BP Migas Dibubarkan MK
Karena Bertentangan dengan UUD
Dihimpun oleh: Yousri Nur Raja Agam *) **)
MAHKAMAH Konstitusi (MK), secara tegas memutuskan membubarkan Badan Pelaksana Minyak dan gas Bumi (BP MIgas) terhitung sejak hari Selasa, tanggal 13 November 2012.
Ketua Majelis Hakim Mahfud MD, saat membacakan putusan pengujian UU Migas di Jakarta, menyebutkan, pasal yang mengatur tugas dan fungsi Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) yang diatur dalam UU Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD dan tidak memiliki hukum mengikat.
Jadi, ujar Mahfud MD, fungsi dan tugas Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi dilaksanakan oleh Pemerintah, c.q. Kementerian terkait, sampai diundangkannya Undang-Undang yang baru yang mengatur hal tersebut. Sebab, seluruh hal yang berkait dengan Badan Pelaksana dalam Penjelasan UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, jelasnya.
Frasa “dengan Badan Pelaksana” dalam Pasal 11 ayat (1), frasa “melalui Badan Pelaksana” dalam Pasal 20 ayat (3), frasa “berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana dan” dalam Pasal 21 ayat (1), frasa “Badan Pelaksana dan” dalam Pasal 49 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
MK juga menyatakan Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat (3), Pasal 41 ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pengujian UU Migas ini diajukan oleh 30 tokoh dan 12 organisasi kemasyarakatan (ormas) diantaranya Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Lajnah Siyasiyah Hizbut Tahrir Indonesia, PP Persatuan Umat Islam, PP Syarikat Islam Indonesia, PP Lajnah Tanfidziyah Syarikat Islam, PP Al-Irsyad Al-Islamiyah, PP Persaudaraan Muslim Indonesia, Pimpinan Besar Pemuda Muslimin Indonesia, Al Jami`yatul Washliyah, Solidaritas Juru Parkir, Pedagang Kaki Lima, Pengusaha dan Karyawan (SOJUPEK), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia dan IKADI.
Mereka menilai UU Migas membuka liberalisasi pengelolan migas karena sangat dipengaruhi pihak asing.
MK dalam pertimbangannya mengatakan hubungan antara negara dan sumber daya alam Migas sepanjang dikonstruksi dalam bentuk KKS antara BP Migas selaku Badan Hukum Milik Negara sebagai pihak Pemerintah atau yang mewakili Pemerintah dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap sebagaimana diatur dalam UU Migas adalah
bertentangan dengan prinsip penguasaan negara yang dimaksud oleh konstitusi.
Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva, saat membacakan pertimbangan, mengatakan jika keberadaan BP Migas secara serta merta dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan pada saat yang sama juga dinyatakan tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat, maka pelaksanaan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang sedang berjalan menjadi terganggu atau terhambat karena kehilangan dasar hukum.
“Hal demikian dapat menyebabkan kekacauan dan menimbulkan ketidakpastian hukum yang tidak dikehendaki oleh UUD 1945. Oleh karena itu, Mahkamah harus mempertimbangkan perlunya kepastian hukum organ negara yang melaksanakan fungsi dan tugas BP Migas sampai terbentuknya aturan yang baru,” kata Hamdan.(ant/rr/yra)
BP Migas Dialihkan ke Kementerian ESDM
Pemerintah mengaku akan segera melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang secara hukum membubarkan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi (BP Migas). Selanjutnya BP Migas dialihkan ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Minera (ESDM).
“Saya kira kita sudah paham MK itu bersifat final dan mengikat. Oleh sebab itu nggak ada upaya lain pemerintah untuk segera melaksanakan keputusan tersebut. Dan segera mendraft Perpres untuk mengalihkan ini kepada ESDM untuk melakukan fungsi itu. Fungsi yang selama ini diemban BP Migas agar tidak ada kevakuman dan menimbulkan kebingunan dari para perusahaan perminyakan,” kata Menko Perekonomian Hatta Radjasa sebelum rakor di Kementrian ESDM Jakarta, Selasa (13/11/2012).
Dialihkannya segera BP Migas ke Kementrian ESDM ini menurut Hatta agar tidak menimbulkan pengaruh yang besar pada kegiatan perminyakan di Indonesia.
