indonesia dan Malaysia sebagai produsen karet bekerjasama dan berhasil menghadapi ulah pedagang Singapura itu.

Menghadapi permasalahan harga yang terus terjadi, maka terinspirasi mengalihkan sebagian lahan karet untuk menanam buah-buahan. Apalagi selama ini lahan di Thailand sudah dikenal sebagai penghasil buah-buahan.

Suphattra Land dirancang menjadi kawasan perkebunan buah-buahan modern, sekaligus sebagai obyek wisata.  Semula ditanam 22 jenis buah-buahan yang diprioritaskan untuk ekspor. Kemudian terus dikembangkan ke produksi buah olahan dan kemasan. Buah-buah itu diproses dalam bentuk buah segar, gorengan, dodol, kalengan dan kemasan lainnya. Selain buah, juga ditanam beberapa jenis palawija, sayur-sayuran dan bunga anggrek. Tidak kurang 70 persen produk perkebunan Suphattra Land menjadi komoditas ekspor,

ujar Uan – panggilan Chotichai Buadit.

Walaupun awalnya “coba-coba”, ternyata sekarang Suphattra Land sudah menjadi  salah satu ikon pariwisata agro di Thailand. Pengunjungnya sekitar 200 ribu wisatawan per-tahun yang berasal dari negara-negara di dunia. Terbanyak dari Asia dan Eropa. Untuk kawasan Asia, wisatawan dari Indonesia menempati peringkat ke dua di bawah China.

Wisatawan yang datang,  kata Uan, selain berlibur, juga para pelajar, mahasiswa dan peneliti, termasuk yang melakukan studibanding.

Memang, buah-buahan itu panennya tergantung musim, tetapi ada yang bisa panen sepanjang masa. Bahkan dengan menggunakan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi), kesuburan tanah bisa dikendalikan. Di antaranya, pengatur pH (keasaman dan kebasaan) tanah. Namun, kalau menyangkut cuaca yang tidak menentu, ini memang sulit diprediksi, ulas Chotichai Buadit dalam bahasa Thailand yang diterjemahkan oleh Peter yang bernama asli Somphorn Wang Seritham, pemandu wisata yang setia mendampingi rombongan.

Selain meninjau langsung ke Suphattra Land, rombongan yang dipimpin Kabag Humas Pemkot Surabaya, Dra.Nanies Chairani,MM itu, juga berkunjung ke kantor Redaksi Suratkabar harian Bangkok Post. Di sini para wartawan Surabaya mendapat penjelasan langsung dari Wakil Dirut Bangkok Post Phornphon Dencha. Saat berkunjung ke kantor KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) di Bangkok, rombongan diterima konsuler Bob Tobing dan Sekretaris KBRI Suargana Pringganu.

Dalam perjalanan keliling masih terlihat sisa-sisa banjir yang melanda Bangkok dan beberapa wilayah Thailand.  Rombongan menggunakan segala jenis alat transportasi yang ada di sana, mulai dari bus, perahu motor di sungai Chao Phraya dan keretaapi monorail.

Sebelumnya juga melihat dari dekat lokasi wisata pantai di Pattaya,  Pasar terapung yang menyediakan cinderamata hasil kerajinan rakyat di Pattaya dan berkunjung ke Siam Night Paradise Market.

Memang, dianggap belum ke Thailand, kalau belum melihat dari dekat kuil-kuil Budha di negara yang dulu dikenal dengan nama Siam itu. Dan satu lagi yang menarik adalah berkunjung ke Madame Tussaud’s Wax Museum, yang mengoleksi patung beberapa tokoh dunia yang terbuat dari fiberglas. Kunjungan dilanjutkan ke studio alam Nongnooch Village menyaksikan sendratari tradisional Thailand dan atraksi gajah.

LPA Sampah Keputih

Mengacu kepada bentuk perkebunan Suphattra Land di Thailand itu, bukan mustahil proyek serupa bisa dibangun di Surabaya, kata Kabag Humas Pemkot Surabaya, Dra.Nanies Chairani,MM yang memimpin langsung, perjalanan wisata pers ke Thailand, 21 hingga 24 November 2011 lalu.

Lokasi yang dianggap layak, ujar Tri Rismaharini saat menyaksikan panen cabai di Kelurahan Made, awal tahun 2011 lalu, adalah memanfaatkan lahan “tidur” bekas LPA (Lahan Pembuangan Akhir) Sampah di Keputih, Sukolilo, Surabaya Timur.

