Unair Surabaya
Catatan: Yousri Nur Raja Agam MH *)
UNIVERSITAS Airlangga adalah perguruan tinggi yang sangat dibanggakan warga kota Surabaya. Bahkan, juga bagi masyarakat Indonesia bagian timur.
Perguruantinggi ini termasuk perguruantinggi “tertua” di Jawa Timur. Embrio sekolah tinggi ini sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Ada dua sekolah yang berdiri tahun 1913 sebagai cikalbakal Unair (Universitas Airlangga). Pertama: NIAS (Nederlands Indische Artsen School) atau Sekolah Dokter Hindia dan STOVIT (School Tot Opleiding van Indische Tandartsen) atau Sekolah Dokter Gigi.
Kedua sekolah ini telah banyak menghasilkan ahli di bidang kesehatan umum dan gigi. Dan tidak sedikit di antara mereka kemudian meneruskan menjadi dokter umum dan dokter gigi. Salah satu dokter gigi itu adalah tokoh pejuang Surabaya, alm.Prof.Dr.drg.Mayjen TNI (Purn) Moestopo. Namanya sekarang diabadikan sebagai nama jalan yang berada di depan kampus Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi Unair. Sebelumnya, jalan inik bernama Jalan Dharmahusada, karena juga berada di kawasan RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah) Dr.Sutomo.
Sekolah kedokteran umum dan kedokteran gigi ini kemudian ditingkatkan satusnya menjadi fakultas tahun 1948. Namun ke dua fakultas ini, yakni Fakultas Kedokteran (FK) dan Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) berada di bawah naungan Universitas Indonesia, sebagai cabang.
Baru pada tanggal 10 November 1954, perguruantinggi dengan nama Universitas Airlangga (Unair) resmi “dilahirkan” berdasarkan PP (Peraturan Pemerintah) No.57 tahun 1954. Nama Airlangga diambil dari nama raja yang memerintah di belahan timur Nusantara pada tahun 1019-1042. Lambangnya, burung garuda tunggangan Wisnu yang membawa guci berisi “Amrta”, yakni air kehidupan abadi yang dimaknai sebagai sumber ilmu yang senantiasa kekal.
Saat diresmikan kelahirannya itu oleh Presiden Soekarno, ada lima fakultas. Selain FK dan FKG, adalah Fakultas Hukum (FH), Fakultas Sastra (FS), serta Fakultas Ilmu Pendidikan). Uniknya, FS dan FIP berada di luar kota Surabaya. FS berada di Denpasar Bali dan FIP di kota Malang.
Tahun 1961, Sekolah Tinggi Ekonomi Surabaya digabungkan ke Unair sebagai Fakultas Ekonomi (FE). Tahun 1962, FS yang ada di Denpasar “cerai” dengan Unair dan bergabung Universitas Udayana. Demikian pula dengan FIP di Malang yang memisahkan diri dari Unair dan bergabung ke IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan) Malang.
Unair terus berkembang dan melebarkan sayapnya sebagai perguruantinggi negeri kebanggaan warga kota Surabaya. Tahun 1964 didirikan Fakultas Farmasi (FF), tahun 1972 didirikan pula Fakultas Kedokteran Hewan (FKH), tahun 1977 berdiri Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), tahun 1982 Fakultas Ilmu Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), tahun 1993 didirakan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) dan Fakultas Psikologi (FPsi) dan tahun 1998, Unair kembali memiliki Fakultas Sastra (FS). Selain itu, tahun 1991 Unair membuka Program Pascasarjana.
Data yang diungkap pada saat peringatan Ulang Tahun ke-50 Unair, tanggal 10 November 2004 lalu, perguruan tinggi ini telah mewisuda 37.867 orang sarjana (S1), 3.678 orang Magister Sains (S2) dan Spesialis 1 (Sp 1) 4.105 orang, serta Doktor (S3) sebanyak 546 orang. Di samping itu Unair juga sudah melepas tenaga menengah spesialis D-3 sebanyak 11.795 orang dan D-4 sebanyak 463 orang.
Fakultas Kedokteran (FK) memang merupakan primadona bagi Unair. Fakultas ini sekarang benar-benar merupakan fakultas yang istimewa dan favorit. Untuk masuk fakultas ini tidak sembarangan orang bisa. Di samping pintar, orangtua atau yang membiayai mahasiswa di FK ini harus “kaya”. Betapa tidak, sebab dalam masa penerimaan mahasiswa baru sejak akhir tahun 1990-an, kecenderungan itu sudah terlihat. Pada SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) tahun 2004 misalnya, untuk bisa masuk FK, sekurang-kurangnya harus menyiapkan dana antara Rp 60 juta sampai Rp 100 juta.
Memang, di masa sekarang ini, lulusan FK Unair tidak hanya menjadi dokter di wilayah Jawa Timur. Para alumninya sudah tersebar ke seluruh Nusantara dan terbanyak di wailayah Indonesia bagian timur.