“Ya kalau tidak ada penggantinya tentu sangat berpengaruh. Oleh sebab itu segera kita harus mengambil langkah-langkah secepatnya di-handle oleh ESDM. Tentu keputusan MK itu merupakann patung hukum, sehinga Perpres nanti mengacu pada Keputusan MK, jadi tidak ada masalah,” kata Hatta saat ditanya pengaruh pembubaran BP Migas terhadap tender migas. (l-6/yra)
Din Syamsuddin Minta Tanggapan Pemerintah
Din Syamsuddin
KETUA Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa BP Migas tidak berwenang mengelola minyak dan gas dan melimpahkan kepada pemerintah.
“Kami bersyukur akhirnya Mahkamah Konstitusi memberikan jawaban terhadap permohonan kami, Muhammadiyah dan sejumlah organisasi kemasyarakatan dan perorangan tentang gugatan terhadap UU migas,” kata Din usai bersidang di MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Selasa (13/11/2012).
Karena itu, Din Syamsuddin yang mewakili para pemohon uji materiil UU Migas ini meminta kepada pemerintah dan DPR untuk segera merespon putusan MK tersebut, dengan mengelola sebaik-baiknya minyak dan gas untuk kepentingan rakyat.
“Sebenarnya amar putusan MK ini harus segera direspon oleh pemerintah termasuk DPR terutama bagi adanya sebuah produk hukum dan perundang-undangan dalam mengelola SDA yang sangat kaya raya ini untuk bisa sesuai dengan amanat UUD 45 sebesar-besar kemakmuran rakyat,” kata Din.
Putusan MK Harus Cepat Direspon
Din Syamsuddin meminta pemerintah dan DPR untuk segera merespon putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pengujian UU Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak Bumi dan Gas (Migas).
“Putusan MK ini harus segera direspon oleh pemerintah termasuk DPR, terutama bagi adanya sebuah produk hukum dan perundang-undangan dalam mengelolaa SDA yang sangat kaya raya ini untuk bisa sesuai dengan amanat UUD 45 untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” kata Din Syamsuddin, usai sidang di MK Jakarta, Selasa.
Din Syamsudin yang merupakan salah satu pemohon pengujian UU Migas ini juga menyatakan bersyukur akhirnya Mahkamah Konstitusi memberikan jawaban terhadap permohonannya.
“Apa pun keputusannya, baik diterima atupun ditolak tentu sikap kami menerima dengan baik karena ini bagian dari sikap taat berkonstitusi,” katanya.
Din Syamsuddin mengatakan Muhammaddiyah akan terus melakukan kajian, pengawalan termasuk menyiapkan pikiran-pikiran alternatif untuk disumbangkan kepada pemerintah dan DPR.
“Untuk diketahui perjuangan untuk menegakkan Konstitusi yang kami sebut jihad Konstitusi ini tidak akan berhenti akan segera kami tindak lanjuti dengan juga mengajukan gugatan terhadap UU lain yang kami yakini merugikan rakyat,” kata Din Syamsuddin. (tn/yra)
BP Migas Bubar Sejak Putusan Dibacakan
KETUA Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) bubar sejak majelis hakim membacakan putusan pengujian UU nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Artinya, BP Migas bubar sejak pukul 11.00 WIB, Selasa, tanggal 13 November 2012. Dengan demikian, seluruh fungsi regulasinya berpindah ke Kementerian ESDM, kata Mahfud, di Jakarta.
Untuk urusan kontrak yang sedang berlangsung dan dibuat dengan BP Migas, kata Mahfud, berlaku sampai habis masa kontraknya. “Atau berlaku sampai diadakan perjanjian baru,” kata Mahfud.
Seperti diketahui, MK memutuskan pasal yang mengatur tugas dan fungsi Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) yang diatur dalam UU nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat.
BP Migas Pantas Dibubarkan
DIREKTUR Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan, Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) memang pantas dibubarkan karena lembaga ini tidak memihak pada kepentingan negara dan rakyat.
“Kita sambut baik (pembubaran BP Migas) karena tidak sesuai konstitusi dan selama ini justru kalau kita lihat, mereka (BP Migas) itu lebih memihak pada asing,” katanya pada wartawan usai menjadi pembicara dalam Seminar Nasional “Kembalikan Kedaulatan Energi Nasional” di Cilacap, Selasa.
Pada seminar yang diselenggarakan Serikat Pekerja Pertamina Patra Wijayakusuma itu, Marwan mengatakan bahwa hal itu terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa pasal yang mengatur tugas dan fungsi BP Migas yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki landasan hukum mengikat.
Terkait kecenderungan BP Migas yang lebih memihak asing, dia mengatakan, hal itu terlihat dari pernyataan-pernyataan Kepala BP Migas tentang Blok Mahakam.