Memang, untuk mewujudkan komplek perkebunan ini tidak semudah membalik telapak tangan. Harus ada perencanaan yang matang dan dikelola oleh suatu badan khusus, misalnya BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) Kota Surabaya yang berkoordinasi dengan Dinas PKPPK Kota Surabaya.

Selama ini, di wilayah Surabaya, beberapa jenis buah-buahan bisa berkembang  dan panen dengan baik. Di antaranya: mangga, nangka, pepaya, buah naga, pisang, jambu biji, jambu air, salak, belimbing, kelapa, kopyor, aren, siwalan, sawo, dan lain-lain. Juga beberapa jenis sayur-sayuran, cabai dan sayur hidroponik, serta berbagai jenis bunga, termasuk anggrek.

Apalabila perkebunan buah-buahan, palawija, sayur-sayuran dan bunga ini dapat direalisasikan, maka akan memperoleh nilai tambah bagi kesejahteraan masyarakat kota Surabaya. Selain memberi lapangan pekerjaan kepada warga kota untuk bergabung dalam bidang pertanian, juga bisa menjadi buruh pada perusahaan atau pabrik yang mengolah hasil panen buah-buahan itu.

Seandainya, ini benar-benar menjadi kenyataan, kawasan ini akan menjadi obyek wisata pertanian atau agrowisata dalam kota Surabaya. Wilayah Pamurbaya (Pantai Timur Surabaya) ini kelak akan menjadi suatu kesatuan wilayah wisata terpadu. Mulai dari wilayah pelabuhan Tanjung Perak, kawasan Suramadu, pantai Kenjeran, agrowisata Keputih ini, sampai ke wisata mangrove di Wonorejo, Rungkut.

Artinya, masa depan Surabaya di bidang kepariwisataan mulai dari wilayah Tanjung Perak, Selat Madura di sekitar jembatan Suramadu sampai ke Kenjeran bisa digiatkan kegiatan wisata air atau kemaritiman. Berperahu motor ataupun layar dan memancing. Dilanjutkan dengan berbagai jenis rekreasi alam dan buatan di kawasan pantai Kenjeran dan agrowisata di Keputih, sampai ke wisata mangrove di Wonorejo, Rungkut. Ini memang luar biasa.

Sebagai Kota Pahlawan, yang juga berjuluk “Kota Pariwisata”, Surabaya sudah sangat memenuhi syarat sebagai DTW (Daerah Tujuan Wisata) di Indonesia. ***

Memindahkan Suphattra Land Thailand ke Surabaya

Bekas LPA Sampah Keputih

Untuk Perkebunan Buah-Buahan

Yousri saat berada di Suphatra Land

Laporan:  Yousri Nur Raja Agam

 

KEINGINAN Walikota Surabaya Ir.Tri Rismaharini,MT untuk membangun kawasan “agrowisata” berupa perkebunan buah-buah di dalam Kota Surabaya, kelihatan dapat diwujudkan. Jadi, bukan hal yang mustahil, di kota metropolitan seperti Surabaya ini kegiatan pertanian dan perkebunan. Betapa tidak, sebab hal ini sudah dibuktikan. Hasil panen pertanian di kota Surabaya ini ternyata bisa memenuhi kebutuhan daerah lain.

Kendati demikian, jangan membayangkan kegiatan pertanian dan perkebunan itu berupa lahan sawah dan ladang yang membentang luas seperti di daerah perdesaan di wilayah kabupaten. Namun, bentuknya menyesuaikan dengan keadaan Surabaya sebagai Kota Metropolitan

Diilhami oleh bukti nyata pertanian cabai di Kelurahan Made, Kecamatan Sambikerep, Surabaya Barat yang bisa panen 15 ton per-hektar, tanpa rasa ragu dan canggung, Risma – panggilan walikota Surabaya – berulangkali mengatakan, tidak mustahil bertani dalam kota. Kegiatan pertanian tradisional masih ada di Surabaya Barat. Sebagian lagi di daerah pinggiran kota yang berbatasan dengan Kabupaten Gresik dan Sidoarjo. Kecuali itu, di dalam kota Surabaya juga masih banyak lahan produktif untuk pertanian dalam bentuk urban farming, kata walikota perempuan pertama di Kota Surabaya ini.