Kecuali berdiri sendiri, perguruantinggi ini juga melalkukan kerjasama dengan berbagai perguruantinggi lain di Indonesia, bahkan dengan beberapa perguruantinggi di mancanegara. Tidaklah mengherankan, jika Unair sekarang ini diasuh oleh para dosen dan gurubesar yang berasal dari berbagai perguruantinggi ternama di tanahair dan luarnegeri. Tahun 2004, jumlah mahasiswa yang kuliah di Unair sebanyak 20.607 orang yang tersebar di 11 fakultas dan program studi. Ada 127 gurubesar yang mengajar Unair saat ini, di samping 228 doktor, 751 orang bergelar Magister (S2), 174 Sp-1 dan 248 orang S-1.
Dengan perkembangan situasi dan kebijakan pemerintah sekarang ini, perguruantinggi negeri tidak lagi mempunyai ketergantungan dari pemerintah. Subsidi kepada perguruantinggi negeri mulai diperhitungkan. Bahkan, nantinya seluruh perguruantinggi negeri berubah satusnya menjadi PT BHMN (Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara). Artinya, perguruantinggi dikelola “seperti perusahaan”.
Prof.Dr.Med.dr.Puruhito yang memegang tampuk pimpinan tertinggi sebagai rektor Unair di hari ulang tahun “emasnya”, mengakui, bahwa sekarang usia Unair sudah tua. Tertua ke tiga di samping Universitas Indonesia (UI) di Jakarta dan Universitas Gajah Mada (UGM) di Jogjakarta.
Perubahan status perguruantinggi negeri menjadi PT BHMN di usia ke-50 ini, merupakan momentum yang sangat tepat bagi Unair untuk introspeksi. Kita harus berkaca, apakah Unair ini masih besar seperti dulu dengan lulusan berkualitas dan berwawasan internasional? Tentu ini yang paling tepat untuk direnungkan, kata Puruhito.
Filosofi Unair kini berubah menuju perguruantinggi yang mandiri, akuntabel dan bertaraf internasional. Kita tidak lagi tergantung pada subsidi negara, karena jatah pendidikan pada APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) untuk perguruantinggi dikurangi. Tidak hanya itu, selama ini perguruantinggi seolah-olah dimanja dan dininabobokkan dengan subsidi, sehingga tidak mandiri. Subsidi itu ternyata tidak mendidik. Untuk itulah, Unair bertekad akan maju dengan pola otonomi kampus melalui PT BHMN.
Unair, harus akuntabilitas, sebagai pertanggungjawaban kepada rakyat agar Unair benar-benar dipercaya sebagai lembaga pendidikan tinggi.
Walaupun gerak langkah dan cita-cita menuju hari esok sudah dicanangkan, namun Puruhito melihat konsep PT BHMN itu belum sesuai dengan yang diharapkan. Sebab, katanya otonomi bukan berarti kebebasan dalam arti bebas sebebas-bebasnya. Beberapa hal yang menyangkut kebijakan masih diatur oleh pemerintah pusat.
Salah satu contoh, katanya, masalah kebijakan pengaturan PR (Pembantu Rektor), yakni PR-1, PR-2 dan PR-3. Seharusnya keberadaan PR tidak harga mati, tetapi dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan perguruantinggi yang disesuai dengan banyaknya mahasiswa.
Saat ini, Unair menempati tiga kampus yang tersebar di Surabaya. Kampus A ( FK, FKG ) di Jl. Prof. Dr. Moestopo, Kampus B ( FE, FH, FF, FISIP, FPSI, FIB, Pasca Sarjana ) di Jl. Dharmawangsa Dalam Surabaya. Sedangkan Kampus C ( FSaintek, FKM, FKH, F Keperawatan, F Perikanan dan Kelautan, Kantor Manajemen ) terletak di kawasan Mulyorejo, Surabaya Timur.
Program akademik yang diselenggarakan terdiri dari tiga jenjang pendidikan yaitu, S1 sebanyak 32 prodi, S2 sebanyak 34 prodi, S3 sebanyak 9 prodi. Sedangkan Program Pendidikan vokasi dan profesi terdiri dari D3 sebanyak 20 Prodi Pendidikan profesi sebanyak 7 program, yaitu Pendidikan Dokter, Dokter Gigi, Apoteker, Dokter Hewan, Notariat, Akuntan, dan Psikolog dan juga Prodi Spesialis 1 (Sp1) sebanyak 32 program.
Kegiatan administrasi Universitas Airlangga dipusatkan di Kantor Manajemen Universitas Airlangga di Kampus C Mulyorejo, Surabaya.
*) Yousri Nur Raja Agam MH adalah Wartawan di Surabaya dan Ketua Yayasan Peduli Surabaya
Filed under: KOTA, PEMERINTAHAN, PENDIDIKAN, UMUM | Tagged: 10 November 1954, Berawal dari NIAS, NIAS (Nederlands Indische Arisen School), Sekolah Dokter Gigi, Sekolah Dokter Hindia, STOVIT (School Tot Opleiding van Indische Tandartsen), Unair, Universitas Airlangga Surabaya |
Tinggalkan Balasan