“Misalnya menyatakan Pertamina tidak mampu, Pertamina tidak mau, akan aman kalau dikerjakan asing dan sebagainya,” katanya.
Menurut Marwan, sebetulnya yang selama ini dihembuskan adalah Pertamina sebelum adanya UU Migas berperan sebagai operator dan regulator.
“Itu tidak benar. Pertamina pada saat itu hanya operator, regulatornya itu pemerintah, ESDM (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral) atau dulu namanya Kementerian Pertambangan,” katanya.
Oleh karena itu, kata dia, pembubaran BP Migas sangat positif bagi kepentingan negara dan rakyat.
“Mungkin orang asing itu atau swasta, `nggak` suka. Makanya kita harus lawan terus,” kata mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) periode 2004-2009 itu.
Dengan adanya putusan tersebut, ia berharap tahun depan sudah ada UU Migas yang baru namun harus dikawal dan konsisten dengan konstitusi.
Menurut dia, kuasa pertambangan harus berbentuk badan usaha milik negara (BUMN) dan hal itu berlaku di seluruh dunia. “Kita saja anomali, lalu kita ingin pertahankan, kan aneh,” katanya.
Selain itu, Hasyim Muzadi, Komaruddin Hidayat, Marwan Batubara, Fahmi Idris, Salahuddin Wahid, Laode Ida, Hendri Yosodiningrat, dan AM Fatwa. Mereka menilai UU Migas membuka liberalisasi pengelolan migas karena sangat dipengaruhi pihak asing.(ant/yra)
Dahlan Terkejut MK Bubarkan BP Migas
Dahlan Iskan
MENTERI BUMN Dahlan Iskan mengaku kaget dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membubarkan Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas).
“Saya terkejut MK sebegitu cepatnya membuat keputusan membubarkan BP Migas. Untuk itu kami harus segera berkoordinasi dengan menteri terkait,” kata Dahlan usai Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR, terkait dugaan korupsi di PLN sebesar Rp37,6 triliun, di Gedung MPR/DPR-RI, Jakarta, Selasa.
Menurut Dahlan, dirinya sesungguhnya tidak berhak mengomentari pembubaran BP Migas tersebut, karena merupakan otoritas Kementerian ESDM.
Namun persoalannya BUMN memiliki perusahaan terkait dengan sektor migas seperti Pertamina, PGN dan lainnya.
Pembubaran BP Migas diputuskan melalui surat MK No. 36/PUU-X/2012, dengan begitu tugas dan fungsi BP dilaksanakan sementara oleh Dirjen Migas.
Menurut Dahlan, atas keputusan MK tersebut dirinya akan berkonsultasi dengan pihak-pihak lain terkait, termasuk dengan korporasi BUMN.
“Putusan MK itu final berarti harus dijalankan. Bagaimana melaksanakannya saya harus konsultasi dulu,” tegas Dahlan. (ant/tn/yra)
Catatan:
Ekspor Sempra Hanya Jangka Pendek
Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi menjanjikan kontrak ekspor gas Tangguh eks-Sempra hanya dalam jangka pendek, dan tidak menengah atau pun panjang.
Deputi Perencanaan BP Migas, Widhyawan Prawiraatmadja di Jakarta, Senin mengatakan, gas Sempra akan dialokasikan ke pasar domestik menyesuaikan dengan ketersediaan infrastrukturnya.
“Jadi, nanti akan dialokasikan ke terminal Arun berapa, Jawa Tengah berapa, dan Lampung juga berapa,” katanya.
Menurut dia, BP Migas siap menyediakan gas Sempra untuk gas domestik.
“Berapa pun kebutuhan gas domestik akan kita didahulukan. Keterlaluan BP Migas, kalau ada terminal tapi tidak dipasok LNG-nya,” ujarnya.
Harga gasnya, lanjutnya, akan mengacu pada harga LNG Bontang ke PT Nusantara Regas dengan formula 11 persen dari harga minyak mentah di Indonesia.
Gas Tangguh eks Sempra itu dihasilkan dari “train” satu dan dua kilang Tangguh, Papua Barat.
Untuk Tangguh “train” tiga, Widhyawan mengatakan, pihaknya juga telah mengalokasikan 40 persen dari produksi 3,8 juta ton per tahun ke domestik.
“Pembelinya ke PLN atau lainnya,” ujarnya.
Di tambah, lanjutnya, gas bumi yang akan langsung dialokasikan ke pembangkit listrik dan industri petrokimia di dekat lokasi proyek.