Sebenarnya, kita sendiri tiap hari melihat aktivitas pertanian itu di dalam kota. Mulai dari kegiatan Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) yang menghijaukan se antero kota, kegiatan para penjual pohon dan tanaman hias di sepanjang jalan kota, begitu pula program yang dikelola oleh Dinas Perikanan, Kelautan, Peternakan, Pertanian dan Kehutanan (DPKPPK) Kota Surabaya.

Apa yang dikatakan walikota yang mantan Kepala DKP Kota Surabaya itu memang bukan tak mungkin. Surabaya masih punya banyak lahan yang produktif untuk kegiatan pertanian dan berkebun dalam kota atau urban farming itu.

Dalam praktiknya urban farming, dapat memanfaatkan lahan tidur dan RTH (Ruang Terbuka Hijau), serta halaman atau tanah di sekitar rumah. Bahkan yang lebih ektrim lagi, berkebun pun bisa dilakukan dengan menggunakan pot-pot, kendati di rumah bertingkat sekali pun.

Tidak salah, para wartawan Surabaya yang kritis dan kreatif bulan lalu melakukan studibanding ke Thailand. Di sana, salah satu obyek kunjungan adalah kawasan perkebunan buah Suphattra Land yang terletak di Tambol Nong La Lok, Amphur Bankai, Rayong, sebuah wilayah yang tidak jauh dari Bangkok, ibukota Thailand. Dari kunjungan itu, terinspirasi kemungkinan mendirikan kawasan perkebunan dalam kota Surabaya.

Mimpi Tri Rismaharini yang ingin menjadikan Surabaya sebagai kota yang hijau dan produktif itu akan segera terwujud. Langkah ke arah sana juga sudah dilaksanakan. Selain menggalakkan pertanian, perikanan dan perkebunan di wilayah pinggir kota, penghijauan dengan pohon produktif berupa buah-buahn juga sangat layak direalisasikan di tengah perumahan yang padat penduduk.

Surabaya punya lahan yang sangat potensial, di antaranya bekas lahan pembuangan akhir (LPA) sampah di Keputih, Sukolilo, Surabaya bagian timur. Saat ini, lahan itu menjadi lahan tidur yang belum dimanfaatkan. Dari hasil penelitian “konon” lahan itu memenuhi syarat dijadikan perkebunan buah-buahan, palawija dan sayur-sayuran seperti di Suphatra Land, Thailand itu.

Sebelum melakukan studibanding ke kawasan perkebunan buah di negara Gajah Putih itu, beberapa masukan sudah diperoleh dari Tri Rismaharini dan pejabat di Dinas PKPPK Kota Surabaya. Kecuali itu, juga dilakukan investigasi dan penghimpunan data dari berbagai sumber. Ternyata, Pemerintah Kota Surabaya sangat serius untuk mewujudkan urban farming itu.

Anggaran Rp 10 Miliar

Keseriusan Pemkot Surabaya yang tidak dapat dipungkiri adalah menyedikan dana berupa anggaran Rp 10 miliar pada APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) tahun 2011 ini. Anggaran itu untuk membantu program urban farming tersebut.

Manfaat bertani, berkebun, beternak dan memelihara ikan di dalam kota, tujuannya adalah untuk mengatasi kesulitan warga dalam mencari nafkah. Sudah banyak petani binaan Dinas PKPPK Surabaya yang menikmatinya. Yang diolah pun bervariasi. Tidak sekadar diberikan penyuluhan cara bercocok tanam atau merawat ternak dan perikanan saja, tetapi merekla juga dibantu permodalan, kata Kepala DPKPPK Surabaya, Ir.Sjamsul Arifin.

Program ini sebenarnya tercetus setelah di Surabaya banyak dilakukan penataan lahan atau penggusuran. Akibat penggusuran dengan memindahkan penduduknya ke pemukiman baru, membuat pemkot harus berpikir. Sebab, perpindahan itu mematikan penghasilan warganya. Dengan cara urban farming itulah rupanya yang dianggap solusi saat ini.

Urban farming sendiri sudah dijalankan sejak 2008. Sejak itu, sudah banyak kelompok tani urban farming yang dibentuk. Dari evaluasi yang dilakukan, masih banyak kegagalan untuk mengembangkannya. Seperti karena terbatasnya lahan, namun tetap dipaksakan untuk mengembangkan urban farming. Diakui memang, akhirnya 30 persen mengalami kegagalan, ujar Kepala Bidang Perikanan dan Kelautan DPKPPK Surabaya, Aris Munandar.

