Catatan: HM Yousri Nur Raja Agam
BANJIR atau air bah, selama Agustus hingga pertengahan November 2011 menggenangi sebagian wilayah Kota Bangkok. Banjir besar ini tidak hanya melumpuhkan kegiatan di ibukota negara kerajaan Thailand itu, tetapi juga menenggelamkan hampir sepertiga wilayah negara Gajah Putih itu.
Karung-karung pasir masih menumpuk di keliling gedung sebagai bendungan penangkis banjir di Bangkok (foto: Yousri).
Kendati di pusat kota Bangkok saat ini sudah mengering, namun bekasnya masih kelihatan. Ketika rombongan wartawan dari Surabaya menginjakkan kaki di kota berpenduduk 11 juta jiwa lebih itu, suasana banjir masih terasa. Di berbagai tempat, masih terlihat karung-karung berisi pasir yang dijadikan bendungan penangkis banjir.
Begitu memasuki Kota Bangkok, sebanyak 17 wartawan dari Surabaya ini langsung “menyerbu” pusat informasi paling lengkap di Thailand ini. Tidak lain yang pertama kali kami datangi adalah kantor redaksi Bangkok Post, sebuah grup suratkabar dan majalah yang terbesar di Thailand.
Tidak hanya data terbaru, data lama dan foto-foto berbagai kegiatan dan dokumentasi peristiwa juga tersimpan rapi di gedung Bangkok Post yang terletak di Jalan Na Ranong 136, Klong Toey, Bangkok. Di sini, kami diterima Wakil Direktur Utama Bangkok Post, Phornphon Dencha.
Berabagai informasi tentang Thailand diungkap oleh pria berusia 42 tahun itu. Tidak hanya berita teraktual, yakni masalah banjir, tetapi juga berbagai hal menyangkut keadaan di salah satu negara Asean ini. Yang juga tidak terlupakan adalah riwayat kora Bangkok Post, yang merupakan koran tertua di Thailand, yang terbit sejak tahun 1946.
Yousri Nur Raja Agam bersama Phornphon Dencha (foto: Ist)
Memang, kata Pompong — begitu kedengaran panggilan Phornphon Dencha — air bah yang datang tahun ini luar biasa. Data yang dihimpun wartawan Bangkok Post, ini adalah terbesar setelah terjadi 60 tahun yang silam, yakni tahun 1952. Dan ini memang menyengsarakan warga sejak Juli hingga akhir tahun 2011 ini.
Jaminan PM Yingkluck
Perdana Menteri Thailand, Yingluck Shinawatra, ujar Phornphon, sudah memberikan jaminan, pusat kota Bangkok terbebas dari genangan air. Ini, memang terbukti, saat 17 kawanan wartawan Surabaya berada di Bangkok 21 hingga 24 November lalu, memang hany terlihat “bekas” penanggulangan banjir. Di sana-sini masih terlihat karung-karung pasir tersusun rapi mengelilingi gedung.
Untuk menyingkirkan karung-karung pasir itu memerlukan biaya, di samping pengadaannya, kata Peter (45), pria yang menjadi pemandu rombongan jurnalis dari Pokja (Kelompok Kerja) Wartawan Pemkot Surabaya itu. Bahkan, karung-karung itu ada yang sengaja dibiarkan berada di tempat itu, karena mereka khawatir air bah dari sungai Chao Phraya kembali meluap.
Karung-karung pasir ditumpuk menjadi bendungan penangkis banjir di berbagai gedung di Bangkok (Foto: Yousri)
Data yang kami dihimpun dari berbagai sumber di Bangkok, pekan terakhir ini, mengungkap tidak kurang 63 juta kubik air yang mengalir tiap hari di saluran pematusan. Hasilnya, pusat kota benar-benar sudah kerang, termasuk sebagian wilayah utara kota.
PM Thailand perempuan yang pertama, Yingkluck — dibaca Jingklak — kata Phornphon, menjanjikan pemerintahan akan segera melakukan rekonstruksi. Janji Yingkluck ini langsung ditindaklanjuti oleh Gubernur Bangkok, Sukhumbhand Paribatra. Namun secara keseluruhan, kota Bangkok benar-benar akan bebas dari genangan banjir pada tutup tahun 2011. Ini sebagai hadiah tahun baru 2012 bagi warga Bangkok, kata Sukhumbhand.
Dampak banjir di Thailand tahun 2011 ini, benar-benar membawa petaka bagi rakyat Thailand. Warga terpaksa mengungsi ke tempat aman. Di beberapa wilayah di luar kota Bangkok, banjir besar belum surut. Hampir dua per tiga wilayah di Thailand dilaporkan lumpuh. Banjir di beberapa tempat mencapai tinggi orang dewasa, di tempat lainnya banjir mencapai satu meter, dan tidak juga surut hingga berhari-hari.
Diperoleh data dari Departemen Mitigasi dan Pemulihan Bencana Thailand menunjukkan, jumlah korban tewas akibat tanah longsor dan banjir mencapai 437 orang dan dua orang dinyatakan hilang. Saat banjir besar, Bandara Don Muang sempat tergenang banjir. Akibatnya, semua penerbangan domestik dibatalkan. Untungnya, Bangkok sudah punya Bandara Internasional Suvarnabhumi, yang terletak di kawasan yang lebih tinggi.