Sebelumnya, diketahui ada rencana mengekspor dalam jangka panjang LNG Tangguh eks-Sempra ke pembeli Jepang yakni Kansai Electric, Kyushu Electric, dan Tepco mulai 2013 hingga 2035 dengan volume bervariasi mulai 16 kargo per tahun per perusahaan.
Rencana ekspor Sempra tersebut merupakan bagian dari sekitar tiga juta ton per tahun gas Sempra yang akan dijual ke pembeli lain.
Sebanyak 12 kargo atau 0,75 juta ton per tahun di antaranya tengah dalam negosiasi antara PT PLN (Persero) dan BP Berau Ltd, sebagai pengelola kilang Tangguh, untuk dipasok ke terminal LNG di Arun, Aceh.
PLN dan BP sebenarnya sudah menyepakati klausul harga LNG-nya.
Namun, pemerintah menilai kesepakatan harga itu terlalu tinggi dan meminta lebih rendah.
Dengan demikian, masih tersisa sekitar dua juta ton per tahun yang bisa dialokasikan ke dalam negeri.
Pemerintah mempunyai program pembangunan infrastruktur berupa terminal dan pipa transmisi gas, namun pengembangannya terkendala pasokan gas.
Terminal LNG terapung di Teluk Jakarta baru mendapatkan pasokan 1,5 juta ton dari kapasitasnya tiga juta ton per tahun.
Sementara, terminal gas di Arun, Aceh juga baru memperoleh kepastian satu juta ton dari kebutuhan tiga juta ton per tahun.
Demikian pula terminal terapung di Jateng dan Lampung yang berkapasitas masing-masing tiga juta ton per tahun, belum ada kepastian pasokan gas sama sekali.
Ketidakjelasan pasokan gas ke terminal tersebut juga menghambat pembangunan pipa transmisi di Jawa dan Arun-Belawan.(ant/yra)
Hasyim Apresiasi Putusan MK Soal BP Migas
Hasyim Muzadi
SALAH satu penggugat UU Migas, KH Hasyim Muzadi, mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mencabut landasan keberadaan dan kewenangan Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas).
Hasyim di Jakarta, Selasa, mengatakan semangat gugatan terhadap UU No. 22 Tahun 2001 yang antara lain mengatur pengelolaan minyak dan gas bumi oleh BP Migas, sebenarnya untuk mengembalilan kedaulatan negara dalam mengelola minyak dan gas buminya sendiri.
“Karena UU No. 22 Tahun 2001 tidak memungkinkan negara mengolah minyak mentahnya sendiri di dalam negeri, kemudian mengekspornya ke luar negeri,” kata mantan Ketua Umum PBNU itu.
Kenyataan yang terjadi selama ini, kata dia, Indonesia hanya menjual minyak mentah kemudian diolah di luar negeri.
“Selanjutnya Indonesia membeli minyak tersebut yang sesungguhnya minyaknya sendiri dengan harga minyak dunia. Itu pun penjualan dan pembelian melalui perantara,” kata Hasyim.
Menurut dia setiap ada kenaikan harga minyak dunia, Indonesia selalu mengalami kegoncangan.
“Dan karena dahsyatnya kegoncangan itu, di Indonesia berkali-kali harus terjadi aparat yang berhadapan dengan rakyatnya sendiri,” kata Hasyim.
Padahal, lanjutnya, kalau minyak tersebut dikelola sendiri, dan Indonesia kembali menjadi negara pengekpor minyak, justru akan ada keuntungan dari kenaikan harga minyak dunia.
Lebih lanjut Hasyim mengatakan, setelah keputusan MK, pemerintah harus bisa menyelesaikan persoalan tersebut dengan baik.
“Pengelolaan selanjutnya haruslah dapat menangkap semangat kemandirian dan tidak melakukan hal yang sama seperti nuansa UU 22 Tahun 2001 itu, tentu sambil menunggu proses lahirnya UU baru oleh parlemen,” katanya.
Soal ikatan kontrak Indonesia dengan pihak asing, menurutnya, pemerintah mesti bisa menyelesaikan melalui aturan bisnis internasional.
“Sampai di sini kita harus hati-hati karena di DPR bisa bertele-tele. Adakah semangat kemandirian di parlemen kita?,” katanya.
Dikatakannya, menurut penelitian sebagian peneliti ekonomi Universitas Indonesia (UI), tidak kurang dari 20 UU yang menyangkut kebutuhan vital rakyat banyak yang sangat pro asing.