Urban Farming juga memberikan kontribusi penyelamatan lingkungan dengan pengelolaan  sampah dan menciptakan kota yang bersih dengan pelaksaan 3 R (reuse, reduse, recycle) untuk pengelolaan sampah kota. Tidak hanya itu, kegiatan ini juga dapat menghasilkan O2 dan meningkatkan kualitas lingkungan kota, meningkatkan estetika kota dan mengurangi biaya urntuk mendapatkan bahan pangan lebih segar bagi orang kota.

Suphattra Land di Thailand

Sebelum meninggalkan Kota Surabaya, para wartawan yang akan ke Thailand mendapat membekalan pengetahuan sekilas dari Sekkota Surabaya, Sukamto Hadi,SH. Dia mengatakan, di Thailand itu ada suatu kawasan perkebunan yang layak dipelajari sebagai bahan perbandingan. Namanya Suphattra Land, tidak jauh dari ibukota Thailand, bangkok.            Memang benar, hanya sekitar 80 menit perjalanan darat dari Bangkok, hamparan luas perkebunan buah-buahan, palawija dan sayur-mayur ini sudah dapat disaksikan. Di atas lahan sebagian  bekas perkebunan karet, ini tumbuh aneka buah tropis yang tertata rapi.

General manager Suphattra Land, Chotichai Buadit,  yang menyambut kedatangan delegasi khusus dari Surabaya ini, menjelaskan, riwayat berdrinya kawasan perkebunan buah di distrik Rayong sejak tahun 1997. Awalnya, memang akibat jatuhnya harga karet, yang ditentukan pedagang di Singapura. Pemerintah Thailand, Indonesia dan Malaysia sebagai produsen karet bekerjasama dan berhasil menghadapi ulah pedagang Singapura itu.  Pohon karet masih tersisa di kawasan perkebunan buah-buahan sebagai monumen hidup

Menghadapi permasalahan harga yang terus terjadi, maka terinspirasi mengalihkan sebagian lahan karet untuk menanam buah-buahan. Apalagi selama ini lahan di Thailand sudah dikenal sebagai penghasil buah-buahan.

Suphattra Land dirancang menjadi kawasan perkebunan buah-buahan modern, sekaligus sebagai obyek wisata.  Semula ditanam 22 jenis buah-buahan yang diprioritaskan untuk ekspor. Kemudian terus dikembangkan ke produksi buah olahan dan kemasan. Buah-buah itu diproses dalam bentuk buah segar, gorengan, dodol, kalengan dan kemasan lainnya. Selain buah, juga ditanam beberapa jenis palawija, sayur-sayuran dan bunga anggrek. Tidak kurang 70 persen produk perkebunan Suphattra Land menjadi komoditas ekspor,

ujar Uan – panggilan Chotichai Buadit.

Walaupun awalnya “coba-coba”, ternyata sekarang Suphattra Land sudah menjadi  salah satu ikon pariwisata agro di Thailand. Pengunjungnya sekitar 200 ribu wisatawan per-tahun yang berasal dari negara-negara di dunia. Terbanyak dari Asia dan Eropa. Untuk kawasan Asia, wisatawan dari Indonesia menempati peringkat ke dua di bawah China.

Wisatawan yang datang,  kata Uan, selain berlibur, juga para pelajar, mahasiswa dan peneliti, termasuk yang melakukan studibanding.

Yousri Nur Raja Agam dengan Chatichai Buadit

Memang, buah-buahan itu panennya tergantung musim, tetapi ada yang bisa panen sepanjang masa. Bahkan dengan menggunakan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi), kesuburan tanah bisa dikendalikan. Di antaranya, pengatur pH (keasaman dan kebasaan) tanah. Namun, kalau menyangkut cuaca yang tidak menentu, ini memang sulit diprediksi, ulas Chotichai Buadit dalam bahasa Thailand yang diterjemahkan oleh Peter yang bernama asli Somphorn Wang Seritham, pemandu wisata yang setia mendampingi rombongan.

Selain meninjau langsung ke Suphattra Land, rombongan yang dipimpin Kabag Humas Pemkot Surabaya, Dra.Nanies Chairani,MM itu, juga berkunjung ke kantor Redaksi Suratkabar harian Bangkok Post. Di sini para wartawan Surabaya mendapat penjelasan langsung dari Wakil Dirut Bangkok Post Phornphon Dencha. Saat berkunjung ke kantor KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) di Bangkok, rombongan diterima konsuler Bob Tobing dan Sekretaris KBRI Suargana Pringganu.