Sungai Chao Phraya yang meluap sebagai penyebab banjir di berbagai tempat di Thailand (Foto: Yousri)
Cerita lain yang tersisa saat air bah melumpuhkan kegiatan ekonomi, sekitar 600 kendaraan diparkir secara ilegal di atas jalan layang antara Ngam Wong Wan dan Pracha Chuen. Para pemilik mobil memilih memarkir di tempat itu, agar mesin mobil tidak rusak terendam banjir.
Rugi Besar
Badan Makanan dan Agrikultur PBB (FAO), mengungkapkan. banjir di Thailand tahun ini menggenangi sekitar 1,55 juta hektar lahan pertanian atau sekitar 12,5 persen dari lahan keseluruhan. Ini menjadi penyebab turunnya hasil panen padi dari 25 juta ton menjadi 21 juta ton. Padahal, sektor pertanian merupakan pendongkrak perekonomian Thailand, sebagai negara pengekspor pangan terbesar di dunia.
Tidak hanya sektor pertanian, banjir juga memaksa ditutupnya tujuh kawasan industri besar di Bangkok, yang menghimpun 9.859 pabrik yang mempekerjakan sekitar 660 ribu orang. Hal ini mengganggu proses produksi otomotif, elektronik, dan benda industri lainnya. Pabrik besar yang tutup antara lain, Toyota dan Honda.
Sebagai daerah tujuan wisata, berdampak pada kunjungan wisatawan yang menurun dari rata-rata 1,2 juta menjadi 500 ribu orang hingga akhir November 2011 ini. Pemerintah mengalami kerugian besar akibat banjir, kata Menteri Keuangan Thailand, Thirachai Phuvanatnaranubala. Walaupun demikian, PM Yingluck Shinawatra siap menggelontorkan dana untuk pemulihan sebesar 100 miliar baht atau sekitar Rp 29 triliun. Dana itu akan diambil dari anggaran negara sebesar 10 persen. Pemerintah juga telah menyetujui defisit anggaran sebesar 400 miliar baht atau Rp116 triliun.
Ulah Manusia
Ada vonis yang menyatakan, banjir di Bangkok merupakan ulah manusia. Ini merupakan titik kulminasi dari bencana banjir di negara-negara delta sungai Mekong. Tidak hanya di Thailand, sebab sebelumnya juga terjadi di Filipina. Banjir terjadi akibat dihantam topan Nesat dan Nalgae. Empat juta orang terkena dampaknya, 586.000 warga terpaksa mengungsi. Sekitar 66.000 rumah rusak.
Tingkat permukaan air Mekong tertinggi selama 10 tahun belakangan. Di Kamboja, banjir menggenangi 18 dari 24 provinsi, lebih dari 200.000 mengungsi. Banjir di Vietnam juga tidak kalah dahsyatnya. Lebih dari 30.000 rumah tenggelam, 59 km persegi persawahan terendam banjir. Curah hujan yang mencapai 25 persen lebih besar dari biasanya dianggap sebagai pemicu banjir. Penyebab utama dari bencana tersebut tidak lain adalah berkat mobilisasi manusia yang bertumpuk di satu tempat.Karung-karung pasir yang sebelumnya dijadikan bendungan, diubah menjadi monumen yang dipajang di depan gedung River City, di Bangkok (Foto: Yousri)
Daerah-daerah resapan air dicaplok oleh pembangunan jalan dan gedung. Air tanah diserap secara besar-besaran, membuat struktur tanah memadat, sulit menyerap air hujan. Selain itu, hal ini juga berpotensi membuat permukaan tanah lebih rendah. Semakin maju dan berkembangnya kota, maka akan semakin menarik minat penduduk untuk berdatangan. Bukan lagi dari dalam negeri, tapi juga dari luar negeri. Ini membuat resiko bencana lebih besar beberapa kali lipat.
Noeleen Heyzer dari Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia dan Pasifik, mengatakan bahwa bencana di Thailand adalah pintu pembuka bagi bencana lainnya yang lebih parah di masa depan. Berdasarkan prediksi statistik, kata Noeleen, bencana akan selalu terulang dalam jangka waktu tertentu, dan biasanya lebih parah di masa mendatang. **
*) Naskah ini dimuat pada Tabloid “TEDUH” Edisi 166 Tahun X – Desember 2011
Filed under: Budaya, KOTA, Lingkungan Hidup, PARIWISATA, PEMERINTAHAN, UMUM | Tagged: Bangkok, Bangkok Post, banjir, Bob Tobing, Chao Phraya, Gubernur Bangkok, Honda, karung pasir jadi bendungan, KBRI, Kedutaan Besar RI Bangkok, Mekong, Nanies Chairani, Noeleen Heyzer, Perdana Menteri Thailand, Phornphon Dencha, Posko Banjir KBRI Bangkok, River City, Suargana Pringganu, Sukhumbhand Paribatra, Thailand, Toyota, tug-tug, wartawan Surabaya, Yingkluck, Yingkluck Shinawatra, Yousri Nur Raja Agam |
Tinggalkan Balasan