“Misalnya soal tanah, air, dan kandungan bumi lainnya. Seakan penjajahan ekonomi telah disahkan oleh para wakil rakyat kita sendiri,” tandasnya.
Lebih lanjut, pengasuh Pondok Pesantren Al Hikam Malang dan Depok ini mengatakan, Indonesia tidak perlu mengobarkan anti-asing karena globalisasi sudah menghapus eksklusivisme.
“Namun adalah kecerobohan sejarah kalau semuanya diserahkan ke asing. Oleh karenanya, keputusan MK ini harus dikawal sampai dengan lahirnya UU baru yang pro Indonesia. Bukan hanya oleh para pemohon (penggugat) tapi seluruh rakyat Indonesia yang memang tulus pro Indonesia,” katanya. (ant/yra)
Nasib 600 Pegawai BP Migas Pasca Dibubarkan MK
PASCA dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), pemerintah mengalihkan tugas Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) ke Kementerian ESDM lewat unit khusus. Lalu bagaimana nasib pegawainya?
Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, 600 pegawai BP Migas akan langsung pindah ke unit khusus di bawah Kementerian ESDM yang membidangi kegiatan hulu migas. Peralihan ini terjadi langsung setelah Peraturan Presiden (Perpres) dikeluarkan dalam waktu dekat ini. Hatta menyatakan Perpres akan dibuat malam ini juga.
“Khusus yang selama ini proses penganggaran (BP Migas) lewat APBN, dari keuangan negara. Semua pegawai 600. Semua yang ada beralih ke sini (Kementerian ESDM). Ini pegawai dari unit pelaksana kegiatan usaha hulu migas dengan status bukan PNS,” tutur Hatta usai rapat dengan Menteri Keuangan, Menteri ESDM, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Rapat dilakukan di kantor Kementerian ESDM, Selasa (13/11/2012).
Di tempat yang sama, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Abubakar mengatakan, terkait keputusan MK ini, maka fungsi BP Migas akan dipindahkan ke Kementerian ESDM sehingga para investor migas tak perlu khawatir.
“Untuk pegawai yang dipindahkan statusnya bukan PNS dan gajinya sama (tak berubah saat di BP Migas),” tegas Azwar.
Sebelumnya, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menyatakan BP Migas bubar sejak pukul 11.00 WIB karena diputus inkonstitusional. Untuk urusan kontrak kerja BP Migas dengan perusahaan lain tetap berlaku sampai batas waktu yang ditentukan.
Mahfud dalam keputusannya hari ini membacakan, MK membatalkan pasal 1 angka 23 dan pasal 4 ayat 3, pasal 41 ayat 2, pasal 44, pasal 45, pasal 48, pasal 59 huruf a dan pasal 61 dan pasal 63 UU Migas bertentangan dengan UU 1945.
Dalam pasal 1 angka 23 tertulis Badan Pelaksana adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengendalian Kegiatan Usaha Hulu di bidang Minyak dan Gas Bumi.
Sedangkan pasal 4 ayat 3 berbunyi Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan membentuk Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 23.
MK akhirnya membatalkan pasal-pasal tersebut yang menyatakan bahwa pengelolaan migas ini diserahkan ke BP Migas yang merupakan wakil dari pemerintah.
“BP Migas inkonstitusional dan MK berhak memutus sesuatu yang tidak konstitusional,” papar Mahfud.
Dalam masa transisi dengan hilangnya BP Migas, MK memerintahkan Pemerintah dan Kementerian terkait memegang kendali hingga terbentuknya organ baru.
“Segala hak serta kewenangan BP Migas dilaksanakan oleh Pemerintah atau BUMN yang ditetapkan,” ujarnya. (df/yra)
Kantor BP Migas Harus Segera Disegel
PASCA dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi, kantor pusat Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) di Gedung Wisma Mulia, Jl Jend. Gatot Subroto, Jakarta, perlu segera disegel.
Hal ini disampaikan Adhie M Massardi, pemohon sekaligus Ketua Tim Non-Litigasi Uji Materi UU No 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi ke Mahkamah Konstitusi pada 29 Maret 2012 yang telah diputuskan dengan mengabulkan sebagian tuntutan oleh MK.
“Jangan sampai pengalaman buruk saat pembubaraan BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) yang mengelola aset bank bermasalah pada 27 Februari 2004 terulang. Waktu itu, dugaan saya, ada triliunan rupiah aset dan dokumen negara yang raib. Karena prosesnya tidak transparan,” katanya.