Dalam perjalanan keliling masih terlihat sisa-sisa banjir yang melanda Bangkok dan beberapa wilayah Thailand.  Rombongan menggunakan segala jenis alat transportasi yang ada di sana, mulai dari bus, perahu motor di sungai Chao Phraya dan keretaapi monorail.

Sebelumnya juga melihat dari dekat lokasi wisata pantai di Pattaya,  Pasar terapung yang menyediakan cinderamata hasil kerajinan rakyat di Pattaya dan berkunjung ke Siam Night Paradise Market.

Memang, dianggap belum ke Thailand, kalau belum melihat dari dekat kuil-kuil Budha di negara yang dulu dikenal dengan nama Siam itu. Dan satu lagi yang menarik adalah berkunjung ke Madame Tussaud’s Wax Museum, yang mengoleksi patung beberapa tokoh dunia yang terbuat dari fiberglas. Kunjungan dilanjutkan ke studio alam Nongnooch Village menyaksikan sendratari tradisional Thailand dan atraksi gajah.

LPA Sampah Keputih

Mengacu kepada bentuk perkebunan Suphattra Land di Thailand itu, bukan mustahil proyek serupa bisa dibangun di Surabaya, kata Kabag Humas Pemkot Surabaya, Dra.Nanies Chairani,MM yang memimpin langsung, perjalanan wisata pers ke Thailand, 21 hingga 24 November 2011 lalu.

Lokasi yang dianggap layak, ujar Tri Rismaharini saat menyaksikan panen cabai di Kelurahan Made, awal tahun 2011 lalu, adalah memanfaatkan lahan “tidur” bekas LPA (Lahan Pembuangan Akhir) Sampah di Keputih, Sukolilo, Surabaya Timur.

Memang, untuk mewujudkan komplek perkebunan ini tidak semudah membalik telapak tangan. Harus ada perencanaan yang matang dan dikelola oleh suatu badan khusus, misalnya BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) Kota Surabaya yang berkoordinasi dengan Dinas PKPPK Kota Surabaya.

Selama ini, di wilayah Surabaya, beberapa jenis buah-buahan bisa berkembang  dan panen dengan baik. Di antaranya: mangga, nangka, pepaya, buah naga, pisang, jambu biji, jambu air, salak, belimbing, kelapa, kopyor, aren, siwalan, sawo, dan lain-lain. Juga beberapa jenis sayur-sayuran, cabai dan sayur hidroponik, serta berbagai jenis bunga, termasuk anggrek.

Apalabila perkebunan buah-buahan, palawija, sayur-sayuran dan bunga ini dapat direalisasikan, maka akan memperoleh nilai tambah bagi kesejahteraan masyarakat kota Surabaya. Selain memberi lapangan pekerjaan kepada warga kota untuk bergabung dalam bidang pertanian, juga bisa menjadi buruh pada perusahaan atau pabrik yang mengolah hasil panen buah-buahan itu.

Seandainya, ini benar-benar menjadi kenyataan, kawasan ini akan menjadi obyek wisata pertanian atau agrowisata dalam kota Surabaya. Wilayah Pamurbaya (Pantai Timur Surabaya) ini kelak akan menjadi suatu kesatuan wilayah wisata terpadu. Mulai dari wilayah pelabuhan Tanjung Perak, kawasan Suramadu, pantai Kenjeran, agrowisata Keputih ini, sampai ke wisata mangrove di Wonorejo, Rungkut.

Artinya, masa depan Surabaya di bidang kepariwisataan mulai dari wilayah Tanjung Perak, Selat Madura di sekitar jembatan Suramadu sampai ke Kenjeran bisa digiatkan kegiatan wisata air atau kemaritiman. Berperahu motor ataupun layar dan memancing. Dilanjutkan dengan berbagai jenis rekreasi alam dan buatan di kawasan pantai Kenjeran dan agrowisata di Keputih, sampai ke wisata mangrove di Wonorejo, Rungkut. Ini memang luar biasa.

Sebagai Kota Pahlawan, yang juga berjuluk “Kota Pariwisata”, Surabaya sudah sangat memenuhi syarat sebagai DTW (Daerah Tujuan Wisata) di Indonesia. ***

MENYAKSIKAN “BEKAS” BANJIR DI BANGKOK THAILAND

Baca lebih lanjut