“Mengingat BP Migas disinyalir merupakan sarang mafia migas, maka Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus proaktif melakukan audit investigasi. Agar ketika diserahkan kepada kementeriaan ESDM prosesnya terbuka, tidak ada yang ditutup-tutupi atau sebagian dihilangkan,” ujar Adhie yang juga koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) ini.
Seperti kita ketahui, uji materi beberapa pasal dalam UU Migas yang diajukan ke MK oleh Din Syamsuddin (PP Muhammadiyah), KH Hasyim Muzadi (NU), DR Rizal Ramli dan sejumlah ormas keagamaan dan tokoh nasional lainnya, sebagian dikabulkan oleh MK.
Antara lain pasal 11 ayat (1), pasal 20 ayat (3) dan pasal 49, yang menjadi payung hukum keberadaan BP Migas, yang memiliki kewenangan mengelola sumber daya alam (minyal dan gas bumi) serta biaya cost recovery (pengembalian biaya eksplorasi) sekitar USD 15 miliar. Dana ini dikelola secara tidak transparan, dan dinikmati oleh perusahaan-perusahaan asing..(dtc/yra)
Dibubarkan MK, Kepala BP Migas “Menjawab”
KEPALA Badan Pelaksana Minyak dan Gas (BP Migas) R Priyono menyatakan, pembubaran BP Migas bisa berdampak pada kontrak kerja sama antara BP Migas dan perusahaan perminyakan.
Menurutnya, kontrak kerjasama dengan perusahaan perminyakan dan gas tersebut, bisa-bisa tidak diakui, sehingga berpotensi merugikan negara hingga US$ 70 miliar.
“Kami sudah tanda tangan 353 kontrak, jadi ilegal. Kerugiannya sekitar US$ 70 miliar,” kata Priyono usai rapat di Komisi VII DPR di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (13/11).
Hal tersebut dikatakan Priyono ketika dimintai tanggapannya atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyebutkan kelembagaan BP Migas bertentangan dengan UUD 1945.
Priyono mengatakan, pihaknya akan segera melakukan konsolidasi internal untuk membicarakan hal tersebut. Salah satu yang akan dibicarakan adalah, status pegawai BP Migas.
Selain itu, pihaknya juga akan bertemu dengan perusahaan minyak yang memiliki kontrak untuk membicarakan kepastian kontrak yang sudah dilakukan.
Priyono menyatakan, pihaknya adalah pelaksana UU yang dibuat oleh pemerintah dan DPR. Priyono juga bilang, BP Migas merupakan produk dari reformasi.
“Kalau mau kembali (seperti) sebelum reformasi silakan saja. Kami prihatin atas operasi perminyakan. Kami tidak bisa lagi lindungi kepentingan nasional,” pungkasnya. (kpc/yra)
BP Migas Tunggu Keputusan Pemerintah
BADAN Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) masih menunggu keputusan pemerintah terkait hasil keputusan Mahkamah konstitusi yang membubarkan BP Migas.
“Saya tidak bisa kasih komentar. Kami tunggu keputusan pemerintah. Apakah BP Migas akan berubah bentuk atau bagaimana,” kata Kepala Divisi Humas, Sekuriti dan Formalitas BP Migas, Hadi Prasetyo (l-6/yra)
*) Dihimpun dari berbagai sumber.
**) Berita di hari pertama MK memutuskan BP Migas Dibubarkan, karena melanggar UUD 1945.
Filed under: AGAMA, INDUSTRI, Lingkungan Hidup, Mancanegara, PEMERINTAHAN, POLITIK, UMUM | Tagged: Al Jami`yatul Washliyah, BP Migas Dibubarkan, BP MIgas ilelegal, Dahlan Iskan Terkejut, Dien Sjamsuddin, Hasjim Muzadi, IKADI., Kementerian ESDM, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Lajnah Siyasiyah Hizbut Tahrir Indonesia, Mahfud MD, Mahkamah Konstitusi (MK), Melanggar UUD 1945, Pedagang Kaki Lima, Pengusaha dan Karyawan (SOJUPEK), Pimpinan Besar Pemuda Muslimin Indonesia, PP Al-Irsyad Al-Islamiyah, PP Lajnah Tanfidziyah Syarikat Islam, PP Persatuan Umat Islam, PP Persaudaraan Muslim Indonesia, PP Syarikat Islam Indonesia, Solidaritas Juru Parkir, UU No.22/2001 melanggar UUD 1945 | Leave a comment »